Saat Kucuran Dana Terus Mengalir untuk Industri Baterai Lithium Indonesia, Siapa Sangka Industri Baterai Lithium dan Nikel Indonesia-China Malah Dicacat Mati-matian oleh Pihak Internasional, Mengapa?

May N

Penulis

PT Indonesia Weda Bay Industrial Park (Kawasan Industri PT Indonesia Weda Bay) tempat produksi senyawa nikel untuk produksi baterai lithium Indonesia di Kalimantan

Intisari-Online.com -Industri baterai lithium Indonesia sudah masuk ke langkah selanjutnya, dengan pertengahan September lalu dua perusahaan Korea Selatan (Hyundai dan LG) mendirikan pabrik baterai lithium di Karawang.

Menyusul investasi tersebut, dua perusahaan China Shenzhen Chengxin Lithium Group dan Tsingshan Holding Group siap menjadi gurita investor baterai lithium Indonesia yang akan dibangun di Kawasan Industri Morowali, Sulawesi Tengah.

Kawasan Industri Morowali memang sudah menjadi kawasan industri baru tempat dibangun pabrik-pabrik baru untuk menggenjot ekonomi Indonesia.

Kini, lokasi tersebut menjadi tempat gelonggongan dana dari para investor terkemuka.

Baca Juga: Perkembangan Industri Baterai Mobil Listrik Indonesia Tak Lagi Angan Semata, Produsen Senyawa Lithium Terbesar Ketiga di Dunia Ini Kini Ikut Muluskan Ambisi Luhut dan Jokowi Ini

Nama Tsingshan Holding Group bukanlah nama asing dalam investasi di Indonesia.

Ia juga menjadi buah bibir pasar nikel dunia karena berhasil menggenjot produksi senyawa nikelnya setelah memproduksi di Indonesia.

Mereka menjadi investor utama smelter nikel di Indonesia.

Rupanya, smelter nikel ini juga menjadi kunci pengembangan industri baterai lithium atau baterai kendaraan listrik (EV) di Indonesia, seperti dikutip dari South China Morning Post.

Baca Juga: Sudah Guncang Dunia Karena Gurita Produksi Nikel di Indonesia, Perusahaan China Ini Akan yang Memegang Kendali Produksi Baterai Lithium di Indonesia

Sayang, baru saja Indonesia gembira untuk kemajuan negara, banyak yang mencacat industri baterai lithium Indonesia.

Banyak pakar lingkungan memperingatkan proyek tersebut berbahaya.

Ternyata, diperlukan penanganan yang hati-hati agar tidak merusak lingkungan dan komunitas sekitar.

April lalu, Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi, Luhut Panjaitan, mengatakan jika Indonesia sudah berbicara dengan Tsingshan dan Fortescue Metals Group dari Australia guna membangun kawasan industri baru untuk tempat peleburan bijih besi, bijih nikel dan tembaga.

Baca Juga: Kegirangan Punya Harta Karun yang Diprediksi Bisa Membuat Indonesia Kaya Raya di Masa Depan, Media Hong Kong Ini Malah Sebut Pemerintah Indonesia Lakukan Pekerjaan Bodoh Gara-gara Hal Ini

Ketiga logam ini ternyata penting guna menyediakan kebutuhan global untuk teknologi baru.

Rencananya, smelter ini akan berada di dekat pembangkit listrik hidropower 11 ribu megawatt di provinsi Kalimantan Utara.

Saat ini smelter ini dibangun oleh perusahaan konstruksi energi China, PowerChina, serta perusahaan Indonesia Kayan Hydro Energy.

Fase pertama proyek pembangkit listrik hidropower ini diharapkan selesai pada 2025 mendatang.

Baca Juga: Sudah Guncang Dunia Karena Gurita Produksi Nikel di Indonesia, Perusahaan China Ini Akan yang Memegang Kendali Produksi Baterai Lithium di Indonesia

Menariknya, tambang Australia Fortescue Metals yang menyumbang bijih besi Australia ke China, menjelaskan mereka tidak bekerjasama dengan Tsingshan untuk membangun estate industri baru, terutama pabrik smelter.

Fortescue melalui anak perusahaannya, Fortescue Future Industries akan membantu Indonesia membangun lebih banyak proyek energi hijau, contohnya proyek hidropower negara serta sumber geothermal.

Sesuai kesepakatan yang disepakati kedua negara tahun lalu, Fortescue Future Industries mengatakan akan melakukan studi kecocokan untuk mengembangkan lebih banyak proyek hijau bebas karbon.

Perusahaan itu juga akan membangun pembangkit listrik geothermal 25 Gigawatt (GW) dan pembangkit listrik 60 GW di Papua dan Kalimantan Timur dan Utara.

