Penulis
Intisari-Online.com – Inilah kisah Steward Poon Lim, berhasilkah bertahan 133 hari terombang-ambing di tengah laut setelah kapalnya ditenggelamkan oleh Jerman saat Perang Dunia II?
Ada beberapa orang yang memegang rekor dunia karena menghabiskan waktu terlama di tengah laut dengan rakit penyelamat.
Salah satunya adalah pelaut Poon Lim, yang kapalnya ditenggelamkan oleh Jerman.
Poon Lim lahir di Hainan, China pada tahun 1918.
Dia selalu menikmati berlayar dan akhirnya bekerja dengan posisi di kapal Inggris sebagai anak kabin.
Sayangnya, dia diperlakukan dengan buruk dan pengalaman itu membuatnya tidak akan pernah naik kapal lain.
Pada tahun 1941, dua tahun memasuki Perang Dunia II, Angkatan Laut Inggris bertempur setelah kehilangan banyak pelautnya karena kematian dan cedera.
Mereka pun membuka lowongan untuk pelaut dari China.
Namun, tidak seperti rekan-rekan pelaut Inggris, mereka dipaksa bekerja sebagai bawahan dengan sedikit pelatihan.
Lim lalu memutuskan untuk pindah ke Hong Kong dan mengejar gelar di bidang teknik.
Di sanalah seorang kerabat memberitahunya tentang permintaan Angkatan Laut Inggris yang membuka lowongan pelaut baru.
Meski awalnya ragu, namun dia akhirnya yakin, hal tersebut karena invasi Jepang ke China selama Perang Dunia II.
Pada tanggal 10 November 1942, Poon Lim menaiki kapal daging bersenjata Inggris, SS Benlomond, sebagai pelayan.
Kapal itu berlayar dari Cape Town, Afrika Selatan, ke kota pantai Paramario di Brasil dengan 54 awak.
Kapal itu berlayar tanpa pengawalan, dan meskipun dipersenjatai, namun pergerakannya relatif lambat.
13 hari kemudian, pada tanggal 23 November, Benlomond ditemukan oleh kapal selam Jerman U-172, 750 mil timur Belem, Brasil.
Ini belum pernah terjadi sebelumnya, mengingat lokasinya berada di luar zona militer Eropa.
Kapal selam Jerman itu meluncurkan dua torpedo, menenggelamkan kapal hanya dalam waktu dua menit.
Lim dibawa ke bawah ai rbersama dengan sebagian besar kru, tetapi ia berhasil mengapung kembali ke permukaan.
Melihat sekelilingnya, dia melihat lima awak di dalam rakit.
Saat dia mulai berenang ke arah rakit itu, kapal selam muncul dan membawa orang-orang itu ke atas kapal, mungkin untuk diinterogasi.
Kelima pria itu akhirnya dikembalikan ke rakit mereka.
Namun, sebelum Lim mencapai mereka, kapal selam itu menyelam ke bawah permukaan, menggoyang laut di sekitarnya.
Ketika air kembali tenang, baik rakit maupun penumpangnya hilang.
Setelah dua jam berenang melewati minyak dan reruntuhan, Poon Lim menemukan salah satu rakit kapal.
Rakit kapal dibuat dengan kayu setinggi 2,44 meter itu berisi persediaan terbatas, termasuk kendi air 40 liter, beberapa kaleng biskuit, senter, dua panci asap, sekantong gula, beberapa cokelat, dan suar.
Begitu persediaannya habis, Lim menggunakan kecerdikannya untuk memastikan kelangsungan hidupnya.
Selain mengumpulkan air hujan untuk diminum, dia menggunakan kawat dari senter dan beberapa tali untuk kail lalu menangkap ikan yang lebih kecil.
Paku digunakan untuk menangkap ikan yang lebih besar.
Setelah menangkap ikan, dia memotong ikan menggunakan pisau yang terbuat dari kaleng biskuit dan menggantungnya hingga kering.
Ketika keadaan membuatnya putus asa, dia beralih makan burung laut.
Lim juga memperhitungkan keselamatannya.
Karena dia bukan perenang yang kuat, dia mengikatkan tali dari perahu ke pergelangan tangannya.
Hal tersebut untuk memastikan dia tidak akan tenggelam jika dia tidak sengaja jatuh ke air.
Selama terombang-ambing di Samudera Atlantik, Poon Lim terlihat tetapi tidak pernah diselamatkan.
Ketika terlihat sebuah kapal barang, ini menolak untuk mengakui Lim, kemungkinan karena krunya mengira dia orang Jepang atau menganggapnya sebagai taktik Jerman.
Lalu, kedua terlihat olehnya skuadron pesawat amfibi Angkatan Laut AS, yang menjatuhkan penanda di air.
Sayangnya untuk Lim, badai membuatnya menjauh dari penanda.
Lim bahkan terdeteksi oleh pasukan kapal selam Jerman, tetapi penyelamatannya tidak dilakukan sampai dia berada di lepas pantai Brasil.
Tiga nelayan menyelamatkannya, sembilan kilogram lebih ringan, dan membawanya ke rumah sakit Brasil.
Dia menghabiskan empat minggu di sana sementara Konsul Inggris mengatur perjalanan pulang ke Inggris.
Sekembalinya ke Inggris, Lim dianugerahi British Empire Medal (B.E.M.) oleh Raja George VI.
Pengalamannya di laut digunakan untuk menulis ulang panduan bertahan hidup Angkatan Laut Kerajaan, dan dia ditampilkan sebagai inti dari film Kementerian Informasi Inggris tentang upaya perang China.
Pascaperang, Lim beremigrasi ke Amerika Serikat, tempat ia memperoleh kewarganegaraan dengan bantuan Senator Warren Magnuson.
Dia pindah ke Brooklyn, New York, tempatnya menghabiskan sisa hidupnya.
Pada 4 Januari 1991, ia meninggal dunia pada usia 72 tahun.
Meskipun dipuji karena anggota Angkatan Laut Inggris, tetapi tentara China sering diperlakukan dengan buruk.
Tidak hanya mereka hanya menerima sepertiga dari gaji yang diterima rekan-rekan Inggris mereka, tetapi mereka juga dicegah untuk mengakses bonus risiko perang dan kerabat mereka tidak diberi kompensasi kematian.
Inggris akhirnya dipaksa untuk meningkatkan gaji dan kondisi mereka setelah pemogokan dan tekanan dari Pemerintah Cina.
Namun, itu tidak menghentikan mereka untuk secara tiba-tiba mengirim ratusan pelaut China kembali ke rumah setelah perang selesai.
Pada tahun 2006, pemerintah Inggris secara resmi mengakui perlakuan buruknya terhadap orang Cina selama Perang Dunia Kedua.
Mereka kemudian mendirikan sebuah plakat peringatan untuk menghormati kontribusi mereka dan kesalahan yang dilakukan terhadap mereka.
Ingin mendapatkan informasi lebih lengkap tentang panduan gaya hidup sehat dan kualitas hidup yang lebih baik? Langsung saja berlangganan Majalah Intisari. Tinggal klik di https://www.gridstore.id/brand/detail/27/intisari