Penulis
Intisari-Online.com – Seberapa banyak Anda mengetahu tentang kehidupan wanita Romawi kuno?
Dari hal menyusui hingga rezim kecantikan yang tidak biasa, wanita pada masa kekaisaran Romawi juga menghadapi tekanan yang sama dengan wanita masa kini.
Bagaimana kehidupan para istri kaisar Romawi? Apakah anak perempuan boleh sekolah? Dan bisakah para wanita menceraikan suaminya?
Penulis dan ahli klasik Annelise Freisenbruch membeberkan lima fakta mengejutkan tentang kehidupan para wanita di zaman Romawi kuno.
1. Payudara terbaik
Wanita Romawi kaya biasanya tidak menyusui anak mereka sendiri, tetapi mereka menyerahkannya kepada budak atau wanita bayaran, yang dibayar untuk menyusui.
Soranus, penulis abad kedua tentang ginekologi, menyatakan bahwa ASI dari budak yang baru beberapa hari melahirkan lebih disukai, dengan alasan ibu terlalu lelah untuk menyusu.
Dia tidak setuju dengan menyusui sesuai permintaan, dan merekomendasikan makanan padat seperti roti yang direndam dalam anggur harus diberikan setelah enam bulan.
Baca Juga: Inilah Enam Wanita yang Mengubah Jalannya Sejarah Romawi, dari yang Membanggakan Hingga Memalukan
Soranus juga menunjukkan kemungkinan mempekerjakan budak Yunani, sehingga bisa mengajarkan bahasa ibunya.
Namun, ini bertentangan dengan nasihat kebanyakan dokter dan filsuf Romawi.
Mereka menyarankan, ASI adalah yang terbaik, baik untuk kesehatan anak dan karakter mental.
Pengasuh bisa saja menularkan cacat karakter yang merendahkan kepada bayi yang disusuinya.
Wanita yang tidak menyusui anaknya sendiri dianggap sebagai ibu yang malas, sombong, dan tidak wajar hanya peduli pada kemungkinan rusaknya payudaranya.
2. Bertumbuh dewasa, gadis Romawi bermain dengan boneka Barbie versi mereka
Masa kanak-kanan berakhir dengan cepat bagi para gadis Romawi.
Undang-undang masa itu memutuskan bahwa mereka boleh menikah pada usia 12 tahun, inilah yang membuat angka kematian bayi tinggi.
Pada malam pernikahan, seorang gadis diharapkan untuk menyingkirkan barang-barang masa kecil mereka, termasuk mainannya.
Mainan ini mungkin dikubur bersama jika mereka mati sebelum mencapai usia menikah.
Pada akhir abad ke-19, sebuah sarkofagus ditemukan milik seorang gadis bernama Crepereia Tryphaena, yang tinggal di Roma abad kedua.
Di antara barang-barang kuburannya ada boneka gading dengan kaki dan lengan bersendi yang bisa digerakkan dan ditekuk, seperti patung plastik yang dimainkan beberapa gadis kecil hari ini.
Selain boneka juga sekotak kecil pakaian dan ornamen untuk dipakai Crepereia.
Berbeda dengan Barbie, boneka Crepereia memiliki pinggul yang lebar untuk anak-anak dan perut yang bulat.
Jelas, pesan yang diharapkan gadis muda ini untuk diinternalisasi adalah tentang perannya di masa depan sebagai seorang ibu, pencapaian yang paling dihargai oleh wanita Romawi.
3. Ayah Romawi, bukan ibu, biasanya mendapat hak asuh atas anak-anak mereka setelah perceraian
Perceraian terjadi dengan cepat, mudah, dan umum di Roma kuno.
Pernikahan adalah minyak dan perekat masyarakat, digunakan untuk memfasilitasi ikatan politik dan pribadi antar keluarga.
Namun, ikatan perkawinan dapat diputuskan dalam waktu singkat jika tidak lagi berguna bagi satu atau pihak lain.
Tidak ada prosedur hukum yang harus dilalui untuk bercerai.
Pernikahan efektif berakhir ketika sang suami, atau istri meski tidak biasa, mengatakan demikian.
Seorang ayah juga bisa mengucapkan perceraian atas nama putrinya, karena ayah tetap sebagai perwalian sah atas putri mereka meski telah menikah.
Ini memungkinkan keluarga pengantin wanita untuk mendapatkan kembali mas kawin yang dibayarkan kepada suaminya, sehingga kekayaan keluarga tetap utuh.
Namun, ada beberapa suami yang mencoba memanfaatkan celah hukum yang menyatakan bahwa mereka dapat menyimpan mahar jika, menurut mereka, istri mereka tidak setia.
