Intisari-Online.com -Ketika Amerika Serikat (AS) membagikan rencana kapal selam bertenaga nuklir dengan Inggris pada 1950-an, saat yang sama ketika reaktor nuklir juga dibangun di dua negara, negara Australia yang kaya dengan uranium.
Kesepakatan ANZUS yang disepakati Selandia Baru dan AS setelah Perang Dunia II, termasuk kerjasama pertahanan, tapi tidak pernah mencapai pertukaran rahasia tingkat tinggi.
Australia telah mengembangkan kapal selam konvensional dan tidak pernah membangun generator nuklir karena batu bara murah dan berlimpah dan reaktor bertenaga batubara jauh lebih sederhana.
Namun ide pengembangan reaktor nuklir tidak pernah hilang dari angan Australia.
Australia sudah melakukan penelitian kecil untuk reaktor nuklir dengan Institute of Nuclear Science and Engineering, seperti dikutip dari Asia Times.
Segmen Koalisi pemerintah di Canberra telah mendorong pilihan energi nuklir sejak setidaknya 2018 sebagai cara membangun pangkalan energi skala besar ketika reaktor bertenaga batubara ditutup dan tidak digantikan.
Politikus telah berargumen energi terbarukan tidak akan cukup, sementara baterai tidak punya kapasitas sebagai energi dasar.
Dan mereka berargumen simpanan uranium Australia yang berlimpah akan menjadi langkah mencapai sumber nuklir yang realistis dan murah.
Di luar mereka yang secara dasar menentang tenaga nuklir atas dasar moral dan keselamatan adalah mereka yang percaya kesenjangan teknologi akan tertutup jauh sebelum bahkan reaktor nuklir skala kecil dapat dibangun.
Bagi kedua belah pihak, pengumuman kesepakatan AUKUS baru yang memberikan teknologi kapal selam AS diberikan ke Australia sebagai bagian dari kesepakatan keamanan antar tiga negara, akan tampak memberikan langkah pasti terhadap pengembangan senjata nuklir.
Namun Perdana Menteri Scott Morrison sejauh ini sudah membuat pernyataan jika AUKUS bukanlah perjanjian untuk senjata nuklir.
"Inisiatif besar pertama AUKUS adalah untuk memberikan armada kapal selam bertenaga nuklir untuk Australia," Morrison pada 16 September.
"Pada 18 bulan besok, kami akan bekerja sama mencari cara menentukan cara terbaik mencapai ini. Hal ini meliputi penilaian intens atas apa yang kami perlukan untuk melatih tanggungjawab penatagunaan nuklir di Australia."
Namun, Australia juga melangkah mendekat kepada menjadi rumah bagi pengelolaan sampah radioaktif skala besar yang beberapa menyebut bisa juga dipakai untuk sampah nuklir.
Menteri Sumber Daya Australia Utara Keith Pitt menyebutkan invensi untuk mengklaim wilayah Napandee, Australia Selatan, sebagai situs baru fasilitas penanganan sampah nuklir pertengahan Agustus lalu setelah mencatat wilayah yang stabil secara geologis sebagai lokasi yang dipilih.
Penerbitan deklarasi memulai proses legislatif bagi pemerintah guna memperoleh situs dekat kota Kimba.
Australia Selatan telah lama menjadi pesaing utama negara bagian untuk jenis fasilitas ini, juga menjadi tempat armada baru kapal selam nuklir dapat dibangun, terlepas dari tantangan teknis stratosfer.
Fasilitas itu akan secara besar menampung sampah medis dan sampah tingkat rendah dan menengah, saat ini, sampah-sampah yang sama disebar ke 100 lokasi.
Para politikus yaitu dari perdana menteri sebelumnya Bob Hawke sampai mantan senator independen sayap kanan Cory Bernardi, yang keluar dari Liberal untuk mencalonkan diri tapi kemudian kalah, hampir menyebabkan tumpahan sepanjang jalan, telah melihat nilai dari mengimpor sampah nuklir negara lain.
Logika kepemilikan tradisional dari nilai imbal baliknya ini tidak mendapatkan persetujuan dari publik yang lebih luas.
"Pemerintah Australia telah mengikuti proses menyeluruh selama 6 tahun, bekerja dengan komunitas lokal dan menjalankan studi teknis," ujar Pitt, mengklaim lebih dari 60% dari warga lokal terbantu lewat pembuangan ini.
Memang masih jalan panjang menghubungkan penyimpanan sampah ini dengan kapal selam Australia, karena kapal selam ini baru tersedia 18 bulan ke depan.
Beberapa pakar telah memperkirakan akan butuh 10 tahun sebelum kapal selam pertama terbangun dan siap meluncur di lautan.