Melansir The Sidney Morning Herald (9/4/2010), dilaporkan Perdana Menteri Timor Timur Xanana Gusmao menuduh Australia mengorbankan nyawa 60.000 orang Timor dalam Perang Dunia II, juga diam-diam merencanakan agar Indonesia mengambil alih wilayah yang saat itu disebut Timor Portugis pada tahun 1963.
Hal itu disampaikannya dalam pidato anti-Barat yang keras di konferensi donor internasional di Dili.
Ia mengatakan bahwa pendudukan Jepang di Timor Timur yang meliputi seluruh negeri, menyebabkan penderitaan yang luar biasa bagi orang Timor, termasuk kematian sekitar 60.000 orang.
"Menurut pendapat yang dapat dipercaya, penderitaan ini bisa dicegah jika pasukan Australia tidak datang ke Timor Leste untuk berperang di sini untuk mencegah Jepang menyerang Australia, '' katanya.
Gusmao juga mengatakan bahwa ''menambah penghinaan '', Australia kemudian menandatangani perjanjian dengan Indonesia untuk berbagi kekayaan dari Laut Timor sementara "sekitar 200.000 orang Timor tewas mencoba melindungi hak mereka selama 24 tahun perang ''.
Ia mengatakan bahwa menurut sejarawan dan peneliti, AS, Inggris, Australia dan Selandia Baru diam-diam menyetujui integrasi Timor Leste ke Indonesia pada tahun 1963, "sebagai solusi terbaik untuk perdamaian dunia ''.
Terkait kedatangan pasukan Australia ke Timor Leste pada masa Perang Dunia II, melansir artikel eurekastreet.com, oleh Susan Connelly, Suster St Joseph, yang menghabiskan 17 tahun di Institut Studi Timor-Leste Mary MacKillop, mengatakan pemerintah Australia memasuki Timor Lorosa'e -melawan keinginan penjajah Portugis-, bertujuan untuk menggagalkan kemungkinan serangan Jepang terhadap Australia.
"Sekelompok tentara Australia yang pemberani, yang jumlahnya tidak pernah lebih dari 700, berhasil menahan ribuan orang Jepang di Timor, tetapi hanya karena mereka mendapat dukungan dari penduduk setempat," katanya.