Penulis
Intisari-Online.com -Perhatian seluruh pasar saham dunia sedang tertuju sepenuhnya kepada China terutama satu perusahaan besar di China ini.
Rupanya, perusahaan itu sedang terjebak dalam utang luar biasa besar.
Mengutip The Wall Street Journal, Evergrande Group adalah perusahaan pengembang properti yang sedang terancam bangkrut karena melewatkan pembayaran sebagian utang-utangnya.
Jika tidak diselesaikan, ternyata bisa menyeret negara-negara Asia lain, terutama Indonesia!
Apa kaitan perusahaan ini dengan Indonesia?
Mengutip Reuters, pemerintah Indonesia kini juga ikut memonitor situasi pasar finansial di China seperti dikatakan oleh Menteri Keuangan (Menkeu) Sri Mulyani Kamis kemarin.
Sri Mulyani sangat pusing dan peringatkan jika utang Evergrande dapat berdampak pada ekonomi dunia.
"Kita melihat risiko baru terhadap stabilitas sistem finansial di China," ujarnya kepada awak media dikutip dariReuters.
"Mereka sedang melalui situasi yang tidak mudah dan bisa menimbulkan dampak riak luar biasa tidak hanya terhadap ekonomi China lokal tapi juga pada dunia," ujar beliau.
Perusahaan apa sebenarnya Evergrande itu?
Mengutip BBC, Evergrande didirikan oleh pebisnis Hui Ka Yan, dulunya perusahaan ini bernama Hengda Group, didirikan tahun 1996 di Guangzhou, China selatan.
Evergrande Real Estate saat ini memiliki lebih dari 1300 proyek lebih dari 280 kota sepanjang China.
Holding company Evergrande Group kini berkembang luas tidak hanya dari pengembangan real estate.
Bisnisnya adalah dari berbagai manajemen kekayaan, membuat mobil elektrik dan pabrik makanan serta minuman.
Evergrande bahkan memiliki tim sepakbola terbesar China, Guangzhou FC.
Hui dulunya adalah orang terkaya Asia dan meskipun melihat kekayaannya turun beberapa bulan terakhir, ia tetap memiliki kekayaan pribadi lebih dari USD 10 miliar menurut Forbes.
Evergrande meluas secara agresif untuk menjadi perusahaan terbesar China dengan meminjam lebih dari USD 300 miliar.
Tahun lalu, Beijing menerapkan peraturan baru untuk mengontrol jumlah yang bisa dimiliki oleh pengembang real estate.
Aturan ini menuntun Evergrande menawarkan propertinya dalam diskon besar guna memastikan uang datang agar bisnis tetap berjalan.
Kini Evergrande kesulitan mendapatkan uang guna membayar bunga dari utang mereka.
Ketidakpastian ini telah membuat harga saham Evergrande jatuh sekitar 80% tahun ini.
Obligasinya juga telah turun oleh agensi rating kredit global.
Masalah Evergrande ini serius karena pertama banyak orang membeli properti dari Evergrande bahkan sebelum pekerjaan pembangunan dimulai.
Mereka telah membayar deposit dan dapat secara potensial kehilangan uang jika proyek tidak berhasil.
Ada juga perusahaan yang melakukan bisnis dengan Evergrande.
Firma termasuk kontruksi, rancangan dan pemasok material berisiko rugi besar-besaran dan sampai bisa bangkrut.
Ketiga adalah dampaknya pada sistem finansial negara sebesar China.
"Kejatuhan finansial akan berdampak luas. Evergrande dilaporkan berhutang uang kepada sekitar 171 bank lokal dan 121 firma finansial," ujar Unit Intelijen Ekonomi Mattie Bekink dikutip dari BBC.
Jika Evergrande mengalami default, bank dan peminjam lain terpaksa meminjamkan lebih kecil dari sebelumnya, menyebabkan yang dikenal krisis kredit, ketika perusahaan-perusahaan kesulitan meminjam uang dalam tingkat yang tercapai.
Krisis kredit dapat menjadi berita sangat buruk untuk ekonomi terbesar kedua di dunia karena perusahaan yang tidak bisa meminjam uang akan kesulitan tumbuh dan di beberapa kasus tidak bisa terus beroperasi.
Hal ini akan menyebabkan investor asing menarik diri, karena melihat China sebagai tempat yang kurang menarik untuk menaruh uangnya.
Dampak pada ekonomi Indonesia
Evergrande berdampak pada ekonomi Indonesia karena sumber ekonomi Indonesia bergantung besar kepada China, dan Evergrande bisa mengguncang China.
Mengutip Kontan, Sri Mulyani mengatakan ekonomi Indonesia terus terakselerasi dan selama ini perbaikan ekonomi tampak menjanjikan dilihat dari sisi konsumsi dan produksi yang menunjukkan pertumbuhan.
Menteri Keuangan tersebut memprediksi perekonomian Indonesia kuartal III-2021 ada di rentang 4%-5% year on year (yoy) dan akan tumbuh lebih tinggi di kuartal IV-2021.
Keseluruhan tahun 2021 ini, Sri Mulyani juga optimis ekonomi tumbuh 3,7%-4,5% yoy.
Namun beberapa lembaga internasional telah merevisi pertumbuhan ekonomi Indonesia diprediksikan ke bawah, contohnya Organization for Economic Co-operation and Development (OECD) sebelumnya 5,1% yoy menjadi 4,9% yoy.
Semoga dampak riak Evergrande ini tidak meruntuhkan perekonomian Indonesia yang terus menggeliat di tengah krisis yang muncul karena Covid-19.