Intisari-Online.com – Frasa ‘Rektor UI’ rupanya cukup trending di jagat twitter, hanya gara-gara Rektor Universitas Indonesia (UI) yang merangkap jabatan.
Pada akhir Juni lalu, jagat media sosial dan media online dihebohkan dengan isu rangkap jabatan Rektor UI Ari Kuncoro sebagai pejabat di BUMN.
Ketika itu, Statuta UI yang diatur dalam Peraturan Pemerintah Nomor 68 tahun 2013, dengan tegas melarang Rektor UI merangkap jabatan, termasuk di antaranya menjadi pejabat di perusahaan pelat merah.
Di masa lalu, pernah mendengar kisah Rektor UI Prof. Soemantri Brodjonegoro yang merangkap jabatan?
Prof. Soemantri bahkan memegang 11 jabatan yang luar biasa, bagaimana dia bisa memegang jabatan sebanyak itu?
Majalah Intisari edisi April 1967 pernah memuat tentang sosok Prof.Dr.Ir. Soemantri Brodjonegoro sebagai Rektor UI.
Ketika menjadi Rektor UI, jangan pernah membayangkan bahwa Prof. Soematri itu seorang tua renta yang sudah pikun atau punya kebiasaan-kebiasaan aneh, seperti biasanya gambaran seorang profesor.
Jangankan reyot, tanda-tanda ketuaan pada Prof. Soemantri bahkan sedikit pun tak nampak.
Dia masih gesit, cekatan, dengan badan yang tinggi kokoh, yang ketika itu masih berusia 41 tahun.
Tahun 1946 ketika Belanda melancarkan agresinya yang pertama menyerbu Yogyakarta, Soematri juga meninggalkan bangku kuliah dan ikut angkat senjata.
Rupanya Prof. Brodjonegoro, ayah Soemantri, berhasil menjadikan puteranya seorang patriot.
Brodjonegoro, si ‘jago tua’ ini merupakan bapak Pendidikan Masyarakat, yang selama hidupnya tak pernah mau bekerja sama dengan penjajah ini, juga aktif memberantas buta huruf.
Sementara, Soemantri dalam perjuangannya pernah merasakan sendiri bagaimana ‘berurusan’ dengan orang-orang komunis, bahkan sempat dijatuhi hukuman mati hanya karena seragam TNI yang dikenakannya.
Namun, Tuhan masih melindunginya ketika kesatuan Siliwangi sedang membebaskan Madiun.
Setelah penyerahan kedaulatan dan pemerintah pusat pindah dari Yogya ke Jakarta, Soemantri dibebastugaskan dari dinas ketentaraan karena ingin melanjutkan kuliah yang tertunda.
Soemantri pun kembali ke bangku kuliah sebagai mahasiswa biasa, bukan sebagai tentara tugas belajar.
Sesudah menamatkan tingkat dua pada Sekolah Teknik Tinggi (yang kemudian menjadi Fakultas Teknik) UGM, lalu mendapatkan beasiswa dari Kementerian Angkatan Perang dan dikirim ke negeri Belanda untuk melanjutkan belajar.
Sayangnya, di Delft Belanda, ternyata ijazahnya tidak diakui, jadi dia harus mengulang lagi dari tingkat pertama.
Namun, akhirnya jerih payahnya berhasil. Tahun 1956 Soemantri lulus sebagai insinyur kimia teknik, lalu dua tahun kemudian ia berhasil memperoleh gelar Doktor dalam ilmu kimia teknik.
Dua gelar yang diperolehnya kini ditambahkan di depan namanya setelah bertahun-tahun belajar, yaitu DR dan Ir.
Tahun 1958 ketika Soemantri sekeluarga dipulangkan ke Indonesia, dia ditugaskan di Staf Umum Angkatan Darat (SUAD), namun dia tidak betah karena tidak ada sangkut pautnya dengan yang telah dipelajarinya bertahun-tahun.
Ada permintaan dari ITB agar Soemantri mengajar di Bandung, karena mereka kekurangan ahli kimia teknik bangsa Indonesia.
Di bawah pimpinan Soemantri bagian kimia teknik berkembang pesat, lalu dia diangkat menjadi Kepala bagian kimia teknik dan Pembantu Rektor ITB urusan akademis.
Lima tahun pengabdiannya di ITB, dari tahun 1959 smapai tahun 1964, membuat namanya bukan saja terkenal di Indonesia bahkan sampai luar negeri.
Dan belum genap usianya 40 tahun, di depan namanya sudah berjejer gelar Prof. Dr. Ir.
Bulan Agustus 1964, Soemantri ditunjuk untuk mengepalai Universitas Indonesia (UI), salah satu universitas yagn paling tua di Indonesia.
Universitas induk yang menjadi khasanah ilmu dan pusat kebudayaan ini mempunyai sembilan fakultas (ketika itu) dan kira-kira 10.000 mahasiswa.
Meletusnya G30S, membuat UI menjadi buah bibir karena Fakultas Kedokteran UI yang menjadi pusat kebangkitan Orde Baru, tempat pertama yang berani buka mulut menuntut kebenaran dan keadilan.
UI diteror, dicaci-maki, dan ditutup pada tanggal 3 Maret 1966, yang membuat ‘bapak’nya anak-anak Salemba ini menjadi serba sulit.
Karena sebagai alat pemerintah, Soemantri harus tunduk pada perintah-perintah atasan, tetapi jiwanya bisa memahami apa yang dituntut oleh ‘anak-anaknya’ itu.
Selain menjadi Rektor UI dan Dekan FIPIA, Soemantri juga menjabat kira-kira belasan jabatan penting lainnya.
Antara lain sebagai Direktur Pusat Penelitian Nasional, Direktur Lembaga Kimia Nasional, Ketua Dewan Ahli Lembaga Pertahanan Nasional, yang dipercayakan untuk melatih para Sekjen, Irjen, dan Dirjen Kabinet Ampera, dan lain-lain.
Di dunia internasional, Soemantri menjadi Anggota Kehormatan Akademi Ilmu Pengetahuan Rumania, yang membuat publikasinya tersebar di mana-mana dan diterbitkan di London, Paris, dll.
Sang istri, Dokter Nani Soeminarsari Soemantri, adalah istri yang penuh pengertian akan pengabdian suaminya dan rela berkorban untuknya.
Rupanya, buah benar-benar jatuh tak jauh dari pohonnya.
Salah satu putra Prof. Dr. Ir. Soemantri Brodjonegoro, yaitu Bambang Brodjonegoro, diamanatkan menjadi Menteri Riset dan Teknologi sekaligus Kepala Badan Riset Inovasi Nasional dalam Kabinet Indonesia Maju periode 2019-2024, mengutip kompas.com (23/10/2019).
Pengumuman tersebut ketika itu disampaikan oleh Presiden Joko Widodo di Istana Kepresidenan, Jakarta pada Rabu (23/10/2019)/
Sebelum memegang jabatannya sekarang sebagai Kepala Menristek, Bambang pernah mengisi jabatan yang sekarang dipegang oleh Sri Mulyani.
Ingin mendapatkan informasi lebih lengkap tentang panduan gaya hidup sehat dan kualitas hidup yang lebih baik? Langsung saja berlangganan Majalah Intisari. Tinggal klik di https://www.gridstore.id/brand/detail/27/intisari