Find Us On Social Media :

‘Kemudian Langit Menjadi Milikmu’ Pahlawan Wanita Tanpa Tanda Jasa, Inilah Pilot Wanita yang Tidak Terjun Langsung di Medan Perang Dunia II Tapi Kemampuannya Tak Boleh Diragukan

By K. Tatik Wardayati, Sabtu, 10 April 2021 | 14:20 WIB

Pilot wanita yang tergabung dalam ATA.

Intisari-Online.com – Pada puncak Perang Dunia II, menghadapi tekanan yang semakin besar pada pasokan pilot terlatih dan berbadan sehat untuk mengirim misi tempur, pemerintah Inggris mendirikan organisasi sipil yang disebut Air Transport Auxiliary (ATA).

Tujuan dari kelompok tersebut adalah untuk mengangkut pesawat dalam situasi non-tempur, membebaskan pilot tempur untuk bertempur dalam Pertempuran Inggris dan akhirnya di Eropa saat Sekutu bergerak menuju Berlin.

Pilot di ATA terdiri dari pilot yang tidak memenuhi syarat untuk terbang dalam pertempuran tetapi masih bisa mengemudikan pesawat.

Mereka yang dipilih untuk peran tersebut termasuk wanita serta pria dengan gangguan fisik yang membuat mereka tidak bisa berpartisipasi dalam perang.

Baca Juga: ‘Kami Selamat, Meskipun Telah Mati!’ Kisah Anna Egorova, Srikandi Perang Dunia II dari Uni Soviet yang Dikirim ke Kamp Konsentrasi, Dipukuli dan Dihina dengan Kata-kata Kotor

Salah satu pilot tersebut, Molly, bergabung ketika dia baru berusia 17 tahun dan hanya memiliki beberapa jam waktu penerbangan.

Saat dia bergabung, ada 160 wanita di organisasi tersebut.

Pesawat favorit Molly adalah Supermarine Spitfire, mudah lepas landas, katanya, "dan kemudian langit menjadi milikmu."

Karena pilot tidak perlu mengajukan rencana penerbangan, mereka hanya dapat menikmati kekuatan pesawat selama penerbangan.

Baca Juga: Kisah Pilot ‘Wanita Burung’ Prancis Penerima Lisensi Terbang Wanita Pertama Di Dunia, Namun Ditolak Saat Ingin Bergabung dalam Perang Dunia I Karena Dianggap Berbahaya

Molly mengirimkan lebih dari 500 pesawat dalam waktunya dengan ATA, selamat dari pendaratan darurat dalam prosesnya.

Dia sangat beruntung , karena pilot lain diserang oleh musuh saat mengangkut pesawat dan lebih dari 170 pilot ATA tewas dalam perang tersebut.

Pembentukan ATA menandai pertama kalinya dalam sejarah Inggris bahwa gaji wanita setara dengan rekan pria mereka yang melakukan pekerjaan yang sama.

Meski begitu, banyak yang meragukan kemampuan perempuan sebagai pilot pesawat tempur.

Editor majalah Airplane menulis pada tahun 1941 bahwa wanita yang mengira mereka bisa menerbangkan pesawat perang ketika mereka tidak cukup pintar untuk mengepel lantai dengan benar adalah “ancaman”.

Pilot lain, tidak mengalami hang-up seperti itu. Rekan pilotnya, Peter George, mengatakan bahwa pilot wanita terkadang "lebih stabil daripada pria."

Seminggu setelah D-Day, Molly menerima kabar bahwa tangki suaminya telah diledakkan dengan dia di dalamnya.

Suaminya benar-benar selamat, tetapi butuh waktu enam bulan sebelum Molly mengetahui bahwa suaminya masih hidup, meskipun di kamp tawanan perang.

Suaminya itu tetap dipenjara selama 11 bulan sebelum bisa kembali ke rumah.

Baca Juga: Pilot Petarung Wanita Pertama dalam Sejarah Amerika Ini Dihormati Saat Pemakamannya dengan Manuver Pesawat Terbang oleh Pilot yang Kesemuanya Wanita

Saat mendekati peringatan 80 tahun penerbangan pertama Spitfire, Festival Peringatan Legiun Kerajaan Inggris memastikan untuk memberi hormat kepada ATA atas kontribusinya dalam upaya perang.

Sayangnya, Molly meninggal sebelum perayaan.

Namun, Joy Lofthouse dan Mary Ellis dapat hadir mewakili ATA di acara tersebut.

Joy bergabung satu tahun setelah Molly. Dia baru berusia 20 tahun ketika mendaftar pada tahun 1943. Dia belajar menerbangkan 18 pesawat yang berbeda, termasuk Spitfire.

Mary bergabung dengan ATA pada tahun 1941.

Dia secara pribadi mengirimkan 76 jenis pesawat, termasuk 400 Spitfire.

Ketika ATA dibubarkan setelah perang, Mary terus bekerja sebagai pilot, mengangkut pilot lain untuk Angkatan Udara Kerajaan Inggris.

Dia juga bekerja sebagai pilot pribadi untuk pria yang akhirnya membeli bandara Sandown di Pulau Wight di Selat Inggris.

Ketika dia menjadikannya direktur pelaksana, dia menjadi satu-satunya komandan wanita di sebuah bandara di Eropa.

Baca Juga: ‘Saya Hancurkan Bajingan Ini. Biar Musuh Tahu Betapa Hebatnya Gadis-gadis Kita!’ Inilah Kisah Para Pilot Wanita Pemberani Uni Soviet pada Perang Dunia II

Setelah perang, Lord Beaverbrook memberi penghormatan kepada ATA.

Dia memuji kerja keras mereka, mencatat bahwa jika bukan karena keberanian mereka, perang bisa menjadi lebih sulit bagi Inggris daripada sebelumnya.

Beaverbrook menyatakan,

“Sama seperti Pertempuran Inggris yang merupakan pencapaian dan pencapaian Angkatan Udara Kerajaan Inggris demikian juga dapat dinyatakan bahwa ATA mendukung dan mendukung mereka dalam pertempuran tersebut.

Mereka adalah tentara yang bertempur dalam perjuangan sama seperti mereka telah terlibat di medan perang."

Baca Juga: Kisah Hazel Ying Lee, Pilot Wanita Keturunan China-Amerika pada Perang Dunia II yang Melanggar Batas Budaya, Namun Tak Pernah Diakui Perannya

Ingin mendapatkan informasi lebih lengkap tentang panduan gaya hidup sehat dan kualitas hidup yang lebih baik? Langsung saja berlangganan Majalah Intisari. Tinggal klik di https://www.gridstore.id/brand/detail/27/intisari