Sementara Jakarta Diprediksi Tenggelam Tahun 2050, 6 Kota Besar di Dunia Ini Diramal Bakal Alami Banjir Parah di Tahun yang Sama

Muflika Nur Fuaddah

Penulis

Intisari-Online.com - Perubahan iklim adalah hal nyata yang harus kita hadapi.

Iklim berubah, dunia berubah, dan kondisi alam juga berubah.

Berikut beberapa kota besar yang diprediksi akan dilanda banjir parah, seperti yang dilansir dari DW Indonesia pada Sabtu (5/6/2021).

1. Hanoi, Vietnam

Lebih dari 31 juta orang, hampir seperempat dari total populasi Vietnam, diperkirakan akan menghadapi ancaman banjir.

Baca Juga: Tiba-tiba 'Diserbu' Puluhan Ribu Tunawisma Sementara Sumber Makanan Luluh Lantak, Timor Leste Sampai Harus Dikeroyok Dua Negara untuk Bisa Pulih dari Bencana Banjir

Genangan air akibat rob setidaknya akan terjadi sekali setahun hingga 2050, demikian menurut Climate Central.

Pada tenggat masa itu, banjir rob tahunan secara khusus akan memengaruhi daerah padat penduduk di Delta Mekong dan pantai utara di sekitar ibu kota Vietnam, Hanoi.

2. Shanghai, China

Tempat tinggal bagi 93 juta orang yang saat ini tinggal di China daratan kemungkinan akan terendam banjir pada 2050 akibat banjir rob, demikian hasil penelitian yang dirilis organisasi sains independen asal AS, Climate Central.

Shanghai yang merupakan kota terpadat di China, diperkirakan akan menjadi kota yang paling rentan terdampak banjir rob karena tidak punya sistem pertahanan pantai.

Baca Juga: Bak Jatuh Tertimpa Tangga, Beginilah Kondisi Ekonomi Timor Leste Sekarang Setelah Dihajar Banjir Dasyat di Tengah Situasi Pandemi Covid-19

3. Kolkata, India

Di India, kenaikan permukaan laut diperkirakan membuat kawasan yang saat ini dihuni sekitar 36 juta orang itu rentan terkena banjir tahunan pada 2050.

Benggala Barat dan Odisha dianggap sangat berisiko, seperti kota Kolkata di bagian timur.

Menurut Climate Central, tidak adanya pertahanan pantai seperti tanggul, membuat ketinggian suatu tempat jadi penentu sejauh mana banjir akan merendam daratan.

4. Bangkok, Thailand

Lebih dari 10 persen warga di Thailand saat ini tinggal di daratan yang dapat terendam banjir pada 2050.

Baca Juga: Banjir Darah Bangsa Yahudi Diprediksi Terjadi di Indonesia, Israel Sebut Musuh Bebuyutannya Sedang Lakukan Perburuan Besar-besaran

Letak ibu kota politik dan komersial itu hanya 1,5 meter di atas permukaan laut, sehingga berisiko tergenang.

Pemetaan yang dilakukan Earth.Org, organisasi nonprofit yang berbasis di Hong Kong, menunjukkan 94 persen warga Thailand akan mengungsi karena banjir pada 2100.

5. Basra, Irak

Menurut model yang dibuat Climate Central, Basra juga sangat rentan terkena dampak banjir rob.

Sebagian besar dari kota terbesar kedua di Irak tersebut dapat tenggelam pada 2050. Para ahli memperkirakan dampaknya jauh melampaui perbatasan Irak, karena migrasi yang disebabkan oleh naiknya air laut dapat memicu atau memperparah konflik regional dan politik.

Baca Juga: Banjir Hebat di Timor Leste Sampai 'Tenggelamkan' Istana Negara, Rupanya Dili Sudah Jadi Langganan Banjir, Ini Upaya Mereka Lepas dari Banjir Sejak Merdeka

6. Alexandria, Mesir

Banjir juga dapat menyebabkan warisan budaya menghilang di masa depan. Alexandria didirikan oleh Alexander Agung lebih dari 2.000 tahun yang lalu, dan sebagian besar dari kota berpenduduk 5 juta di Mediterania itu terletak di dataran rendah.

Pemetaan yang dilakukan Earth.Org memperlihatkan bahwa tanpa pengendalian banjir atau program relokasi, sebagian besar kota dapat terendam pada 2100.

7. Jakarta, Indonesia

Meski tidak secara khusus tercantum dalam laporan Climate Central, namun Jakarta juga tak luput dari ancaman banjir kronis.

Menurut Badan Meteorologi, Klimatologi dan Geofisika (BMKG) potensi banjir meningkat di DKI Jakarta karena terjadi penurunan tanah di 40 persen wilayah ibu kota.

Baca Juga: Fotonya Sempat Viral Memanggul Kardus saat Terjadi Banjir di Timor Leste, Ternyata Xanana Gusmao Pernah Ditangkap Indonesia dan Nyaris Dihukum Mati Gegara Hal Ini

Jakarta tenggelam rata-rata 1-15 cm per tahun dan hampir separuh kota sudah berada di bawah permukaan laut.

Dengan perubahan iklim, Laut Jawa meningkat, air laut tambah tinggi, dan cuaca di Indonesia menjadi lebih ekstrim.

Awal bulan Desember 2017, badai cuaca aneh mengubah jalan-jalan Jakarta menjadi sungai dan menghambat hampir semua aktivitas di ibu kota.

Seorang peneliti iklim lokal, Irvan Pulungan, khawatir suhu udara akan meningkat beberapa derajat dan permukaan laut akan terus bertambah tinggi hingga tahun-tahun mendatang.

Hal tersebut jelas merupakan malapetaka bagi kota padat penduduk sekaligus pusat pemerintahan Indonesia ini.

Dilansir dariNew York Times, pemanasan global ternyata bukan satu-satunya penyebab di balik banjir besar yang menyerbu sebagian besar wilayah Jakarta pada tahun 2007.

Baca Juga: Tak Sampai Setengah Hari Usai Gelontorkan Rp77 Miliar untuk Bantu Timor Leste yang Luluh Lantak Akibat Siklon Tropis Seroja, Setengah Wilayah Negara Bagian dari Negara Ini Malah Diratakan oleh Badai yang Sama

Penyebab utamanya: warga Jakarta menggali sumur ilegal.

Menggali sumur ilegal seperti membuka saluran udara sebuah balon yang menahan kota ini di bawah permukaan tanah.

Sekitar 40% daratan Jakarta sekarang terletak di bawah permukaan laut.

Perubahan iklim di sini hanya memperburuk sejumlah keadaan yang sudah terlanjur terjadi.

Dalam kasus Jakarta, penduduk turut membantu kota ini tenggelam lebih cepat.

Pembangunan yang tak terkendali dan tanpa perencanaan matang serta kurangnya saluran pembuangan menjadi faktornya.

Baca Juga: Kini Sudah Bukan Siapa-siapa, Mantan Presiden Pertama Timor Leste Xanana Gusmao Turun Langsung Bantu Korban Banjir, Fotonya Beredar Luas di Internet

Beban bangunan jelas melebihi daya dukung tanah di Jakarta.

Belum lagi masalah lain seperti sungai yang kotor atau sampah yang berserak di atas air.

Ahli hidrologi mengatakan bahwa Jakarta hanya punya satu dekade untuk menghentikan proses tenggelamnya kota.

Jika tidak ada perubahan besar dan revolusi infrastruktur, Jan Sopaheluwakan, peneliti geoteknologi memprediksi Jakarta akan benar-benar tenggelam tahun 2050.

(*)

Artikel Terkait