Penulis
Intisari-Online.com – Belum lagi selesai pandemi Covid-19, kini muncul wabah virus Marburg di Guinea, Afrika.
Robert Steffen, Penasihat Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) dan Profesor Emeritus Epidemiologi di Universitas Zurich, Swiss, mengaku optimis bahwa pejabat kesehatan dapat menahan wabah virus Marburg yang ditemukan di Guinea.
Virus Marburg ini disebut mirip dengan virus Ebola.
Di Guinea yang terletak di benua Afrika itu, sebelumnya diketahui seorang laki-laki baru-baru ini meninggal karena penyakit demam berdarah.
Baca Juga: Sudah Tewaskan 3 Orang, Inilah Penjelasan Virus Marburg yang Mirip dengan Virus Ebola
"Pejabat Kesehatan di Guinea mengkonfirmasi bahwa satu orang telah meninggal karena penyakit yang menyebabkan gejala sakit kepala, muntah dan pendarahan," kata Steffen pada hari Senin kemarin.
Dikutip dari laman Sputnik News, Selasa (10/8/2021), Steffen yang memimpin Komite Darurat WHO untuk Ebola, menyampaikan sikap optimisnya bahwa penyebaran virus ini dapat ditahan.
Dia mengatakan hal tersebut karena orang yang melakukan kontak erat dengan pasien yang meninggal itu belum menunjukkan gejala.
"Per tiga hari yang lalu, satu pasien meninggal pada 2 Agustus dan empat orang kontak erat berisiko tinggi, tidak menunjukkan gejala apapun, sebanyak 145 kontak lainnya telah diidentifikasi dan sedang ditindaklanjuti. Mengingat pasien awal sudah menunjukkan gejala pada 25 Juli, dan mengetahui bahwa masa inkubasi bervariasi dari 2 hingga 21 hari, saya cukup optimis dan tentu saja berharap ini tidak berkembang menjadi wabah besar," tegas Steffen.
Orang yang meninggal karena penyakit virus Marburg tersebut tinggal di distrik Gueckedou Guinea, di mana kasus Ebola tercatat pada awal tahun ini.
Merupakan kasus virus pertama yang dilaporkan terjadi di Afrika Barat.
Diakui oleh Steffen bahwa para pejabat kesehatan negara itu khawatir virus Marburg dapat menyebar ke negara tetangga, seperti Sierra Leone dan Liberia.
Disinyalir berhentinya wabah ini sangat tergantung pada jenis virusnya.
"Sementara dalam wabah Ebola tingkat kematian kasus selalu melebihi 60 persen, hasil penyakit virus Marburg ini tergantung pada jenis virusnya. Di Uganda pada 2012 'hanya' 4 dari 17 orang atau sekitar 27 persen yang meninggal, sedangkan di wabah terbesar yang terjadi pada 2005 di Angola ada 374 kasus dan sebelumnya di DR Kongo ada 154 kasus, masing-masing ada 88 dan 83 persen pasien yang meninggal," jelas Steffen.
Virus Marburg ini diklaim memiliki kesamaan dengan flu burung dan MERS, karena diyakini ditularkan dari hewan ke manusia.
"Kelelawar buah Afrika diyakini sebagai inang alami virus Marburg," papar Steffen.
Hewan dan manusia melakukan kontak erat di Afrika Barat, demikian yang sudah digarisbawahi olehnya.
"Kelelawar buah dianggap sebagai inang alami virus Marburg, di wilayah terpencil di Afrika, secara tradisional ada interaksi erat antara hewan dengan manusia, interaksi ini dapat ditemukan di pasar," tutur Steffen.
Wabah virus Marburg terakhir yang diketahui terdaftar di benua Afrika adalah di Uganda pada 2017 lalu.
Ketika itu, 3 orang meninggal dalam wabah yang dilaporkan terjadi di distrik Kween dan Kapchorwa di Uganda timur.
Menurut laporan terbaru dari Guinea, 12 wabah besar virus Marburg telah dilaporkan terjadi sejak 1967 silam. (Fitri Wulandari)
Ingin mendapatkan informasi lebih lengkap tentang panduan gaya hidup sehat dan kualitas hidup yang lebih baik? Langsung saja berlangganan Majalah Intisari. Tinggal klik di https://www.gridstore.id/brand/detail/27/intisari