Baca Juga: Indonesia Berhasil Dijadikan China Sebagai Pabrik Listrik Mereka, Tetapi Menteri Luhut Justru Ketar-ketir Karena Hal Ini

Proyek-proyek ini akan menguntungkan lebih banyak bisnis lokal dan rantai suplai mereka serta mendulang ekspor Indonesia, klaim perusahaan Australia itu.

"FFI berupaya mengambil posisi pemimpin dalam energi hijau dan industri produk hijau, menguatkan ekonomi dan menciptakan lapangan kerja saat kita berpindah dari bahan bakar fosil," ujar CEO Fortescue Future Industries di This Week in Asia.

Menarik investor

Scott Ye, direktur PT Indonesia Weda Bay Industrial Park, mengatakan rencana membangun pabrik logam di Kalimantan masih "didiskusikan".

Baca Juga: Padahal Harta Rp92 Triliun Ditemukan Tertimbun di Bawah Rumahnya, Pemilik Rumah Ini Sepeserpun Tak Bisa Menikmatinya, Tapi Justru Mengaku Bahagia Karena Ini

Bijih nikel yang ditambang dari tambang itu sebagaimana yang ditambang dari tambang nikel lain, Tambang Industri Morowali, kini digunakan besar-besaran untuk produksi stainless steel.

Namun Indonesia akan menggunakannya untuk produksi baterai lithium tahun 2024.

Membangun smelter dekat pembangkit listrik hidropower artinya Tsingshan bisa mencapai tujuannya mengoperasikan tambang nol-karbon.

Dengan ini, tuntutan untuk menjadi pembuat kendaraan elektrik global akan terpenuhi.

Baca Juga: Pantesan Indonesia Manggut-manggut Lautnya Dilewati Kabel Raksasa dari Australia Sampai Singapura, Suntikan Rp 40 Triliun Ini Bisa Jadi Pemulus Proyek Dua Negara Tetangga Ini di Indonesia

Tsingshan bulan lalu umumkan mereka akan membangun 2000 megawatt pembangkit listrik solar dan angin di Indonesia dalam 5 tahun ke depan.

Sampai saat ini, smelter nikel di Indonesia bergantung pada energi dari pembakaran batubara.

"Ada banyak permintaan (untuk nikel hijau) dari baik perusahaan EV China atau negara lain.

"Namun ada juga banyak tekanan dari pemerintah, contohnya China, untuk mengurangi emisi karbon dioksida," ujar Ye saat webinar yang diprakarsai Klub Koresponden Luar Negeri Jakarta.

Baca Juga: Sempat Dikabarkan Resesi, Ternyata Beginilah Pertumbuhan Ekonomi Daerah-daerah di Indonesia Tahun 2020 Lalu, Siapa Sangka Provinsi Papua Ungguli Pertumbuhan Ekonomi di Jawa

Elon Musk, CEO Tesla, tahun lalu mengatakan perusahaannya akan memberikan "kontrak raksasa" untuk pembuat baterai yang dapat menyediakannya dengan nikel ramah lingkungan.

Indonesia sudah menargetkan untuk mendapatkan kontrak itu.

Nikel kembali dicari berkat pasar EV tapi juga karena AS dan negara lain mencari cara mengamankan rantai suplai logam penting itu, mengurangi ketergantungan pada satu penyuplai saja.

Indonesia sendiri memiliki sumber daya nikel terbesar di dunia yang diharapkan bertahan lebih dari 30 tahun.

Baca Juga: Menteri Luhut Sampai Menyebutnya 'Pembuka' Industri Kendaraan Elektrik di Indonesia, Smelter Nikel RI-China Ini Dicacat Mati-matian Oleh Pihak Internasional, Ini Sebabnya

Indonesia dulunya adalah produsen nikel terbesar sampai mendapat larangan ekspor bijih nikel tahun lalu untuk mengembangkan rantai suplai yang lengkap.

Kini tantangan yang dimiliki Indonesia adalah kurangnya dana, kemampuan dan teknologi yang diperlukan untuk mengembangkan sektor nikel, ujar Lin Che Wei, pendiri firma peneliti di Indonesia, Independent Research and Advisory Indonesia.

Tantangan lainnya adalah ancaman kerusakan lingkungan, yang berarti pabrik logam nikel harus tidak memiliki dampak negatif terhadap komunitas lokal dan hutan di Kalimantan.

Ingin mendapatkan informasi lebih lengkap tentang panduan gaya hidup sehat dan kualitas hidup yang lebih baik?Langsung saja berlangganan Majalah Intisari. Tinggal klik di sini

Artikel Terkait