Penulis
Intisari-online.com - Timor Leste dikenang sebagai salah satu wilayah Indonesia yang memilih melepaskan diri dari NKRI.
Pemungutan suara pada tahun 1999, telah menghasilkan 78,5 % orang Timor Leste memilih kemerdekaan daripada bergabung dengan Indonesia.
Ini merupakan puncak dari 24 perjuangan melawan Indonesia, ketika pertama kali mencaplok wilayah itu setelah lepas dari Portugis.
Namun, sebelumnya Timor Leste telah dijajah oleh Portugis selama setidaknya 400 tahun.
Baca Juga: Warga Perbatasan RI-Timor Leste Ramai-ramai Serahkan Senjata Kepada TNI, Ada Apa?
Jika Timor Leste mendapat kemerdekaan dari Indonesia setelah melakukan perlawanan sengit, selama 25 tahun.
Lain halnya saat masih dijajah Portugis, Timor Leste mendapat kemerdekaan dari Portugis pada April 1974.
Penyebabnya adalah kudeta sayap kiri di Lisbon, disebabkan oleh Revolusi Bunga.
Hal itu membuat Portugis dipaksa melepaskan semua wilayah koloninya, dan menarik personel administratif dan militernya.
Beberapa wilayah yang diduduki Portugis saat itu di antaranya adalah Mozambik, Angola, dan juga Timor Leste.
Setelah kepergian Portugis Timor Leste yang masih bernama Timor Timur melakukan pemilihan dengan dua partai besar, Front Revolusi untuk Timor Timur Merdeka (Fretilin) dan Uni Demokratik Timor (UDT).
Lalu melakukan pembentukan koalisi, dan tak lama setelah itu pertempuran pecah, karena percobaan kudeta UDT.
Akibatnya secara sepihak Fretilin mendeklarasikan kemerdekaan pada 18 November 1975.
Namun, saat itulah pasukan Indonesia diam-diam memulai serangan berupaya untuk mencaplok wilayah tersebut.
Memulai invasi di seberang perbatasan dari Timor Barat Indonesia, pada Oktober 1975.
Ada lima jurnalis Australia tewas di Balibo, Jakarta khawatir Timor Timur menjadi negara komunis di lingkungannya, karena bisa mengguncang nusantara.
Maka Indonesia melancarkan invasi pada Desember 1975, untuk mencaplok wilayah Timor Timur.
Namun, disenggol Indonesia, Timor Timur langsung berontak, dan ogah menjadi bagian Indonesia.
Alasannya adalah pengaruh kolonial Portugis yang membuat penduduknya secara budaya berbeda dengan daerah lain di Indonesia.
Mayoritas orang Timor Leste adalah penganut katolik yang taat dan berbicara dengan bahasa mereka sendiri Tetun.
Alhasil peperangan terjadi, Indonesia melakukan invasi langsung ke Timor Leste yang dikenal sebagai Operasi Seroja.
Pasukan Indonesia melakukan serangan dengan brutal.
Sebanyak 200.000 orang diperkirakan tewas dalam pertempuran, pembantaian, dan kelaparan paksa.
Fretilin dan sayap bersenjatanya, Falintil, mundur ke pedalaman pulau bersama puluhan ribu penduduk sipil.
Diperkirakan 100.000 orang tewas dalam beberapa tahun pertama, karena perlawanan bersenjata sebagian besar telah dihancurkan.
Indonesia menahan warga sipil di kamp-kamp penahanan di mana banyak yang meninggal dalam kelaparan.
Pada Juli 1976 parlemen Indonesia mendeklarasikan Timor Leste sebagai provinsi ke-27 di negara itu.
Akibatnya, banyak negara, termasuk Australia, secara efektif berpaling ke arah lain, bersiap untuk menenangkan Indonesia karena ukuran dan kekuatannya di kawasan.
Pada tahun 1978 Perdana Menteri Australia, Malcolm Fraser, adalah orang pertama yang mengakui aneksasi de facto Jakarta.
Tetapi PBB mengutuknya dan menyerukan tindakan penentuan nasib sendiri.