Meski Kasus Harian Covid-19 di India Turun, Para Ahli Peringatkan Hal Ini

Tatik Ariyani

Editor

Pandemi Covid-19 juga melanda Nepal, membuatnya terlihat seperti India.
Pandemi Covid-19 juga melanda Nepal, membuatnya terlihat seperti India.

Intisari-Online.com-India dilanda krisis akibat gelombang kedua virus corona.

Rumahsakit harus menolak pasien sementara kamar mayat dan krematorium tidak mampu menangani jenazah yang menumpuk.

Foto-foto dan gambar televisi dari pembakaran kayu bakar di tempat parkir dan mayat yang terdampar di tepi sungai Gangga telah memicu ketidaksabaran dengan penanganan krisis oleh pemerintah.

Angka resmi terlalu meremehkan dampak nyata dari epidemi, dengan beberapa ahli mengatakan, jumlah infeksi dan kematian yang sebenarnya bisa lima hingga 10 kali lebih tinggi.

Baca Juga: Nepal Alami Situasi Covid-19 seperti di India, China Hentikan Pendakian ke Gunung Everest

Senin (17/5/2021), India melaporkan penurunan lebih lanjut kasus baru COVID-19.

Meski demikian, angka kematian harian tetap di atas 4.000.

Para ahli memperingatkan, jumlah kasus baru Covid-19 di India tidak bisa diandalkan karena kurangnya pengujian di daerah pedesaan.

Di daerah pedesaan, virus corona menyebar dengan cepat.

Baca Juga: Bikin Ratusan Orang di India Tewas, Inggris Ketakutan Setengah Mati KetikaVarian Covid-19 India Ditemukan di Negaranya, Langsung Buat Pemerintah Lakukan Hal Ini

Jenis virus baru yang pertama kali ditemukan di India memicu lonjakan infeksi yang telah meningkat menjadi lebih dari 400.000 kasus setiap hari.

Bahkan, dengan penurunan selama beberapa hari terakhir, para ahli mengatakan, tidak ada kepastian bahwa infeksi telah memuncak.

Ada kekhawatiran yang berkembang di dalam maupun luar negeri atas varian B1617 yang lebih menular.

Kepala ilmuwan Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) Soumya Swaminathan, seperti dikutip surat kabar Hindu dan Reuters mengatakan, "Masih banyak bagian negara yang belum mengalami puncak, mereka masih naik."

Swaminathan menunjuk pada tingkat kasus positif India yang sangat tinggi, sekitar 20% dari tes yang dilakukan.

Baca Juga: Kedudukan Pancasila Sebagai Ideologi Terbuka, Mampu Mengikuti Perkembangan Zaman dan Dinamis

Hal itu menandakan bahwa mungkin ada yang lebih buruk yang akan datang.

"Pengujian masih tidak memadai di banyak negara bagian. Dan ketika Anda melihat tingkat positif pengujian yang tinggi, jelas kami tidak cukup menguji," ujarnya.

Swaminathan menambahkan, "Jadi, angka absolut sebenarnya tidak berarti apa-apa ketika diambil sendiri. Mereka harus diambil dalam konteks seberapa banyak pengujian dilakukan, dan uji tingkat kasus positif."

Artikel Terkait