Penulis
Intisari-Online.com- Ketegangan di kawasan Laut China Selatan belum mereda.
China yang berseteru dengan aliansi Amerika (Australia, Inggris, dan AS) kini mengintensifkan patroli di Laut China Selatan (LCS).
Bahkan kabarnyakapal milik China, mulai dari kapal coast guard hingga kapal perang, berkeliaran di wilayah Zona Ekonomi Ekslusif atau ZEE Indonesia, tepatnya di Laut Natuna Utara.
Bahkan kehadiran kapal-kapal China tersebut membuat takut nelayan Indonesia untuk melaut.
Indonesia mungkin tidak mengklaim Kepulauan Spratly yang disengketakan, tetapi beberapa insidenadalah ujian nyataPresiden Joko Widodo untuk mengubah negara ini menjadi kekuatan maritim , sebuah kebijakan yang berarti menegaskan kedaulatan atas batas lautnya yang luas.
Meskipun sangat mendukung upaya untuk membuat Kode Etik untuk mencegah bahaya konflik terbuka, pendekatan Indonesia selama ini tampak aneh terombang-ambing di saat persaingan negara adidaya di kawasan sedang memanas.
Melansir National Interest, sebelumnya mantan presiden Susilo Bambang Yudhoyono menutup mata terhadap tiga insiden, dua pada 2010 dan satu pada 2013, di mana kapal perang China memaksa kapal perlindungan perikanan Indonesia melepaskan pemburu China yang ditangkap di perairan Natuna.
Tidak hanya sembilan garis putus-putus yang menjadi ambiguitas menjengkelkan yang ditolak Beijing untuk dijelaskan.
Insiden-insiden itu, menunjukkan bahwa China bersedia menggunakan ancaman kekerasan untuk menegakkan versi batas maritimnya.
Joko Widodo sama-sama tentatif dalam pendekatannya ke Beijing, terutama dengan perusahaan-perusahaan China yang membiayai dan membangun beberapa usaha infrastrukturnya yang berharga.
Waktu itu, Indonesia berhasil menahan delapan awak kapal pukat dan melancarkan protes resmi, Susi Pudjiastuti yang waktu itu jadi menteri Kelautan dan Perikanan memanggil Duta Besar China Xie Feng untuk meminta penjelasan.
Indonesia selalu mengklaim tidak memiliki perselisihan dengan Beijing di Laut Cina Selatan, tetapi bahkan sejak adanya pernyataan Kementerian Luar Negeri Cina yang mengklaim kapal pukat itu berada di “daerah penangkapan ikan tradisional China” akan sulit untuk diabaikan.
Meskipun Indonesia telah menenggelamkan ratusan kapal penangkap ikan asing sejak tindakan keras terhadap nelayan ilegal mulai berlaku pada awal kepresidenan Widodo pada akhir 2014, hanya satu yang berasal dari China – dan bahkan yang telah ditangkap pada tahun 2009.
Segera setelah kampanye dimulai, Pudjiastuti menerima surat tanpa tanda tangan di rumahnya, dengan cap Kedutaan Besar China, yang memperingatkan konsekuensi mengerikan jika kapal pukat China yang ditangkap ditenggelamkan, seperti yang berasal dari Thailand, Vietnam, dan negara tetangga lainnya.
Selain itu, baru-baru ini beredar dugaan pembobolan data 10 kementerian dan lembaga negara oleh kelompok hacker China, Mustang Panda.
DiberitakanTribunNewssebelumnya, peneliti keamanan internet Insikt Group, milik media internasional TheRecord, mengungkapkan system jaringan internal 10 Kementerian dan Lembaga pemerintah di Indonesia, termasuk BIN, yang dibobol sekelompok peretas asal China.
Berdasarkan laporan tersebut, peneliti mendeteksi bahwa aksi pembobolan tersebut ada hubungannya dengan Mustang Panda.
Para peretas disebutkan menggunakan private ransomware bernama Thanos.
Bahkan peretasan tersebut dikaitkan dengan upaya spionase Tiongkok dalam menghadapi situasi yang menghangat di Laut China Selatan.
(*)