Penulis
Intisari-Online.com - Sejarah Timor Leste diwarnai pertumpahan darah.
Bahkan, itu terjadi pula usai peristiwa yang menggembirakan bagi sebagian besar rakyat Timor Leste.
Tak lain, peristiwa yang dimaksud adalah Referendum Timor Timur yang diselenggarakan pada 30 Agustus 1999.
Referendum tersebut memberikan Timor Leste kesempatan untuk menjadi negara sendiri dan lepas dari Indonesia.
Namun, referendum tahun 1999 rupanya tidak menghentikan konflik yang terjadi di Timor Leste.
Seperti masa-masa sebelum referendum, kekacauan terjadi pula usai Timor Leste merdeka, bahkan tak lama setelah hasil referendum diumumkan.
Ribuan orang tewas dalam kekacauan usai Referendum, menambah sejarah kelam Bumi Lorosae.
Peristiwa itu sampai membuat Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) turun tangan.
Menuju Referendum Timor Leste tahun 1999
Untuk mencapai referendum Timor Timur, serangkaian 'peristiwa berdarah' terjadi.
Bermula dari hilangnya kekuasaan Portugis di Timor Leste dan terjadi kekosongan kekuasaan, Indonesia masuk menginvansi Timor Leste.
Kekhawatiran Presiden Soeharto bahwa komunis dapat masuk ke Indonesia melalui Timor Leste dan adanya dukungan dari Amerika Serikat memulai invansi tersebut.
Invansi yang dikenal sebagai operasi seroja digelar, mengerahkan ribuan tentara Indonesia untuk menduduki Timor Timur.
Pada tanggal 7 Desember 1975 operasi itu dimulai dengan perlawanan sengit dari Fretilin.
Tahun berikutnya, Timor Leste menjadi bagian dari wilayah Indonesia sebagai provinsi ke-27. Namun, pertumpahan darah di tanah Timor Leste masih saja terjadi.
Kedatangan pasukan Indonesia ke Timor Leste justru semakin memperkeruh konflik. Korban-korban dari kedua pihak berjatuhan.
Upaya meredakan konflik terus dilakukan Pemerintah Indonesia, hingga membawa masalah ini ke Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB).
Sebelumnya Indonesia melakukan perundingan dengan Portugis. Bahkan kedua negara membuat perjanjian referendum di Timor Leste pada 5 Mei 1999.
Perjanjian kedua negara tersebut dikenal sebagai New York Agreement.
PBB ikut mengawal dalam masalah ini dan membentuk United Nations Mission in East Timor (UNAMET) pada 11 Juni 1999.
Rerefendum Timor Timor digelar 30 Agustus 1999 yang hasilnya menunjukkan mayoritas rakyat Timor Leste ingin melepaskan diri dari Indonesia.
Referendum Timor Leste Tak Mengakhiri Pertumpahan darah di Bumi Lorosae
Itulah sedikit cerita tentang bagaimana Timor Leste mencapai keputusan diadakannya referendum dan memisahkan diri dari Indonesia.
Namun, rupanya referendum Timor Leste tak menghentikan pertumpahan darah di Bumi Lorosae.
Segera setelah referendum dilakukan, justru kekacauan kembali terjadi di Timor Leste yang bernama resmi Republik Demokratik Timor Leste.
MengutipFotokita,setelah lebih dari 78% orang Timor memilih kemerdekaan dalam referendum yang hasilnya diumumkan pada 4 September 1999, milisi paramiliter pro-Indonesia yang marah menanggapinya dengan kekerasan.
Secara sistematis, mereka meruntuhkan kota, membakar bangunan, dan menyerang serta membunuh orang.
Sekitar 1.500 warga Timor diperkirakan tewas dalam kekerasan itu, puluhan ribu meninggalkan rumah mereka ke gunung-gunung, dan pasukan Indonesia memaksa lebih dari 300.000 orang melewati perbatasan darat ke Timor Barat.
Kemarahan internasional memaksa pendirian INTERFET (International Force for East Timor atau Pasukan Internasional untuk Timor Timur.)
Itu dibentuk atas restu PBB dan dipimpin oleh Australia, pemain kunci dalam keputusan untuk campur tangan.
Kekacauan usai referendum Timor Timur berakhir usai kedatangan pasukan penjaga perdaiaman PBB.
(*)
Ingin mendapatkan informasi lebih lengkap tentang panduan gaya hidup sehat dan kualitas hidup yang lebih baik? Langsung saja berlangganan Majalah Intisari. Tinggal klik dihttps://www.gridstore.id/brand/detail/27/intisari