Penulis
Intisari-Online.com - Timor Leste lepas dari Indonesia pada masa pemerintahan Presiden BJ Habibie.
Keputusan Presiden Habibie untuk membiarkan wilayah yang dulunya bernama Timor Timur itu merdeka sempat dikecam banyak pihak.
Namun, Presiden Habibie punya alasan-alasan cerdas mengapa tetap teguh pendiriannya untuk melepaskan Timor Timur, setelah wilayah tersebut berintegrasi dengan Indonesia kurang lebih selama 24 tahun.
Seperti telah banyak diketahui, Timor Leste berintegrasi dengan Indonesia dan menjadi provinsi ke-27 pada tahun 1976 setelah berhasil diinvasi oleh pasukan Indonesia.
'Seroja' merupakan nama sandi untuk operasi militer pasukan Indonesia ke bekas jajahan Portugis tersebut di akhir tahun 1975.
Saat itu, kekosongan kekuasaan terjadi setelah Portugis menarik pasukannya, sementara rakyat Timor Leste terpecah, ada kelompok pro-integrasi dengan Indonesia dan pro-kemerdekaan.
Bahkan, selama 2 dekade menjadi wilayah Indonesia, kelompok pro-kemerdekaan terus saja melakukan perlawanan terhadap pemerintah Indonesia.
Setelah dipertahankan sejak era Presiden Soeharto, akhirnya di masa pemerintahan BJ Habibie Timor Leste dibiarkan menggelar referendum pada 30 Agustus 1999.
Hasil referendum Timor Leste menunjukkan hampir 80 persen rakyat Timor Timur memilih berpisah dari Indonesia.
Referendum yang didukung PBB itu pun mengakhiri konflik berdarah sekaligus mengakhiri status rakyat Timor Leste sebagai Warga Negara Indonesia.
Meski kekacauan sempat terjadi tak lama setelah referendum digelar.
Kemerdekaan yang bisa diraih Timor Leste tak lepas dari kebijakan Presiden Habibie untuk menyelenggarakan referendum Timor Timur.
Baca Juga: Weton Jodoh Ketemu 24, Menurut Primbon Jawa Pasangan Ini Harus Berhati-hati, Kenapa?
Melansir Sripoku.com, Habibie mengutarakan beberapa alasan dan fakta cerdas terkait keputusannya melepaskan Timor Leste atau Timor Timur.
Alasan Pertama
"Timtim dengan populasi sekitar 700.000 rakyat telah menarik minat dunia. Tapi saya punya 210 juta rakyat.
"Jika saya biarkan tentara asing mengurus Timtim, secara implisit saya berarti mengakui bahwa TNI tak bisa menjalankan tugasnya dan ini bisa berakibat buruk bagi stabilitas negara. Dan saya tak mau ambil risiko ini," ungkapnya.
Perlawanan dan pertumpahan darah yang terjadi di Timor Leste mendapatkan sorotan dunia, terutama setelah terjadi tragedi Santa Cruz tahun 1991.
Peristiwa itu menjadi titik balik perjuangan rakyat Timor Leste pro-kemerdekaan untuk mendapat dukunagn dunia internasional.
Perserikatan Bangsa-Bangsa pun turun tangan untuk menyelesaikan konflik di Bumi Lorosae.
Selain demi 'menyelamatkan muka' militer Indonesia, Presiden Habibie juga ingin agar presiden selanjutnya bisa fokus mengurus masalah nasional lain yang masih dihadapi.
"Masalah Timor Timur sudah harus diselesaikan sebelum Presiden ke-4 RI dipilih, sehingga yang bersangkutan dapat mencurahkan perhatian kepada penyelesaian masalah nasional dan reformasi yang sedang kita hadapi."
Alasan Kedua
Saya menganggap Australia sejak lama telah menjadi 'sahabat' Indonesia sejak proklamasi kemerdekaan 1945.
"Saya yakin bila saya biarkan tentara Australia masuk ke Indonesia, saya tidak hanya akan menghina dan mempermalukan TNI, tapi juga bila Australia masuk, apa pun keputusannya nanti, yang kalah akan menyalahkan Australia."
Atas alasan cerdas inilah Presiden Habibie pun mendapat respons yang baik dari belahan dunia, karena tidak mengandalkan kekerasan dan menumpahkan darah.
(*)