Find Us On Social Media :

‘Kami Jatah Oksigen Ayah, Tapi Bila Suplai Habis….’ Mimpi Buruk Covid-19 di Keluarga India dengan Penyakit Penyerta Kanker, 'Kami Sudah Bayar Pajak Tapi Pemerintah Tidak Ada Tindakan'

By K. Tatik Wardayati, Sabtu, 1 Mei 2021 | 12:00 WIB

(ilustrasi) tabung oksigen.

Intisari-Online.com – Keluarga India, Derita Covid-19 dengan Penyerta Penyakit Kanker dan Ginjal

Buruk Covid-19 di Keluarga India Harus Berbagi dengan Penderita Kanker

Dengan hanya satu tabung oksigen dan tidak ada cara untuk membeli yang lain, keluarga penderita kanker dengan Covid ini harus membuat pilihan yang sulit.

Mau tidak mau dia harus memberikan oksigen kepada ayahnya hanya ketika dia terengah-engah.

Baca Juga: Meski Komunitasnya Kerap Direndahkan di India, Pria Muslim Ini Sediakan Tabung Oksigen Gratis untuk Pasien di Tengah Krisis Covid-19, Bahkan Rela Jual Mobilnya

Selama dua minggu terakhir, keluarga Yeshudas hidup dalam keputusasaan.

Penduduk Koloni Dishad ini, yang adalah pemukiman kelas menengah ke bawah di timur laut New Delhi, ketika anggota keluarganya menderita gejala Covid-19 yang parah, yaitu demam, mual, sesak napas, dan muntah.

Tetapi mereka belum bisa bertemu dokter, karena semua rumah sakit pemerintah terdekat “penuh sesak dengan pasien dan memiliki antrian yang sangat panjang hingga di luar,” jelas Ajin Yeshudas, 27.

“Dokter swasta mahal dan jauh di luar kemampuan kami,” tambahnya.

Baca Juga: Tak Heran India Diterjang 'Tsunami' Covid-19 sampai Rumah Sakit Nyaris Kolaps, Lihat Saja Ratusan Ribu Orang Malah Berenang Bersama-sama dalam Ritual Mandi Festival Hindu

Ajin, tinggal bersama orangtuanya dan bekerja sebagai analis kualitas di pusat BPO (business processing outsourcing), mengatakan bahwa ia mengalami gejala Covid-19 pada 14 April.

Ia ingin menjalani tes, tetapi rumah sakit terdekat semuanya dipenuhi dengan pasien, jadi dia harus menunggu seminggu bahkan lebih untuk dapat menghubungi bagian laboratorium.

Ketika hasil tesnya positif, dia segera mencoba mengarantina dirinya dari orangtuanya yang rentan.

Tapi, karena mereka adalah keluarga kecil, dengan satu kamar tidur, di sebuah rumah susun seluas 137 meter dengan ventilasi yang buruk membuat itu sulit dan segera saja orangtuanya mulai menunjukkan gejala Covid-19.

“Kami hanya memiliki satu kamar tidur di rumah yang ditempati orangtua saya juga.

Saya tinggal dan bekerja dari ruang tamu tetapi tidak mungkin sepenuhnya mengisolasi diri karena saya harus memeriksa orangtua saya, memasak untuk mereka, menyediakan makanan dan obat-obatan untuk mereka.

Jarak fisik adalah kemewahan yang kami tidak mampu,” kata Ajin.

Sementara ibu Ajin yang berusia 55 tahun, Sukanya, tidak mengalami hal yang terlalu buruk.

Namun, sang ayah, Yeshudas Abraham, yang paling mereka khawatirkan.

Baca Juga: Berkaca dari India, Sebaiknya Urungkan Niat Anda untuk Mudik Tahun Ini, Risiko Besar Menanti

Pria 59 tahun itu mengidap kanker dan menderita penyakit ginjal serta penyakti paru obstruktif kronik.

“Ayah saya telah lama tidak bekerja, selama hampir satu dekade, karena kesehatannya yang buruk,” jelas Ajin.

“Saya adalah satu-satunya anggota keluarga yang berpenghasilan dengan gaji bulanan $650 (sekitar 9,3 juta). Tetapi saya harus berhenti pergi ke kantor dua minggu lalu dan sekarang bekerja dari rumah. Meskipun saya sendiri tidak sehat, saya harus menjaga orangtua saya juga.”

Sukanya diberhentikan dari pekerjaannya beberapa tahun yang lalu ketika perusahaan swasta tempatnya bekerja ditutup.

