Dalam buku Islam Jawa: Kesalehan Normatif Versus Kebatinan (2004) karya Mark R. Woodward, Perjanjian Giyanti menjadi puncak dari perselisihan di Kerajaan Mataram.
Perjanjian Giyanti ditandatangani oleh Mangkubumi, Pakubowono III dan VOC.
Perjanjian Giyanti yang berlangsung di Desa Jantiharjo, Karanganyar, Jawa Tengah menghasilkan keputusan penting berupa pembagian kerajaan Mataram menjadi dua, yaitu Kasunanan Surakarta Hadiningrat dan Kasultanan Yogyakarta Hadiningrat.
Sejak Perjanjian Giyanti tersebut membuat kedudukan kerajaan Mataram berakhir. Kemudian Mangkubumi diangkat sebagai Sultan Hamengkubuwono 1 pada 13 Februari 1755.
Sultan Hamengku Buwana I segera memerintahkan untuk mendirikan keraton dengan berbagai macam sarana atau bangunan pendukung, untuk mewadahi aktivitas pemerintahan suatu kerajaan.
Dalam perjanjian tersebut, wilayah Surakarta meliputi sebelah timur Sungai Opak (yang melintasi daerah Prambanan sekarang). Sementara wilayah Yogyakarta meliputi sebelah barat.
Kendati Perjanjian Giyanti berhasil mengakhiri sekitar 8 tahun perang saudara, nama sama sekali tidak mengubah secara mendasar watak politik Jawa.