Sampai Bikin Penghuninya Memilih Menelan Pisau Cukur karena Putus Asa, Inilah 'Guantanamo' Australia, Lokasi Pembuangan para Pencari Suaka yang Berada Tepat di Sisi Barat Indonesia

Khaerunisa

Penulis

Penjara yang dijuluki 'Guantanamo' Australia.

Intisari-Online.com - Penjara milik Amerika Serikat, Guantanamo, merupakan penjara yang sangat terkenal dengan kontroversinya.

Pelanggaran terhadap HAM para tahanan diduga telah terjadi di sana, dengan tuduhan adanya penyiksaan dan perlakuan sewenang-wenang terhadap mereka.

Ternyata bukan hanya di Amerika saja. Sebuah tempat penahanan di Australia ini dijuluki sebagai 'Guantanamo Pasifik'.

Pernah terjadi kerusuhan di pusat penahanan Australia ini, bahkan menewaskan seorang pencari suaka, sementara ratusan orang mogok makan.

Baca Juga: Dokumen Bocor, Kekejaman di Penjara Rusia Terungkap Ratusan Tahanan Telah Mengalami Hal Ini, Beginilah Reaksi Pemerintah Rusia

Lebih ekstrem lagi, seorang pria dilaporkan menelan pisau cukur dengan putus asa.

Itu adalah pusat penahanan Australia, tempat sekitar seribu pencari suaka dikurung. Tepatnya berada di Pulau Manus di Papua Nugini, sebelah barat Indonesia.

Tempat itu juga bukan tempat yang mudah untuk didatangi, bahkan, sangat sulit bagi wartawan mendapatkan visa untuk pergi ke sana.

Untuk menjangkau pulau itu, wartawan BBC melaporkan pada 12 Juni 2015, mereka harus melakukan perjalanan dengan menyamar sebagai turis.

Baca Juga: Bukan Tanpa Syarat, Inilah 3 Weton yang Ditakdirkan jadi Bos Besar Menurut Primbon Jawa, Apakah Anda salah satunya?

Saat itu, mereka berhasil menyelundupkan kamera melewati pejabat Australia dan mencapai kamp tersebut.

Dilaporkan, banyak dari penghuni tempat itu melarikan diri dari kesengsaraan zona perang dunia -seperti Suriah, Irak dan Afghanistan- tetapi akhirnya justru harus menemukan diri mereka di penjara seperti itu.

Orang-orang di Manus takut untuk berbicara. Tetapi, mereka berhasil berbicara dengan seorang pria Timur Tengah, Ahmed (bukan nama sebenarnya).

"Situasi saya dalam penahanan sangat, sangat, sangat mengerikan," kata Ahmed kepada wartawan BBC.

Baca Juga: Kisah Jennifer Pan: Gadis Cerdas yang Jadi 'Anak Emas' Namun Tega Membunuh Orangtuanya Lantaran Dituntut Berprestasi hingga Depresi

“Kami tinggal di satu kamar dua meter persegi, empat orang. Itu tidak adil," ungkapnya.

"Pemerintah Australia melanggar sebagian besar hak asasi manusia kami. Mereka tidak punya rencana untuk kami," ratapnya.

Ahmed adalah salah satu dari sekitar dua lusin pencari suaka yang telah setuju untuk dimukimkan kembali di Pulau Manus sebagai pengungsi.

Mengira itu berarti dia bisa meninggalkan pusat penahanan, tetapi ternyata situasinya hanya sedikit membaik dan justru hanya tinggal di 'pusat pemukiman' yang dijaga ketat.

Baca Juga: Iseng Coba-coba Campurkan Kopi ke Shampo untuk Keramas, Wanita Ini Malah Kaget Tahu Hasilnya Bikin Ketagihan, Rambut hingga Kepala Sampai Rasakan Manfaat Ini

Ahmed mengatakan, ia diperbolehkan keluar dan berkeliling di siang hari, tetapi tidak diizinkan bekerja, dan dia harus mematuhi jam malam yang ketat antara pukul 6 sore dan 6 pagi.

