Find Us On Social Media :

Berantas KKB Papua Karena Meresahkan Warga, Pemerintah Dinilai Media Asing 'Buru' 170 Warga dengan Izin 'Tembak Siapapun'

By Maymunah Nasution, Minggu, 6 Juni 2021 | 15:01 WIB

Lekagak Telenggen, pentolan KKB Papua, tantang perang TNI-Polri

Intisari-online.com - Pasukan TNI yang diterjunkan ke Papua Barat memburu KKB Papua dianggap sudah diberi izin mutlak untuk menembak siapapun, seperti diungkapkan pendeta lokal, setelah pemerintah melabeli KKB Papua sebagai kelompok teroris.

Melansir The Sydney Morning Herald, pendeta Katolik Bapa John Djonga mengatakan para bupati telah bertemu dengan TNI-Polri di ibukota provinsi, dan mengatakan bahwa label baru hanya akan meningkatkan konflik.

"Gereja dan warga lokal dengan kuat menolak keputusan ini dan meminta pemerintah menarik keputusan memasukkan KKB sebagai kelompok teroris," ujar Djonga.

"Dengan memperlakukan mereka sebagai teroris, TNI-Polri bebas menembaki siapa saja yang dicurigai sebagai KKB."

Baca Juga: KKB Papua Sempat 'Kuasai' Bandara Ilaga dan Tembaki Aparat, Sulit Dikejar Meski Medan Konflik Dipenuhi Pohon dan Berbukit

Pemerintah Joko Widodo mengirim ratusak pasukan ke Papua untuk mencari pasukan bersenjata setelah kepala BIN terbunuh dalam serangan dadakan 25 April lalu.

Konflik terakhir telah muncul karena status Otonomi Khusus (otsus) Papua Barat hampir hangus tahun ini, menjadi harapan bagi Papua untuk merdeka dari Indonesia.

Pasukan Indonesia mengejar 170 anggota Tentara Pembebasan Nasional Papua Barat (TPNPB), sayap bersenjata dari Organisasi Papua Merdeka (OPM).

Baku tembak antara TNI-Polri dan KKB dilaporkan telah membuat ribuan orang mengungsi.

Baca Juga: Satu Jam Kontak Senjata, Aparat Keamanan sempat Terpaksa Mundur saat Kejar KKB Papua yang Bakar Fasilitas Bandara Aminggaru, Jika Gegabah Bisa Untungkan KKB

Ketegangan telah tinggi sejak kelompok separatis tersebut lakukan penembakan April lalu, menewaskan dua guru yang dicurigai menjadi mata-mata TNI-Polri.

KKB juga membakar tiga sekolah di Beoga, Puncak.

Bambang Soesatyo, ketua MPR, menyeru Indonesia untuk "binasakan" TPNPB dan "berbicara HAM nanti saja".

Mei kemarin, pemerintahan Jokowi menyebut KKB sebagai teroris.

Baca Juga: Masyarakat Internasional Enggan Dukung Kemerdekaan Papua karena Kongkalikong dengan Indonesia yang 'Sudah Biasa' Beri Insentif ke Freeport?

Pertemuan para bupati dengan TNI-Polri tersebut dilaksanakan di tengah ketegangan atas meningkatnya kecurigaan berminggu-minggu matinya internet di Papua.

Pemerintah mengatakan matinya internet di Papua hasil dari rusaknya kabel di bawah laut.

Menguatnya konflik TNI-Polri dengan KKB Papua juga meliputi hukuman untuk pemimpin gerakan pro kemerdekaan Papua, Victor Yeimo.

Victor ditangkap bulan lalu, dituduh mengatur unjuk rasa massal terbesar tahun 2019.

Baca Juga: Baku Tembak Satu Jam, Ini Alasan TNI-Polri Hentikan Serangan pada KKB Papua yang Bakar Fasilitas Bandara Ilaga

Ketegangan di Papua telah lama terjadi sejak mereka masuk ke Indonesia tahun 1969 oleh Aksi Pilihan Bebas, proses yang dianggap sebagai penipuan oleh advokat kemerdekaan.

