Find Us On Social Media :

Bukannya Ogah, Dua desa di Jepang Ini Malah Rebutan Jadi Tempat Pembuangan 'Limbah Nuklir' yang Sangat Berbahaya Bagi Manusia, Apa Alasannya?

By Afif Khoirul M, Minggu, 7 Februari 2021 | 14:24 WIB

Ilustrasi Limbah Nuklir di Fukushima.

Jika fase pertama berjalan dengan baik, 66 juta dollar AS  (Rp924 miliar) lagi akan dihabiskan untuk ditukar dengan survei lapangan selama 4 tahun dan latihan pendahuluan.

Jika semua berjalan lancar, desa tersebut akan menjalani masa evaluasi selama 14 tahun dan menerima lebih banyak dana.

Total investasi yang dapat diperoleh sebuah situs dengan menyetujui pembangunan fasilitas limbah nuklir mencapai 37 miliar dollar AS (Rp518 triliun).

Maka, pada Oktober 2020, petugas di dua desa nelayan Suttsu dan Kamoenai memutuskan menjadi calon potensial.

Namun, prospek untuk tinggal di dekat TPA nuklir menimbulkan protes dari warga di dua desa nelayan tersebut.

Limbah nuklir dapat mengandung zat beracun seperti uranium dan plutonium.

Pengunjuk rasa desa Suttsu bahkan telah mempromosikan referendum tentang desa yang bersaing untuk menampung limbah nuklir, meski usulan referendum ditolak.

Pejabat pemerintah Jepang mengatakan proses penilaian mereka dirahasiakan dan akan melindungi masyarakat setempat.

Namun, dalam wawancara dengan majalah Aera, Yugo Ono, seorang profesor geologi di Universitas Hokkaido, mengatakan bahwa risiko gempa bumi di daerah tersebut sangat tinggi dan dapat mengakibatkan kebocoran limbah nuklir ke lingkungan.