Penulis
Intisari-online.com -Prabowo Subianto, Menteri Pertahanan Indonesia sekaligus pemimpin komando militer tertinggi Indonesia, dikabarkan telah bersepakat dengan Ukraina terkait kerjasama militer.
Dikutip dari Defense Express, media militer Ukraina, sepuluh tahun terakhir, anggaran pertahanan Indonesia meningkat hampir 2 kali lipat dalam hitungan dolar (dari 4,47 miliar Dolar sampai 9 miliar Dolar).
Jika dirupiahkan, anggaran tersebut sudah melebihi 80 miliar.
Sementara pada saat yang sama, anggaran pertahanan yang disetujui tahun 2021 besok adalah Rp 136,99 miliar.
Angka tersebut meningkat lebih banyak dari tahun 2020, dengan peningkatan sebesar 14,59 miliar Rupiah.
Peningkatan anggaran tahun depan utamanya dikarenakan kebutuhan untuk mendukung dan memodernisasi kemampuan militer Indonesia.
Dengan ini, Indonesia telah membuka pasar bagi senjata buatan Ukraina.
Indonesia dikabarkan menjadi pembeli asing pertama untuk Neptunus, sebuah sistem pertahanan tepi pantai.
Kesepakatan itu diumumkan dalam memorandum antara dua negara Jumat lalu, meliputi penjualan sistem radar baru Ukraina, rudal udara-ke-udara, dan sistem Neptunus.
Sistem Neptunus adalah sistem rudal bergerak lepas pantai RK-360MC.
Sistem rudal panduan ini didesain untuk digunakan melawan kapal dan perahu besar.
Satu baterai Neptunus meliputi enam peluncur USPU-360 dengan rudal penghancur kapal 24 R-360.
Rudal R-360 memiliki massa 870 kg, sedangkan hulu ledaknya memiliki massa sebesar 150 kg, dengan jangkauan jaraknya mencapai 280 km, kecepatan sebesar 900 km/jam.
Rudal ini bisa mencapai ketinggian dari 3 meter sampai 10 meter dari permukaan laut, serta sistem tersebut bisa secara terus-terusan meluncurkan sampai 24 misil, atau sebanyak kapasitas dari 6 peluncur, dengan jarak tiap peluncuran sekitar 3-5 detik.
Kompleks ini bisa diletakkan sejauh 25 km dari garis pantai, dan penyiapannya bisa memakan waktu 15 menit.
Sistem itu bisa disesuaikan dengan senjata unggulan negara pembeli dan sistem pengendaliannya.
Hal ini akan memperluas wilayah pertahanan dan meningkatkan kemampuan total bertarung pasukan negara pembeli.
Bagi Ukraina sendiri, keinginan Indonesia membeli kompleks ini tunjukkan dua hal.
Pertama, ini tunjukkan kepercayaan Prabowo terhadap produsen senjata Ukraina, karena sulit mencari calon pembeli seperti perlengkapan pasukan yang tidak ada di negara asalnya.
Angkatan Laut Ukraina sendiri akan menerima divisi pertama Neptunus tahun depan.
Sedangkan yang kedua, jika proyek berhasil, perusahaan Ukraina akan menerima dana yang dapat digunakan untuk melaksanakan proyek lain yang diperlukan untuk memperkuat kemampuan pertahanan negara.
Militer Indonesia sendiri memuji stasiun radar 90K6E dari Iskra, berupa radar melingkar 3D seluler dengan pemancar transistor itu dirancang untuk mendeteksi target yang terbang di ketinggian rendah, sedang dan tinggi.
Selain itu, karakteristik kompetitifnya sangat baik.
Radar 90K6E Ukraina juga memiliki pesaing, tapi militer Indonesia tetap memilih milik Ukraina.
Untuk rudal Neptunus sendiri, sebenarnya malah negara tetangga Ukraina, Rusia, menjadi satu negara yang berusaha menjegal produksi rudal ini.
Melansir UNIAN, Neptunus rupanya proyek rahasia Ukraina yang dapat dibanggakan semua negara NATO.
Rudal anti-kapalnya bisa menghancurkan armada Rusia di Laut Hitam.
Keunggulan lainnya adalah bisa terbang dengan kecepatan sama dengan jet tempur di ketinggian rendah, hanya beberapa meter di atas permukaan laut, serta tidak terdeteksi radar musuh.
Mei lalu, dua rudal Neptunus mengenai target tepatnya 85 km dan 110 km lepas pantai Ukraina.
Sementara pada awal Mei, agen Rusia di Ukraina memperoleh dari militer Ukraina, yang menghadiri tes Neptunus sebagai bagian dari dokumentasi proyek rudal baru.
FSB, agen Rusia, tertarik pada permata permesinan dari proyek itu, yaitu kepala pelacak rudal jelajah.
Petugas Ukraina meyakinkan agen Rusia jika mereka siap menjual lebih banyak dokumen untuk mendapatkan lebih banyak uang.
Umpan tersebut rupanya berhasil.
Namun, intelijen Ukraina yang menyamar kemudian luncurkan serangan sengit, militer membawa kamera candid pada mereka, dan segera setelah agen menerima dari mereka sebagian dari dokumentasi, petugas keamanan menangkapnya dengan tangan kosong.
Ia adalah Oleksandr Rushchak, yang sudah sering keluar-masuk pencara.
Ia tidak memihak Rusia atau Ukraina, ia hanyalah kurir, dan waktu itu ia diminta agen Rusia untuk mendapatkan materi mengenai rudal itu.
Rusia melakukan segalanya untuk memastikan Neptunus tidak pernah menyebarkan tugas tempur, dan mencari titik lemah roket unik tersebut.
Ada alasan mengapa Rusia tidak ingin Neptunus berhasil diproduksi.
Selain alasan sejarah karena rudal ini merupakan rudal baru dari senjata lawas Rusia di era Perang Dingin, rudal jarak kecil dan menengah ini menjadi senjata pengaruh politik strategis bagi Ukraina.
Direktur teknis Pabrik Kimia Pavlograd, pabrik tempat rudal ini diproduksi, mengatakan senjata itu mungkin tidak akan pernah digunakan, tapi ketersediannya memungkinkan para pemimpin politik mendapatkan lebih banyak ruang dalam pengambilan keputusan dan mendiskusikan masalah tertentu jika lakukan pertemuan dengan negara lain.
Sehingga intinya, Rusia sangat ingin Neptunus gagal karena ketakutan mereka dilibas negara pecahan Uni Soviet tersebut.
Ingin mendapatkan informasi lebih lengkap tentang panduan gaya hidup sehat dan kualitas hidup yang lebih baik?Langsung saja berlangganan Majalah Intisari. Tinggal klik di sini