Sementara wabah Covid-19 menyebar ke seluruh dunia, krisis utang di negara berkembang menjadi masalah serius.
Ekuador diyakini memiliki utang luar negeri sebesar 52 miliar dollar AS (Rp732 triliun).
Pada pertengahan 2020, Ekuador mencoba meminjam lebih banyak uang dari China untuk membayar sebagian dari utang yang disebutkan di atas.
Harga minyak kemudian anjlok sehingga Ekuador hampir tidak dapat membayar kembali Beijing.
Ekuador yang sempat jadi raja minyak justru berubah menjadi raja utang, membuatnya menjadi negara miskin yang terlilit utang China.
Untuk memperpanjang sementara periode pembayaran, Ekuador harus mengizinkan perusahaan China seperti Huawei, Xiaomi, Alibaba dan BYD memperluas operasinya.
Pinjaman China ke negara-negara berkembang, seringkali disertai dengan keuntungan ekonomi, politik, atau bahkan militer, telah berulang kali dikritik oleh AS sebagai "perangkap hutang".