Find Us On Social Media :

Terhimpit Kekuatan Besar Dunia di Laut China Selatan, Situasi Amerika dan China Kian Memanas, Negara-Negara Asia Tenggara Ini Digadang Bakal Terseret ke Dalamnya

By Afif Khoirul M, Kamis, 7 Januari 2021 | 16:33 WIB

Ilustrasi Kapal China

Intisari-online.com - Ketegangan di Laut China Selatan tampaknya semakin bertambah panas.

Selain itu, beberapa waktu lalu sempat dikabarkan bahwa kekuatan besar Eropa sudah turun gunung menuju Laut China Selatan.

Aliansi AS-Jepang, pun berencana menggelar latihan dengan militer Inggris, Prancis, dan Jerman.

Kapal induk HMS Queen Elizabeth juga menuju ke Laut China Selatan. Tujuannya untuk meredam ambisi besar Tiongkok.

Baca Juga: Pakar Ini Menjelaskan Mengapa Jack Ma Menghilang Sudah Hampir Dua Bulan Ini, 'Dia Tokoh Langka di China, Tiongkok yang Sekarang Bisa Runtuh Hanya Karena Dia'

Tiongkok memiliki ambisi besar lewat Militer China dengan ‘proyek’ di wilayah Laut China Selatan dikhawatirkan membuat wilayah strategis kaya minyak tersebut dikhawatirkan bisa menjadi ajang pertempuran.

Baru-baru ini, China disebut benar-benar telah bersiap sedia menghadapi perang besar di wilayah Laut China Selatan.

Tempat di mana banyak negara Asia Tenggara yang terhimpun dalam ASEAN juga mengklaim wilayah lautnya.

Informasi mengenai kesiapsiagaan China dalam menghadapi perang di wilayah Laut China Selatan tersebut diungkap oleh seorang anggota senat alias Senator di Amerika Serikat.

Baca Juga: Disebut Negaranya Sudah Jatuh Dalam Cengkeraman China, Mantan Pejabat Timor Leste Ini Malah Bongkar Keuangan Timor Leste Termasuk yang Diberikan Dari China

Dikutip dari laman Kontan.co.id, Kongres Amerika Serikat (AS) saat ini disebut telah menyetujui Rancangan Undang-Undang (RUU) Belanja Pertahanan senilai US$ 740 miliar.

Sebuah anggaran yang terbilang luar biasa, lantaran jika dikonversikan ke dalam mata uang Rupiah, nilainya setara Rp10,3 kuadriliun.

Uang sebanyak itu, disebut untuk membiayai kebijakan pertahanan pada tahun-tahun mendatang.

RUU tersebut berhasil diloloskan Senat AS pada hari Jumat dengan 81 suara berbanding 14 suara untuk membatalkan veto Presiden AS Donald Trump.

Butuh dua pertiga suara mayoritas kongres untuk membatalkan UU yang telah diveto presiden AS.

Dan ini merupakan pertama kali dilakukan di era Donald Trump.

Trump keberatan dengan undang-undang tersebut karena membatasi kemampuannya untuk menarik pasukan Amerika dari Afghanistan dan Eropa.

Baca Juga: Namanya Langsung Dikaitkan Sebagai Incaran Pemerintah China, Ternyata Inilah Kalimat yang Dilontarkan Jack Ma Sebelum Dirinya Dinyatakan Menghilang

Juga tidak menghapus perlindungan tanggungjawab dari perusahaan media sosial.

Tercapainya aliansi lintas partai dari anggota Parlemen Partai Demokrat dan Republik menandakan keprihatinan tersendiri dari AS.

Dalam RUU itu, mendorong peningkatan kehadiran militer AS di Samudra Pasifik.

Hal ini tak terlepas dari ketegangan hubungan AS dengan China yang kian meruncing di masa kepresidenan Trump.

Di mana Washington menolak dengan tegas klaim sepihak Beijing atas Laut China Selatan.

UU baru yang mencapai 4.500 halaman ini dirancang oleh Komite Angkatan Bersenjata Senat AS.

Pimpinannya adalah senator Republik, James Inhofe.

Baca Juga: Abaikan China, AS Pepet Taiwan untuk Kembali Adakan Dialog Geopolitik, Begini Respon China yang Berang Setengah Mati

Ia mengklaim bahwa Beijing sedang mempersiapkan perang dunia ke III di Laut China Selatan.

"Kami berada dalam situasi paling berbahaya yang pernah kami alami sebelumnya," ujarnya seperti dilansir Express.co.uk, Senin 4 Januari 2021 lalu sebagaimana dikutip dari laman Kontan.co.id.

Jack Reed, senator Demokrat yang berada di Komite Angkatan Bersenjata Senat juga mengatakan hal senada.

“Ini adalah pertama kalinya kami benar-benar mundur dan Kami memiliki ancaman baru yang meningkat di Pasifik,’

“Kita harus mengambil pandangan holistik," sambungnya.

Sementara itu, kabar lain mengatakan, negara kawasan Asia Tenggara juga bermasalah dengan klaim tumpang tinding yang dilakukan China.

Terutama negara seperti Vietnam, Filipina, hingga Malaysia, membuat AS dengan keras menolak klaim China.

Menurut Wall Street Journal pada Desember 2020, John Ratcliffe, direktur intelijen AS memperingatkan orang AS untuk konfrontasi terbuka dengan China.

Source : Tribun Medan