Penulis
Intisari-online.com - Timor Leste pernah menjadi bagian dari Indonesia, namun akhirnya memilih merdeka sebagai sebuah negara.
Timor Leste dikenal memiliki kekayaan minyak melimpah dan menjadi kekayaan utama negara itu hingga kini.
Minyak di Timor Leste menjadi alasan kuat negara tersebut memilih merdeka dari Indonesia.
Pasalnya dengan kekayaan minyak yang dimilikinya Timor Leste optimis bisa mandiri sebagai sebuah negara.
Namun, rupanya jauh sebelum minyak Timor Leste menjadi sumber daya utama negara tersebut.
Rupanya, Timor Leste justru dikenal bukan karena kekayaan minyaknya, melainkan kekayaan alam lain.
Menurut International The News Lens, Timor Leste justru dikenal dunia karena Kayu Cendananya.
Kayu Cendana alias Santalum Album, bukan hanya kayu berharga dari Timor Leste, itu merupakan bagian dari identitas Timor Leste.
"Sejarah Timor, mungkin selama milenium terakhir, terkait erat dengan peralihan keuntungan produksi dan perdagangan kayu cendana," kata Andrew McWilliam, seorang profesor antropologi di Universitas Nasional Australia yang telah mempelajari praktik pengelolaan sumber daya alam Timor selama beberapa dekade.
Kayu cendana memainkan peran penting dalam menarik pedagang dan penjajah asing ke pulau itu.
Pada tahun 2009, pahlawan perlawanan Timor Lesre yang kemudian Presiden Timor Timur Xanana Gusmao berkata.
"Portugis menyerbu Timor Timur untuk mendapatkan kayu cendana yang berharga," katanya.
Tak hanya itu saja, kayu cendana yang memikat pedagang Tionghoa abad ke-15 ke pantai Kerajaan Oecusse-Ambeno.
Sekarang daerah kantong otonom Oecusse di Timor Leste merdeka, memfasilitasi masuk pertama negara itu ke pasar perdagangan internasional.
Pada tahun 1436, pengelana Cina Fei Hsin dalam kroniknya "Laporan Umum Pengembaraan Saya di Luar Negeri".
Menulis tentang Timor Leste bahwa terdapat 12 pelabuhan atau perusahaan dagang.
Masing-masing di bawah seorang kepala, di mana perdagangan kayu cendana berkembang pesat.
Hampir seabad kemudian, Portugis mengikuti bau kayu cendana di seberang lautan.
Pada akhirnya menyebabkan lebih dari empat ratus tahun penjajahan Portugis atas Timor Timur yang kaya kayu cendana.
Bahwa kelimpahan kayu cendana di Timor Portugis merupakan legenda dan merupakan pendorong penting dalam menarik perdagangan dan kepentingan kolonial ke pulau itu menjadi bukti dalam catatan Antonio Pigafetta.
Pigafetta, yang tiba di Timor pada tahun 1522 dengan kapal Magellan Victoria , menulis.
"Semua kayu cendana dan lilin yang diperdagangkan oleh orang Jawa dan Malaka berasal dari tempat ini, di mana kami menemukan sampah dari Lozzon yang telah datang untuk berdagang. untuk kayu cendana," katanya.
Penjajah Portugis menebang persediaan kayu cendana tanpa henti.
Dengan kecepatan yang sedemikian rupa sehingga produksi turun dari 900.000 kg pada tahun 1910 menjadi 20.000 kg pada tahun 1926.
Hingga membutuhkan moratorium ekspor agar persediaan dapat beregenerasi.
Pada 7 Desember 1975, hanya sembilan hari setelah penarikan Portugal dari koloni, Indonesia, di bawah kepresidenan Jenderal Suharto, menginvasi Timor Timur.
Mengarah pada pendudukan yang akan berlangsung selama 25 tahun ke depan.
"Penjajahan kedua di Timor Leste ini menghancurkan," kata Freitas da Costa, orang Timor Leste yang menjadi saksi invasi Indonesia.
"Negara ini tak henti-hentinya dijarah sumber daya alamnya, khususnya kayu cendana dan kopi," katanya.
Tirta N Mursitama, yang memimpin penelitian di Pusat Studi Kerjasama Asia Timur (CEACoS) Universitas Indonesia tentang keterlibatan militer Indonesia dalam pembalakan liar dan perdagangan kayu gelap di Kalimantan Timur (1999-2006).
Ia mengatakan, "Personel militer Indonesia dari bawah Prajurit-prajurit yang diperingkat menjadi komandan teritorial ditemukan terlibat dalam praktik penebangan liar di Kalimantan Timur."
"Mereka bertindak sebagai koordinator, investor, tengkulak dan orang-orang yang sengaja lalai mengawasi arus angkutan illegal logging," tambahnya.