Aksi Sarwo Edhie Wibowo Hadapi Teror KKB Papua Berkekuatan 14.000 Orang di Era Soeharto hingga Mampu Bujuk Kembali ke NKRI, Taktik Cerdas Ini Jadi Kunciannya

Muflika Nur Fuaddah

Penulis

Sarwo Edhie Wibowo Redam Teror KKB Papua

Intisari-Online.com -Sekitar tahun 1964-1967, pimpinan KKB Papua yang terkenal saat itu adalah Lodewijk Mandatjan.

Ya,semenjak pemerintahan presiden Soeharto, aksi teror kelompok kriminal bersenjata atau KKB Papua sudah ada.

Lodewijk Mandatjan berhasil menghimpun kekuatan hingga 14.000 orang untuk melakukan teror.

Dilansir dari buku 'Sintong Panjaitan Perjalanan Seorang Prajurit Para Komando' karya Hendro Subroto, KKB Papua Lodewijk Mandatjan melancarkan pemberontakan bermodal senapan-senapan tua peninggalan perang dunia 2.

Baca Juga: Nekat Serang Freeport, Pimpinan KKB di Papua yang Satu Ini Jadi Inisiator dengan Satukan Pasukannya dan KKB Pimpinan Sabinus Waker hingga Lakukan Penyekatan Wilayah

Pada tanggal 28 Juli 1965 Asrama Yonif 641 / Cenderawasih Manokwari diserang yang mengakibatkan 3 orang anggota TNI meninggal dunia dan 4 orang luka-luka.

Ketika RPKAD (sekarang Kopassus) ditugaskan untuk meredam pemberontakan KKB Papua saat itu, pertempuran semakin sengit.

Sekitar 50 prajurit RPKAD yang baru saja mendarat di Papua langsung ditugaskan untuk menyerang Tentara Pembebasan Rakyat Papua.

50 prajurit RPKAD pimpinan Sintong Panjaitan itu langsung ditugaskan menyerbu KKB Papua tanpa sempat istirahat.

Baca Juga: Timor Leste Merdeka Melalui Referendum, Ternyata Papua Sempat Membahas Hal Ini pada Presiden, Namun Mustahil Dilakukan karena Hal Ini

Aksi 50 prajurit RPKAD ini berawal saat salah satu pos koramil di Warmare diserbu oleh KKB Papua

Pos koramil itu hanya dipertahankan oleh enam orang anggota TNI, yang kemudian salah satunya gugur saat KKB Papua mengepung

Pasukan kopassus pimpinan Sintong Panjaitan tiba di Manokwari pada 6 Januari 1967, dan langsung diperintahkan untuk menggempur KKB Papua yang tengah mengepung pos koramil itu.

Dalam menghadapi KKB Papua di Warmare, pasukan kopassus bertempur secara frontal.

Baca Juga: Bersembunyi di Tengah Hutan Tapi Punya Modal dan Senjata Api, Terkuak Sosok Inilah yang Menjadi Penyandang Modal KKB Papua Plus Memberikan Pasokan Senjata Api

KKB Papua pun berhasil dipukul mundur dari Warmare dan lima orang anggota TNI yang terkepung berhasil dibebaskan.

Meski berhasil dipukul mundur, teror KKB Papua masih berlanjut di hari-hari berikutnya.

Aksi teror KKB Papua pimpinan Lodewijk Mandatjan baru mereda setelah Sarwo Edhie Wibowo turun tangan.

Hal ini berawal saat Sarwo Edhie Wibowo menjabat sebagai panglima Kodam XVII/Tjendrawasih (1968-1970).

Baca Juga: Walau Satu Daratan di Pulau Papua, Rupanya Ini Alasan Papua Nugini Sedikitpun Tak Pernah Disentuh Indonesia Untuk Diklaim Sebagai Wilayahnya, Perbedaan Ini Jadi Penyebabnya

Ia adalah ayah dari Kristiani Herrawati, ibu negara Republik Indonesia, yang merupakan istri dari Presiden ke-6 Republik Indonesia, Susilo Bambang Yudhoyono.

