Penulis
Intisari-Online.com -Pemerintah Indonesia telah memutuskan hanguskan kesepakatan USD 1 miliar dengan Norwegia yang bersyarat Indonesia harus melestarikan hutan hujan tropisnya untuk mengurangi emisi karbon dioksida.
Pemerintah Indonesia mengatakan keputusan ini dibuat setelah konsultasi menyeluruh dan lambatnya pembayaran dari Norwegia.
Mengutip mongabay.com, pemerintah Indonesia mengklaim proses pembayaran yang lambat sebagai salah satu alasannya mundur.
Indonesia saat ini masih menjadi rumah bagi hutan hujan tropis di dunia, setelah Brasil dan Republik Demokratik Kongo.
Ketika hutan hujan tropis ini dihancurkan atau dijadikan lahan-lahan industri atau tempat tinggal, karbon dioksida dalam jumlah yang besar akan dilepaskan ke atmosfer.
Indonesia sudah menjadi penyumbang utama emisi gas karbon dioksida dari deforestasi (penggundulan hutan), kebakaran hutan dan hancurnya tanah gambut.
Namun tingkat deforestasi Indonesia sudah menurun pada beberapa tahun terakhir.
Tahun 2019, pemerintah Norwegia sepakat membayar 530 juta Krone Norwegia (USD 56 juta) untuk pencegahan pelepasan emisi yang dilakukan Indonesia.
Indonesia saat itu berhasil mencegah 11.23 juta ton setara karbon dioksida (CO2e) melalui pengurangan tingkat deforestasi tahun 2017.
Indonesia dan Norwegia sepakat bertransaksi simpanan karbon ini sejak tahun 2010, lewat Letter of Intent di bawah program REDD+ (Reducing Emissions from Deforestation and Forest Degradation) atau Pengurangan Emisi dari Penggundulan Hutan dan Degradasi Hutan.
Ketika pengumuman dibuat, banyak pihak yang terkejut termasuk para aktivis lingkungan.
Pasalnya pendanaan tersebut berfungsi sebagai hadiah karena upaya Indonesia mengurangi penggundulan lahannya, serta bantuan untuk mendorong penanggulangan perubahan iklim yang lainnya.
Kementerian Luar Negeri Indonesia mengatakan keputusan ini dibuat 'setelah serangkaian konsultasi antar kementerian'.
Pemerintah Indonesia juga menyebut pembayaran yang masih kurang.
Alue Dohong, Wakil Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan Indonesia sebelumnya mengatakan jika Indonesia sudah memenuhi semua kebutuhan agar pembayaran dilakukan.
"Yang saya tahu adalah pembayaran belum dibuat oleh Norwegia," ujarnya dikutip dari Mongabay.
"Itu salah satu kemungkinan alasan mengapa LOI dibatalkan, menurut saya."
Merespon pembatalan tersebut, pemerintah Norwegia mengatakan kedua pemerintah telah terlibat dalam diskusi kesepakatan hukum untuk transfer pembayaran hasil, dengan kontribusi direncanakan dimasukkan ke dalam Pendanaan Lingkungan Indonesia yang baru dibentuk.
"Sampai pengumuman pembatalan ini, diskusi terkait hal ini masih dilakukan dan dalam pandangan Norwegia, diskusi berjalan dengan baik dan konstruktif, di dalam kerangka yang diciptakan oleh batasan hukum kedua negara," ujar pemerintah Norwegia dalam pernyataan resminya.
Meski bubar, Kemenlu mengatakan hal ini tidak mengubah komitmen Indonesia mengurangi emisi gas rumah kaca dan menangkis perubahan iklim.
"Indonesia telah mencatat berbagai kemajuan yang signifikan dan pencapaian untuk memenuhi kewajiban di bawah Kesepakatan Paris, yang telah diratifikasi, termasuk memenuhi tujuan pembangunan berkelanjutan (SDG)," ujar Menlu Indonesia Retno Marsudi.
"Pencapaian Indonesia juga bisa dilihat di antara lainnya, dalam hal tingkat penggundulan hutan tertendah dalam 20 tahun terakhir termasuk pengurangan signifikan pada kebakaran hutan."
Pemerintah Norwegia juga mengatakan akan lanjut mendukung upaya Indonesia melawan penggundulan hutan.
"Mengingat komitmen kami di LOI, dan hasil hebat Indonesia, kami mencarai cara mendukung upaya Indonesia dengan kontribusi tahunan signifikan serupa tahun-tahun yang akan datang," ujar pemerintah Norwegia.
"Kami sangat mengapresiasi kolaborasi kami dan siap mendukung dalam cara yang disepakati kedua negara, terhadap upaya Indonesia melindungi hutan dan hutan gambutnya."