Dia diberi paket pesangon sederhana, tetapi kehilangan pendapatan $250 (sekitar Rp3,6 juta) sebulan. Tentu ini merupakan pukulan berat bagi keluarga itu.

Covid-19 semakin memperburuk situasi mereka.

Ajin mengatakan, tetangga mereka telah mengucilkan mereka karena takut tertular virus itu sendiri dan keluarga itu berutang dan tidak punya uang, bahkan untuk konsultasi dengan dokter untuk perawatan.

“Meskipun kami dapat menjalani tes, kami tidak mampu membayar dokter untuk perawatan.

Jadi saya memohon kepada teman saya, yang ternyata baru-baru ini juga tertular Covid-19 untuk membagikan resepnya sendiri kepada kami.

Baca Juga: Sudah Jatuh Tertimpa Tangga, Oksigen Menipis di Seluruh India, China Malah Blokir Pengiriman Alat Medis ke Negeri yang Sedang Lumpuh Padahal Negara Lain Bahu Membahu Bantu India, Dendam Ini Sebabnya

Atas dasar itu, saya mendapatkan obat-obatan untuk kami bertiga setelah meminjam uang dari paman saya,” kata Ajin.

Meskipun kesehatannya yang tidak membaik, Ajin berlarian di sekitar kota selama seminggu terakhir dengan putus asa, berusaha mencari tempat tidur di rumah sakit dan oksigen untuk ayahnya.

Keduanya tetap sulit untuk didapatkan.

“Tingkat kejenuhan oksigen ayah saya turun drastis menjadi 60, sedangkan tingkat optimalnya adalah 97.

Jadi, ayah benar-benar membutuhkannya.

Kami berhasil mendapatkan satu tabung oksigen seharga$150 (sekitar Rp2,16 juta) melalui sumbangan dari teman dan kerabat, tetapi persediaan itu cepat habis.

Saya panik! Lalu mengirimkan pesan di media sosial, kepada kerabat dan teman,” kisah Ajin.

“Saya berada dalam situasi yang serba salah, karena saya selalu takut ayah saya meninggal saat saya mengantri untuk mencari oksigen dan tempat tidur di rumah sakit untuknya.

Berkali-kali, dalam kepanikan, saya meninggalkan antrian saya hanya untuk segera kembali melihat keadaan ayah, takut akan yang terburuk.”

Baca Juga: Covid-19 Menggila di India dengan Lonjakan 350.000 Kasus Per Hari, Menteri Kesehatan Filipina Berkata Bahwa di Filipina 'Kemungkinan Besar' Bisa Terjadi Hal Serupa

Karena putus asa, Sukanya melakukan penjatahan pasokan oksigen untuk suaminya jika mereka kehabisan.

“Ketika ibu melihat ayah terengah-engah, barulah menghubungkannya ke tabung oksigen dan memberinya bantuan sementara. Saat napasnya kembali  normal, kami menghentikan suplai oksigen,” kata Ajin.

“Kami takut saat suplai oksigen ini habis…”

Boak-balik antara rumahnya dan rumah sakit kota, pencarian Ajin untuk meminta bantuan medis untuk ayahnya telah membuatnya lelah.

“Sumber daya medis sangat langka. Ke mana pun saya pergi, saya melihat ‘tidak ada tempat tidur atau oksigen tersedia’  terpampang di luar rumah sakit.”

“Ini adalah saat di mana kami paling membutuhkan pemerintah, tetapi tidak ada tindakan.

Kami membayar pajak dan memenuhi kewajiban kami sebagai warga negara tetapi pemerintah telah mengecewakan kami.

Tuhan melarang, jika ayah saya meninggal, saya akan meminta pertanggungjawaban pemerintah atas kematiannya,” kata Ajin, suaranya bergetar karena emosi.

Baca Juga: ‘Tolong Bantu Saya, Ayah Bisa Meninggal’ Kisah Seorang Pria Bawa Ayahnya yang Sesak Napas Keliling Cari Rumah Sakit yang Bisa Menerimanya, Krisis Covid-19 di India ‘Menyebar dengan Kecepatan Tak Terbayangkan’

Ingin mendapatkan informasi lebih lengkap tentang panduan gaya hidup sehat dan kualitas hidup yang lebih baik? Langsung saja berlangganan Majalah Intisari. Tinggal klik di https://www.gridstore.id/brand/detail/27/intisari