Para wanita terkadang dicegah agar jangan sampai bercerai karena sistem hukum Romawi lebih memilih ayah daripada ibu jika terjadi perceraian.
Jadi, wanita Romawi tidak memiliki hak hukum atas anaknya sendiri, hubungan patrilineal-lah yang terpenting.
Tetapi jika sang ayah merasa nyaman, membiarkan anak-anak tinggal bersama ibu mereka setelah perceraian.
Ikatan kasih sayang dan kesetiaan yang kuat mungkin tetap ada bahkan setelah perceraian.
Contohnya adalah kasus putri kaisar Augustus Julia dan ibunya Scribonia, yang disingkirkan demi istri ketiga kaisar Livia ketika Julia baru lahir.
Ketika Julia kemudian dibuang ke pengasingan oleh ayahnya karena perilakunya yang memberontak, Scribonia secara sukarela menemani putrinya yang sudah dewasa ke pulau Ventotene (Pandateria), tempat dia dibuang.
4. Penampilan harus terlihat paling baik
Wanita Romawi berada di bawah tekanan untuk terlihat cantik, ini karena penampilan seorang wanita danggap sebagai cermin suaminya.
Namun, saat wanita mencoba menyesuaikan diri dengan kecantikan, mereka malahan diejek karena melakukannya.
Jelas ada industri kosmetik yang berkembang pesat di Roma kuno.
Beberapa resep penggunaan bahan terapeutik, seperti kelopak mawar yang dihancurkan atau madu, untuk menaikkan alis.
Perawatan tubuh untuk bintik-bintik termasuk lemak ayam dan bawang.
Cangkang tiram tanah digunakan sebagai exfoliant dan campuran cacing tanah yang dihancurkan dan minyak sebagai penyamar uban.
Ada yang menyebutkan, kotoran buaya digunakan sebagai pemerah pipi.
Bisa jadi para penulis abad itu hanya ingin mengolok-olok upaya wanita yang sia-sia, tapi dari penemuan arkeolog mengatakan bahwa beberapa produk kecantikan memang terbilang aneh.
Sebuah wadah kosmetik kecil yang ditemukan di sebuah penggalian arkeologi di London pada tahun 2003 berisi sisa-sisa krim wajah Romawi berusia 2.000 tahun.
Saat dianalisis, ternyata dibuat dari campuran lemak hewani, pati dan timah.
5. Seperti 'ibu negara' masa kini, wanita Romawi memainkan peran penting dalam kampanye politik suami mereka
Wanita Romawi sendiri tidak dapat mencalonkan diri untuk jabatan politik, tetapi mereka bisa berperan dalam memengaruhi hasil pemilihan.
Grafiti dari tembok Pompeii memberikan bukti perempuan mendesak dukungan untuk kandidat tertentu.
Sebagian besar kaisar Romawi menyampaikan gambaran ideal tentang diri mereka sendiri dengan istri, saudara perempuan, anak perempuan, dan ibu mereka di seluruh kekaisaran.
Koin dan potret pahatan dirancang untuk menampilkan 'keluarga pertama' Roma sebagai unit yang harmonis dan erat, tidak peduli bagaimana kenyataannya.
Ketika Augustus menjadi kaisar pertama Roma, dia mempromosikan bahwa dia tetap sama seperti rakyatnya, yang lebih suka memakai pakaian wol sederhana buatan tangan wanita kerabatnya.
Pekerjaan membuat pakaian wol dianggap sebagai hobi yang ideal bagi seorang ibu rumah tangga Romawi yang patuh, sehingga terbentuk citra rumah tangga kekaisaran sebagai jaminan kesopanan moral.
Namun, seperti halnya politik saat ini, istri dan kerabat perempuan dari politisi dan kaisar Romawi dapat membuktikan liabitias sekaligus aset.
Setelah mengesahkan undang-undang yang ketat terhadap perzinahan pada 18SM, Augustus terpaksa mengirim putrinya sendiri, Julia, ke pengasingan dengan tuduhan yang sama.
Pada akhirnya para wanita di masa Kekaisaran Romawi ini pun mengubah sejarah mereka.
Baca Juga: Andai Saja Hidung Cleopatra Lebih Mancung, Jalannya Sejarah Mungkin Berbeda
Ingin mendapatkan informasi lebih lengkap tentang panduan gaya hidup sehat dan kualitas hidup yang lebih baik? Langsung saja berlangganan Majalah Intisari. Tinggal klik di https://www.gridstore.id/brand/detail/27/intisari