Pasalnya dari 1025 orang yang terpilih untuk memberikan suara dipilih oleh TNI yang di bawah komando Presiden Soeharto.

Tahun 2001, Otonomi Khusus diberikan ke Papua dan ke provinsi Papua Barat.

Otonomi Khusus memberikan administrasi lokal cara "mengatur kepentingan warga lokal" tapi tidak termasuk masalah terkait hubungan luar negeri, keamanan dan pertahanan, kebijakan moneter dan fiskal, agama dan keadilan.

Baca Juga: Berakhir Tahun 2021 Besok, Bagaimana Kelanjutan Otonomi Khusus Papua? Warga Cendrawasih Terbagi Menjadi Dua Kubu

Indonesia mengucurkan dana sejak 2002 total mencapai 9,5 miliar Dolar Australia (Rp 105 Triliun).

Namun Otonomi Khusus ditentang oleh pemimpin kemerdekaan Theys Eluay, yang kemudian dibunuh oleh pasukan khusus Indonesia, dan dengan Otonomi Khusus 20 tahun akan hangus November, pendukung kemerdekaan Papua telah lakukan unjuk rasa melawan perpanjangan Otonomi Khusus.

Mereka berargumen kebebasan politik telah diberangus pemerintah dan pemerintah tidak menawarkan prospek bagi Papua untuk memisahkan diri dari Indonesia.

TNI-Polri sendiri diberi waktu 6 bulan untuk mengejar 170 anggota KKB di Puncak, Intan Jaya, dan Nduga.

Baca Juga: Otonomi Khusus Papua 'Hangus' Tahun Depan, Ini yang akan Dipertaruhkan Indonesia Jika Sampai Bumi Cenderawasih Lolos dari Genggaman

Arief Fajar Satria, juru bicara untuk pasukan keamanan yang dikirim ke Papua bulan lalu mengatakan operasi gabungan TNI-Polri terdiri dari 1128 personil dan strategi mereka adalah "menunggu KKB keluar dari persembunyian mereka" di pegunungan.

"Kami telah memetakan para pemberontak ini berdasarkan peran penting mereka," ujarnya dari Jakarta karena ia sudah pulang.

"Mereka sering lakukan sedikit strategi serang dan lari, seperti yang mereka lakukan saat membakar sekolah.

"Kami mengejar mereka sampai hutan tapi sayangnya peralatan kami tidak mampu mendeteksi mereka karena hutan yang sangat lebat. Sehingga kami menunggu di tepi hutan."

Baca Juga: Diliputi Baku Tembak Mencekam Sampai Satu Jam, KKB Papua Berhasil Kuasai Bandara Sumber Kehidupan Warga Ilaga, TNI-Polri Sampai Ubah Taktik Melawan Mereka

Victor Mambor, editor senior di Jubi Tabloid, mengatakan jumlah pengungsi meningkat secara signifikan sejak TPNPB dinyatakan sebagai teroris.

Nduga dan Intan Jaya ia sebut seperti "kota mati" tanpa aktivitas pemerintah atau sekolah dibuka dan pasukan keamanan menggunakannya sebagai pos.

Ia ragu bahkan jika KKB Papua tertangkap bisa mengakhiri krisis kepercayaan yang sudah tahunan, "Sampai sekarang warga Papua melihat Aksi Pilihan Bebas sebagai aksi aneksasi," ujarnya.

"Selama kita tidak menyelesaikan isu sejarah ini, tidak ada yang bisa tuntas."

Baca Juga: Baku Tembak KKB Papua dengan Aparat Tewaskan Seorang Kepala Kampung dan 2 Anggota Keluarganya, Warga Minta Penjelasan

Ingin mendapatkan informasi lebih lengkap tentang panduan gaya hidup sehat dan kualitas hidup yang lebih baik?Langsung saja berlangganan Majalah Intisari. Tinggal klik di sini