Find Us On Social Media :

Konflik dengan Ukraina Makin Menggila, Rupanya Rusia Pernah Diramalkan Bakal Memulai Perang Dunia III, Inilah yang Akan Terjadi

By Mentari DP, Rabu, 14 April 2021 | 15:30 WIB

Senjata andalan terbaru Rusia, Tsirkon.

Intisari-Online.com - Saat ini, militer Rusia menjadi pembahasan di seluruh dunia.

Sebab, puluhan ribu tentara Rusia bergerak ke perbatasan Ukraina dan Rusia.

Hal ini lantas membuat dunia, khususnya negara-negara Benua Eropa waspada. Takut jika perang pecah lagi di daratan mereka.

Baca Juga: Padahal Jaraknya Hanya Sejengkal Saja, Komandan Angkatan Laut Amerika Tetap Santai Pantau Kapal Induk China yang Beraksi, Sampai Fotonya Selonjoran di Atas Kapal Jadi Viral!

Lalu jika benar Rusia akan memulai Perang Dunia III, apa yang akan terjadi dengan negara lain dan juga dunia?

Pensiunan Jenderal Herbert "Hawk" Carlisle, mantan kepala Komando Tempur Udara pernah meramalkannya dan begini hasilnya.

Dilansir dari militarytimes.com pada Rabu (14/4/2021), jika Rusia memulai perang, maka pasukan Amerika Serikat (AS) dan NATO akan mempersiapkan beberapa hal.

Mula-mula dimulai memerangi serangan siber Rusia, mengonfirmasi apakah berita itu benar atai hoax, dan tentunya pasukan tambahan dari pihak ketiga.

Carlisle menambahkan bahwa AS perlu menggunakan lebih banyak pesawat, menyiapkan logistik, dan meningkatkan kemampuan tempur di Eropa.

Baca Juga: Merinding, Mantan Menteri Pertahanan Australia Bocorkan Rencana Perang dengan China dalam 5 Hingga 10 Tahun ke Depan, Sudah Mulai Terbukti Gegara Hal Ini

Namun demikian, Rusia dapat mengambil inisiatif dan bergerak cepat, menempatkan AS pada posisi yang sangat tidak menguntungkan.

Sebab, menetralkan pertahanan udara Rusia akan menjadi salah satu misi paling penting dan berbahaya bagi Angkatan Udara negara manapun.

Pada awal-awal pertempuran, saat tank, pesawat tempur, dan pembom Rusia meluncur ke Baltik, jet Angkatan Udara dari Inggris, Italia, dan Jerman akan tiba untuk menyerang pertahanan udara Rusia yang canggih dan kemudian mencoba menghancurkannya.

Secara bersamaan, Tim Tempur Brigade Lintas Udara ke-173 di Italia dan Resimen Kavaleri ke-2 di Jerman akan bergabung dengan pasukan NATO untuk bertempur.

Mereka akan menghadapi sebanyak 22 batalyon perang manuver yang dimiliki Rusia di Distrik Militer Barat di sepanjang perbatasan NATO.

Laporan menyebutkan butuh waktu 36 hingga 60 jam bagi pasukan Rusia untuk mencapai dan memulai operasi pengepungan di Tallinn dan Riga, ibu kota Estonia dan Latvia.

“Oleh karenanya pasukan NATO yang bisa masuk ke Riga dan Tallinn, dapat melakukan perlawanan yang kuat di medan perkotaan."

"Tetapi biaya untuk memasang pertahanan seperti itu ke kota dan penduduknya biasanya sangat tinggi," kata sebuah studi RAND tahun 2016.

Brigade Lintas Udara ke-173 dari Angkatan Darat AS mengakui bahwa kelemahannya sendiri jika terlibat dalam pertempuran dengan Rusia.

 

Baca Juga: Nyaris 20 Tahun Dibantai Pasukan Barat Habis-habisan, Akhirnya Semua Pasukan Amerika Siap Ditarik Meninggalkan Afghanistan, 'Sudah Dipikirkan Joe Biden Matang-matang'

Di mana komunikasi GPS akan dinonaktifkan dengan mudah dan cepat, memaksa pasukan untuk mengandalkan keterampilan komunikasi radio frekuensi tinggi yang berkarat.

Lalu pasukan NATO, terutama brigade lapis baja di Polandia, harus melintasi koridor Kaliningrad.

Pada dasarnya, pasukan NATO akan kewalahan untuk melawan serangan Rusia.

 

 

Ini karena pasukan darat AS, yang terbiasa dengan dominasi udara dan laut, akan menghadapi pasukan Rusia yang dapat berdiri sendiri selama berjam-jam, berhari-hari, dan bahkan berminggu-minggu.

Lalu jika Rusia memulai perang, apakah perang akan berlangsung jangka panjang seperti perang di Timur Tengah?

Maka ahli menyebut itu tergantung bagaimana reaksi pasukan NATO dan kemauan strategisnya.

Jika tidak, pertempuran bisa meluas.

Sementara Rusia? Mereka akan menunggu bagaimana reaksi NATO terlebih dahulu sebelum memulai pertempuran lain.

Baca Juga: Bikin Satu Dunia Panik, Mendadak Jepang Setuju Buang 1,3 Juta Air Limbah Nuklir ke Laut, China dan Korea Selatan Langsung Ngamuk, Tapi Justru Amerika Malah Setuju