Penulis
Intisari-Online.com -Sementara New Delhi dan Mumbai masih berjibaku dengan lonjakan jumlah pasien Covid-19, India kinisudah hadapi masalah di wilayah-wilayah lain.
Di wilayah-wilayah tersebut, ratusan mayat ditemukan terkubur secara dangkal di sepanjang tempi sungai.
Mayat yang membengkak juga telah terdampat di beberapa bagian lain sungai tersebut.
Sebuah video bahkan menunjukkan anjing-anjing liar sudah terus-menerus bekerliaran di sekitar mayat-mayat tersebut.
Sementara burung gagak, yang seolah hanya sedang menunggu giliran, terus berkicau dan sesekali menukik mendekati jasad-jasad.
Kru TV India telah menyiarkan gambar-gambar mengerikan itu ke seluruh dunia namun justru memicu kekesalan para penduduk setempat.
"Ini belum tentu korban COVID. Di daerah ini, beberapa orang selalu membenamkan orang yang mereka cintai yang telah meninggal di sungai suci daripada mengkremasi mereka," kata Brij Bihari, mantan kepala desa Chausa, tempat beberapa jenazah disemayamkan.
"Mereka bahkan mungkin melakukan ini lebih banyak sekarang, karena terlalu panas untuk membangun tumpukan kayu pemakaman."
Namun di wilayah yang sama, seorang pekerja bantuan lokal menceritakan kisah yang berbeda.
"Orang-orang takut untuk mengatakan yang sebenarnya," kata Abimanyu Singh, yang bekerja di kelompok nirlaba lokal bernama Nav Prakriti Jan Kalyan Sansthan, yang bekerja untuk meningkatkan akses ke pendidikan dan perawatan kesehatan bagi anak perempuan dari keluarga berpenghasilan rendah.
"Tempat kremasi lokal kami biasanya digunakan untuk satu atau dua pemakaman sehari. Sekarang ada 35 sampai 40."
Singh mengatakan bahwa penjual kayu telah menaikkan harga kayu bakar dua kali lipat lebih dari biasanya.
Orang-orang yang mampu mengkremasi jenazah orang yang mereka cintai masih melakukannya.
Tapi banyak yang tidak bisa, katanya, jadi mereka membenamkan tubuh langsung ke sungai.
"Sulit untuk mengetahui siapa yang sekarat karena COVID di sini dan siapa yang tidak," tambahnya. "Orang-orang di sini jarang mencari perawatan medis."
Wilayah-wilayah yang dimaksud tersebut tidak lain adalah kawasan-kawasan pedesaan India, tepatnya yang berada di sekitar Sungai Gangga.
Jumlah korban meninggal di sana, meski belum bisa dipastikan karena Covid-19, bertambah banyak seiring banyaknya para buruh yang kembali dari kota besar.
Para buruh ini sendiri kembali setelah terjadinyalockdown pada akhir Maret hingga awal April lalu yang membuat mereka kehilangan pekerjaan.
Namun, meski warga desa terus menyangkal, faktanya saat kota-kota besar menerapkan penguncian pada awal penyebaran Covid-19 pada 2020, jumlah kasus COvid-19 di desa-desa melonjak setelah para buruh kembali dari kota.
"Setiap rumah ketiga di sini sekarang memiliki setidaknya satu orang dengan gejala mirip COVID, tetapi mereka tidak dapat dites," kata Saurav Kumar, seorang pekerja teknologi berusia 30 tahun di New Delhi yang kini berada di sebuah desa dinegara bagian Bihar bagian timur.
Selama sebulan terakhir, Kumar berkeliling dari rumah ke rumah dengan ponsel cerdasnya, membantu orang mencari tempat tidur rumah sakit dan mendaftar untuk janji vaksinasi.
Distriknya di Champaran Barat, rumah bagi sekitar 4 juta orang, hanya memiliki tiga rumah sakit - dengan total 210 tempat tidur yang dialokasikan untuk pasien virus corona - dan hampir semuanya penuh, katanya.
Melalui survei yang dilakukan lewat telepon, dia menemukan ada kurang dari 10 tempat tidur yang tersedia setiap hari.
"Dan jika situasi Anda lebih buruk, dan Anda membutuhkan perawatan intensif atau ventilator atau plasma, itu tidak tersedia sama sekali," keluh Kumar.
Salah satu rumah sakit setempat memang memiliki dua atau tiga ventilator, tetapi tidak ada teknisi yang tahu cara menggunakannya, katanya.
Ya, virus itu sekarang mungkin berpindah dari kota-kota besar dan ke pedesaan India - di mana pengujian kurang meluas dan perawatan medis bahkan lebih sulit ditemukan.
Seberapa besar dampak COVID-19 di area seperti itu sulit diukur.
"Pedesaan India akan menjadi tantangan besar dibandingkan dengan apa yang telah kita lihat di perkotaan India," kata Dr. Satchit Balsari, asisten profesor pengobatan darurat di Harvard Medical School, kepada panel Asia Society minggu ini.
"Jadi kita harus mencari cara untuk mengambil tindakan sederhana - mulai dari pengobatan yang tepat hingga vaksinasi - untukmemberikan respon yang baik."