Penulis
Intisari-Online.com -Badan Intelijen Negara (BIN) secara resmi akan ikut serta menggelar vaksinasi Covid-19 secara door to door.
Sebanyak 19.000 warga yang berasal dari 14 provinsi menjadi sasaran dari program vaksinasi dari BIN tersebut.
Upaya untuk langsung 'menjemput bola' tersebut, menurut Kepala BIN Budi Gunawan, dilakukan serentak oleh BIN pada Rabu (14/7/2021).
"Kegiatan ini dilaksanakan di 14 provinsi daerah episentrum, ada 15 kabupaten kota dan 32 titik," tutur Budi dalam siaran langsung yang ditayangkan YouTube Sekretariat Presiden.
Empat belas provinsi yang dimaksud adalahDKI Jakarta, Banten, Jawa Barat, Jawa Tengah, DIY, Jawa Timur, Bali, Sumatera Utara, Sumatera Barat, Riau, Kepulauan Riau, Kalimantan Timur, Sulawesi Selatan dan Papua.
Budi sendiri menjelaskan bahwa langkah vaksinasidoor to door dipilih oleh BIN demi menjangkau keluarga yang tak memiliki akses.
Selain itu, dengan program vaksinasi jemput bola ini juga diharapkan warga yang takut keluar rumah demi menghindari Covid-19 dapat terjangkau.
"Semoga segala upaya dan ikhtiar yang dilakukan hari ini akan segera dapat membentuk target herd immunity untuk Indonesia sehat, Indonesia hebat untuk mengatasi wabah pandemi Covid-19 ini," tutup Budi.
Sekilas apa yang dilakukan oleh BIN tersebut merupakan salah satu bentuk partisipasi dari lembaga negara untuk meningkatkan jumlah warga yang mendapat vaksinasi.
Namun, seiring dengan kabar tersebut, muncul juga kekhawatiran tentang apa tujuan sebenarnya dari BIN di balik program vaksinasi tersebut.
Maklum, sebagai sebuah lembaga spionase yang bertugas mencari informasi secara rahasia, warga tentu berpikir ada hal lain yang sedang dicari oleh BIN.
Apalagi, dalam jagat spionase dunia, ada sebuah skandal besar yang melibatkan program vaksinasi di dalamnya.
Sebuah skandal yang terjadi pada 2011 yang benar-benar mencoreng wajah salah satu lembaga spionase paling mentereng di dunia.
Mereka menggunakan program vaksinasi untuk memburu musuh terbesar negaranya yang bertahun-tahun diburu.
Anak-anak tak berdosa yang kemudian menjadi sasaran dari rencana yang dianggap sangat tidak bermoral tersebut.
Sempat ditutup-tutupi beberapa tahun, program tersebut akhirnya diakui sendiri oleh pemerintah negara yang menaungi lembaga spionase tersebut.
Pada 2014, Gedung Putih, mengakui bahwa mereka menggunakan program vaksinasi palsu sebagai operasi mata-mata.
Melalui CIA, seperti diakui oleh Lisa Monaco (penasihat Presiden Obama),Amerika Serikat menggunakan data genetik yang diperoleh melalui program vaksin.
Pengakuan tersebut, menurut BBC, juga kemudian diiringi dengan pengumuman berhentinya program spionase melalui vaksinasi palsu.
Alasannya bukan karena perasaan bersalah terhadap warga Pakistan, yang kini begitu trauma dengan program vaksinasi, melainkan karena desakan dari kalangan tenaga medis profesional.
Lalu, apa sebenarnya tujuan utama dari pengambilan data genetik yang ditutupi oleh program vaksinasi palsu tersebut?
Ternyata semuanya dilakukan demi satu nama yang selama bertahun-tahun menjadi musuh besar Amerika Serikat.
Ya, siapa lagi musuh terbesar pemerintah dan militernegeri Paman Sam kalau bukan Osama Bin Laden.
Melalui CIA, AS kemudian menjalan program vakinasi palsu di Pakistan demi memburu DNA Osama.
Melalui anak-anak Pakistan yang divaksinasi, CIA kemudian mencoba mencari anak dari Osama melalui sampel DNA dari anak-anak tersebut.
Langkah strategis nan tak bermoral tersebut dilakukan setelah CIA melacak keberadaan seorang kurir Osama di sebuah kompleks di kota Abottabad, Pakistan.
Vaksinasi hepatitis B menjadi kedok badan intelijen AS tersebut kemudian dilaporkan oleh media-media ternama sepertiThe TelegraphdanThe Guardian.
Seorang perawat Pakistan kemudian akhirnya mampu menembus dinding kompleks yang diduga menjadi tempat tinggal Osama untuk kemudian mengambil sampel DNA dari anak-anak di sana.
Tidak jelas apakah strategi tersebutlah yang pada akhirnya membongkar keberadaan Osama.
Namun, yang pasti pada tahun yang sama (2011) dan di kota yang sama (Abottabad), Osama bin Laden akhirnya berhasil dibunuh oleh pasukan elite AS, Navy SEAL.
Pantas saja pada akhirnya sebagian besar warga Pakistan menjadi antivaksin. Trauma atas program vaksinasi palsu terlalu membekas dalam ingatan mereka.