Sarwo Edhie Wibowo saat itu mau tak mau harus menghadapi sepak terjang KKB Papua pimpinan Lodewijk Mandatjan.

Dalam menghadapi aksi teror KKB Papua saat itu, Sarwo Edhie Wibowo memadukan operasi tempur dengan operasi non tempur.

Menurutnya, strategi non tempur digunakan lantaran ia menganggap para KKB Papua masih merupakan saudaranya sebangsa dan setanah air.

Baca Juga: Padahal TNI AD Bisa dengan Mudah Melumpuhkan Seluruh KKB Papua Jika Sampai Hati Gunakan Senjata Mematikan Ini, Tapi Militer Indonesia Ogah Melakukannya Karena Alasan Ini

Untuk menghindari terjadi pertumpahan darah yang lebih banyak, Sarwo Edhie Wibowo memerintahkan melakukan penyebaran puluhan ribu pamflet yang berisi seruan agar KKB Papua kembali ke NKRI.

"Kalau pemberontak kita pukul terus menerus, mereka pasti hancur. Tetapi mereka adalah saudara-saudara kita. Baiklah mereka kita pukul, kemudian kita panggil agar mereka kembali ke pangkuan Ibu Pertiwi" kata Sarwo Edhie Wibowo dalam buku karya Hendro Subroto.

Sarwo Edhie Wibowo kemudian memberi tugas kepada perwira Kopassus Mayor Heru Sisnodo dan Sersan Mayor Udara John Saleky untuk menemui pimpinan KKB Papua yang bernama Lodewijk Mandatjan.

Tujuannya adalah membujuk agar Mandatjan beserta anak buahnya mau kembali lagi ke pangkuan NKRI.

Baca Juga: Ditangkap, Diikat, hingga Ditembaki,Anggota KKB Bantai Puluhan Pekerja di Papua Sambil Menari-nari, Korban yang Selamat Dikejar Sampai Berhari-hari,Kejinya Setengah Mati!

Tanpa membawa senjata, Mayor Heru Sisnodo dan Sersan Mayor Udara John Saleky berjalan kaki memasuki hutan untuk menemui pimpinan KKB Papua itu.

Saat bertemu dengan Mandatjan, Mayor Heru Sisnodo berkata: "Bapak tidak usah takut. Saya anggota RPKAD (sekarang Kopassus). Komandan RPKAD yang ada di sini anak buah saya. Dia takut sama saya. Kalau bapak turun dari hutan, nanti RPKAD yang akan melindungi bapak."

Akhirnya, Mayor Heru Sisnodo dan Sersan Mayor Udara John Saleky berhasil meyakinkan Lodewijk Mandatjan dan anak buahnya.

Pemberontakan KKB Papua pimpinan Lodewijk Mandatjan pun sebagian besar telah terselesaikan, Kopassus tinggal melakukan penyisiran untuk memburu sisa-sisa anggota KKB Papua lainnya.

Baca Juga: Nafsu Menggebunya untuk Jadi Presiden Ditolak Rakyat Papua dan Diabaikan Australia, Benny Wenda Kini Malah Mengemis Dukungan dari Negara Penjebak Negara Miskin Ini

Dengan begitu, Sarwo Edhie Wibowo berhasil menerapkan strategi non tempurnya sehingga tak terjadi pertumpahan darah lebih banyak.

Sarwo Edhie lahir pada tanggal 25 Juli 1927 di Desa Pangenjuru, Purworejo dari Pasangan Raden Kartowilogo dan Raden Ayu Sutini berasal dari keluarga PNS bekerja untuk Pemerintah Kolonial Belanda dan kemudian diberi nama Edhie.

Namun karena sering sakit sakitan sesuai dengan adat Jawa, nama Edhie pundi ditambah Dengan Sarwo.

Dan akhirnya namanya menjadi Sarwo Edhie, bahkan setelah menikah namanya menjadi Sarwo Edhie Wibowo.

Baca Juga: Memiliki Kemampuan Bak pemburu dan Punya Spesialisasi Meredam Sparatis, Konon Pasukan Khusus TNI Ini Mampu Redam Amukan KKB Papua, Inilah Deretan Kemampuan Tempurnya

(*)

Artikel Terkait