Penulis
Intisari-Online.com -Pemerintah melalui Kementerian Keuangan yang dipimpin Sri Mulyani Indrawati memangkas jumlah Tunjangan Hari Raya 2021 (THR) untuk lebaran tahun ini.
Komponen yang dipangkas adalah tunjangan kinerja (tukin), tambahan penghasilan pegawai, insentif kinerja, dan tunjangan lainnya.
THR untuk PNS tahun 2021 'hanya' terdiri darigaji pokok, tunjangan keluarga, tunjangan pangan dalam bentuk uang, dan tunjangan jabatan atau tunjangan umum sesuai jabatannya.
Kebijakan ini ternyata menimbulkan beberapa kecaman seperti termuat dalam sebuah petisi dichange.ord berjudul 'THR & Gaji-13 ASN 2021 Lebih Kecil dari UMR Jakarta: Kembalikan Full Seperti Tahun 2019'.
Sri Mulyani pun memberi penjelasan pemangkasan THR PNS tersebut dilandasi oleh beban APBN yang kini lebih besar pada upaya untuk pemulihan ekonomi setelah terkenai dampak pandemi Covid-19.
"Pemerintah memahami dalam situasi tahun ini kondisi Covid-19 yang membutuhkan dana dan anggaran APBN bagi penanganan dan memberi perhatian bagi masyarakat. Oleh karena itu untuk tahun 2021, pemerintah memutuskan pemberian THR dilakukan seperti pada tahun 2020 dalam bentuk gaji pokok dan tunjangan melekat," tutur Sri Mulyani, seperti dikutip dari kompas.com, (1/5/2021).
Tak ada THR tanpa sosok ini
Berbicara tentang THR, masyarakat Indonesia, khususnya PNS, patut mengucapkan terima kasih kepada salah seorang tokoh Indonesia.
Baca Juga: Kabar Baik Menjelang Lebaran, Gaji ke-13 PNS Lebih Besar dari THR, Segini Jumlahnya!
Tanpa keberadaan sosok ini, bisa jadi hingga saat ini semua pekerja di Indonesia tidak akan mendapatkan THR setiap kali hari raya tiba.
Siapakah sosok yang dimaksud? Untuk mengetahuinya, kita patut sedikit mengulas tentang sejarah THR di Indonesia.
THR pertama kali muncul sebagai sebuah kebijakan resmi negara pada masa pemerintahan Presiden Soekarno pada tahun 1951.
Sosok yang paling berperan adalahSoekiman Wirjosandjojo, Perdana Menteri Indonesia kala itu.
Melalui kabinet yang dipimpinnya,Soekiman memiliki program untuk meningkatkankesejahteraan pamong pradja yang kini dikenal dengan sebutan Pegawai Negeri Sipil (PNS).
Saat itu, besaran THR yang diberikan adalah sebesarRp125 atau sekitar Rp1.100.000 juta di masa sekarang hingga Rp200 atau setara Rp1.750.000 juta
Selain berupa uang, pemerintah Indonesia saat itu juga memberikan tunjangan lain dalam bentuk beras.
Namun, siapa sangka kebijakan pemberian tunjangan hari raya untuk para pamong praja saat itu memicu gelombang protes dari kaum buruh.
Para buruh kebijakan yang diambil oleh kabinetSoekiman sangat pilih kasih karena hanya memerhatikan para abdi pemerintah.
Apalagi, kala ituaparatus pemerintah Indonesia masih diisi oleh para kaum priyayi, ningrat, dan kalangan atas lainnya.
Sebab, mereka juga merasa sama-sama memiliki kebutuhan dan hak untuk memperoleh THR sama seperti para PNS.
Puncaknya terjadi pada 13 Februari 1952 kala kaum buruh memilih untuk melakukan aksi mogok menuntut hak mendapatkan THR.
Baca Juga: THR PNS Cair Hari Ini, Segini Jumlah Besaran yang Akan Mereka Terima
Hanya saja, upaya para buruh untuk bisa memperoleh THR, sama seperti para PNS membutuhkan waktu lama untuk bisa terealisasi.
Baru pada pemerintahan Presiden Soeharto, tepatnya pada 1994, kebijakan THR untuk pegawai non-PNS bisa terwujud.
Peraturan mengenai THR ini dituangkan di dalam Peraturan Menteri Tenaga Kerja RI No. 04/1994 tentang Tunjangan Hari Raya Keagamaan bagi Pekerja di Perusahaan.
Dalam peraturan tersebut, dijelaskan bahwa pengusaha wajib memberikan THR kepada para pekerja yang telah bekerja selama tiga bulan secara terus meneru ataupun lebih. Besar THR yang diterima pun disesuaikan dengan masa kerja.
Baca Juga: Kabar Gembira, Uang THR untuk PNS Anggota TNI, Polri dan Pensiunan Cair Hari Jumat (15/5) Ini!