Advertorial
Intisari-online.com -Beberapa waktu yang lalu beredar kabar jika WHO akan mencoba obat bernama Remdesivir untuk obati Covid-19.
Obat yang diuji di Malaysia tersebut rupanya dikembangkan oleh perusahaan farmasi Gilead Sciences.
Melansir South China Morning Post, ada kabar baik dari perkembangan pengobatan tersebut.
Dua pertiga dari pasien Covid-19 dengan kondisi parah mengalami peningkatan kondisi setelah menerima pengobatan Remdesivir tersebut.
Obat yang awalnya digunakan untuk obati sakit Ebola tersebut memiliki kualitas menangkal virus.
Dalam penelitian dipublikasikan di New England Journal of Medicine Sabtu kemarin, Gilead Science mengatakan pengujian klinis telah dilakukan kepada 53 pasien.
"Kami tidak bisa menggambar kesimpulan pasti dari data ini," ujar Jonathan D Grein, direktur epidemiologi rumah sakit Cedars-Sinai Medical Centre di Los Angeles yang juga pimpinan penelitian ini.
"Namun observasi ini menunjukkan hasil yang membahagiakan."
Gilead Sciences berikan obat tersebut ke negara Amerika Serikat, Eropa dan Kanada serta Jepang.
22 pasien dari Amerika, 22 di Eropa atau Kanada dan 9 di Jepang.
Mereka menerima 200 mg injeksi Remdesivir pada hari pertama, diikuti dengan 100 mg Remdesivir setiap hari selama pengobatan 9 hari.
Peneliti mengatakan selama pertengahan waktu dalam 18 hari, 36 pasien yang harus dibantu pernapasannya telah membaik.
Termasuk 17 dari 30 pasien yang menerima ventilator.
Selanjutnya, total 25 pasien telah dipulangkan.
Meski begitu, ada tujuh pasien yang meninggal dan satu kondisinya makin memburuk.
Termasuk di antara mereka 6 dari 34 pasien yang menerima ventilator dan 1 dari 19 pasien tanpa ventilator.
Studi tunjukkan 32 pasien laporkan gejala sebagian besar seperti peningkatan enzim hepatik, diare, muncul ruam dan hipotensi (tekanan darah rendah).
Gejala ini lebih umum ada di pasien yang menerima ventilator untuk bernapas.
12 dari mereka mengalami gejala ini ditambah sindrom malfungsi organ, cedera ginjal parah dan hipotensi lagi.
Walaupun menunjukkan hasil menggembirakan, peneliti akui adanya batasan dalam penelitian ini karena jumlah sampel yang sedikit dan waktunya terbilang pendek.
Sampai saat ini remdesivir belum disetujui untuk dijual bebas di negara manapun.
Gilead Sciences sedang lakukan fase penelitian kedua dari tiga fase di area yang jumlah kasus Covid-19 tinggi seperti Amerika, Eropa dan Asia.
Mereka bertujuan untuk mendapatkan jawaban terkait pengobatan ini dalam waktu yang dipendekkan dari 10 hari menjadi 5 hari.
Dalam surat terbuka pada Sabtu, perusahaan sudah mengatakan pengujian klinis telah diluncurkan di seluruh dunia untuk tentukan apakah Remdesivir adalah pengobatan yang aman dan efektif untuk Covid-19.
Dua pengujian pertama dilakukan pada awal Februari di 10 rumah sakit di Wuhan.
Eksperimen dilakukan untuk pasien dengan gejala menengah hingga parah.
Perusahaan mengatakan mereka diberitahu bahwa studi pasien dengan gejala parah di China dihentikan karena pendaftaran terhenti.
Percobaan awalnya bertujuan untuk merekrut 452 kasus parah tetapi akhirnya melibatkan lebih dari 200 pasien, kata wakil menteri ilmu pengetahuan dan teknologi China Xu Nanping pada akhir Februari.
Penelitian ini tidak dapat merekrut pasien yang cukup terutama karena standar skrining yang ketat bahwa pasien yang telah menerima perawatan eksperimental lainnya dalam waktu 30 hari dari waktu mereka disaring akan dikeluarkan dari percobaan.
Hasil tes untuk kasus-kasus moderat di Wuhan diharapkan akan diumumkan pada 27 April.
Lan Ke, pimpinan Laboratorium Virologi Wuhan University mengatakan tingkat kematian Remdesivir lebih rendah daripada tingkat kematian oleh pengobatan HIV Kaletra.
Juga, selisih tingkat kematian dengan yang umum terjadi pada awal wabah ini merebak juga jauh.
Tingkat kematian setelah pengobatan Remdesivir sebesar 13%, sedangkan obat HIV sebesar 22% dan tanpa pengobatan mencapai 17-78%.
Namun, ada peringatan terkait membandingkan tingkat kematian karena ada beberapa faktor yang harus diperhatikan seperti standar berbeda dari peralatan dan pengobatan medis.
Berapa Lama Vaksin Siap Ada di Pasar
Dr Jerome Kim, pimpinan Institut Vaksin Internasional (IVI) dan juga seorang ahli di bidang evaluasi dan pengembangan vaksin, menyebutkan kepada This Week in Asia yang dikutip dari South China Morning Post mengenai berapa lama vaksin akan siap.
Rata-rata, diperlukan 5-10 tahun untuk sebuah vaksin mencapai persetujuan dan bisa dijual bebas.
Ada tingkat kegagalan lebih dari 90%, yang tunjukkan seberapa menantangnya pengembangan vaksin, bahkan untuk firma multinasional.
Namun selama pandemi, proses ini bisa dipercepat.
Setelah wabah virus Corona pertama kali diumumkan, hanya diperlukan 2 setengah bulan bagi ilmuwan untuk lakukan pengujian vaksin kepada manusia.
Normalnya, ada tiga urutan fase pengujian.
Fase pertama adalah uji keamanan yang dilakukan dengan kurang dari 50 orang dan melihat apakah ada respon tubuh kepada vaksin.
Fase kedua melihat respon tubuh terhadap vaksin di dalam populasi yang lebih besar.
Fase ketiga adalah pengujian sebenarnya dari efikasi vaksin dan juga bisa libatkan ribuan relawan.
Saat pandemi, fase pertama dan kedua bisa dilakukan bersamaan.
Jika produk kandidat vaksin tunjukkan respon imun yang sangat kuat, fase ketiga bisa dimulai sebelum fase kedua selesai.
Ada pro dan kontra dalam memendekkan waktu pengujian vaksin.
Jika dipercepat, akan ada risiko karena normalnya, perlu dijawab terkait pertanyaan sebelum diujikan kepada manusia.
Untuk Covid-19, masih ada pertanyaan tidak terjawab seperti apakah orang terinfeksi bisa tahan terhadap infeksi kedua; apakah infeksi melawan antibodi atau sel pembunuh atau keduanya; apakah vaksin bisa melindungi hewan dari Covid-19; dan apakah vaksin Covid-19 aman bagi manusia.
Saat krisis ini, tim monitoring pengujian vaksin lakukan review dengan jarak tertentu.
Jika tim temukan bukti vaksin tawarkan proteksi tingkat tinggi, maka pengujian akan dihentikan untuk percepat vaksin untuk disetujui.
Namun, jika tim temukan kondisi merugikan dari vaksin, mereka akan hentikan relawan untuk mendapatkan vaksin tersebut.
Ingin mendapatkan informasi lebih lengkap tentang panduan gaya hidup sehat dan kualitas hidup yang lebih baik?Langsung saja berlangganan Majalah Intisari. Tinggal klik disini