Selain itu, seperti kebanyakan pencari suaka, dia mendapatkan berpendidikan baik, dengan gelar dan kualifikasi profesional.

"Ada dokter, guru, insinyur, pembuat karpet. Mereka adalah orang-orang yang cerdas. Kita bisa menggunakan keahlian mereka," kata salah satu satpam di Manus yang tidak mau disebutkan namanya.

"Saya merasa kasihan pada mereka. Mereka adalah manusia. Mereka menginginkan kebebasan mereka," katanya.

Baca Juga: Rasanya Memang Sangat Lezat, Tapi Waspada dengan 4 Makanan Ini, Bisa Jadi Penyebab Kista!

Tetapi, untuk mendapatkan kebebasan itu, mereka mungkin harus setuju untuk menjadikan Papua Nugini sebagai rumah mereka.

Baru-baru ini, Australia mengungkapkan rencana untuk berhenti mengirim pencari suaka ke pulau itu.

Mengutip BBC (6/10/2021), Australia mengatakan pengaturannya dengan Papua Nugini akan selesai pada akhir tahun ini.

Tapi, kebijakan pemrosesan migran lepas pantai disebut tetap akan dilakukan.

Baca Juga: Zodiak Bulan Oktober: Libra Sosok Romantis, Scorpio Penuh Kasih Sayang, Cek Juga Sifat, Karier hingga Percintaannya

“Kebijakan perlindungan perbatasan Australia yang kuat… tidak berubah,” kata Menteri Dalam Negeri Karen Andrews, Rabu.

"Siapa pun yang mencoba memasuki Australia secara ilegal dengan kapal akan dikembalikan, atau dikirim ke Nauru," tambahnya, tanpa mengklarifikasi bahwa mencari suaka bukanlah ilegal.

Kemudian, sebanyak 120 pencari suaka dan pengungsi yang tersisa di PNG akan memiliki pilihan untuk bermukim kembali di sana atau dipindahkan ke tahanan di Nauru.

Selain akibat kerusuhan yang terjadi, secara total, 13 orang yang ditahan oleh Australia di Papua Nugini dan Nauru telah meninggal karena kekerasan, kurangnya perhatian medis, hingga bunuh diri.

Baca Juga: Rasanya Memang Sangat Lezat, Tapi Waspada dengan 4 Makanan Ini, Bisa Jadi Penyebab Kista!

Terkait penutupan itu, mantan tahanan dan pengungsi Thanus Selvarasa mengatakan bahwa itu "keputusan yang baik, tapi delapan tahun terlalu lama dan PNG tidak aman bagi pengungsi untuk bermukim kembali".

"Kami datang ke Australia mencari suaka, kami dipindahkan ke pemrosesan lepas pantai. "Mereka mengubah kebijakan setiap kali, mereka bermain politik dengan hidup kami," katanya dalam sebuah pernyataan.

Aktivis lain menyerukan Australia untuk menyediakan pemukiman kembali yang aman bagi laki-laki yang tersisa.

Baca Juga: Bikin Panik Seisi Bumi Karena Terus-Terusan Kirim Pesawat Tempur Hingga Pasukan Militer, Pejabat Taiwan Ini Bocorkan Kapan China Akan Menyerang Negaranya

Australia telah mengirim lebih dari 1.900 pria ke pusat-pusat penahanan di pulau itu sementara permohonan status pengungsi mereka sedang diproses.

Banyak yang telah mendekam di sana selama bertahun-tahun karena Australia memperketat undang-undang imigrasinya pada tahun 2013 untuk menolak visa pemukiman kembali bagi pencari suaka yang tiba dengan kapal.

Australia berpendapat kebijakannya dapat dibenarkan karena mencegah kematian di laut.

Tetapi pusat penahanan Australia di Papua Nugini dan Nauru telah banyak dikritik, disebut berbahaya, tidak manusiawi, dan melanggar hukum internasional.

Baca Juga: Banyak Disukai, Hati-hati Makan Tempe yang Dibungkus Daun Pisang, Jika Tidak Hal Mengerikan Ini Bisa Terjadi pada Tubuh, Apa Itu?

(*)

Artikel Terkait