Find Us On Social Media :

Kisah Tragis Pengakuan Wanita Indonesia yang Dijadikan Budak Nafsu oleh Jepang Saat Menjajah Indonesia, Diculik dan Dirudapaksa Berbulan-Bulan Pada Saat Menikah

By Afif Khoirul M, Sabtu, 19 Desember 2020 | 12:58 WIB

Foto Jugun Ianfu wanita yang dijadikan budak nafsu tentara Jepang.

Intisari-online.com -  Selama 3,5 tahun Jepang pernah menjajah Indonesia, selama Perang Dunia II, mulai 1942-1945.

Pada saat itulah masa-masa kelam itu, Jepang datang dengan mengelabui rakyat Indonesia.

Merasa sama-sama berasal dari Asia, Jepang mencoba merayu Indonesia bahwa mereka akan membebaskan mereka dari penjajaan Barat.

Pada kenyataanya, justru Jepang melakukan tindakan yang sama biadabnya dengan penjajah manapun.

Baca Juga: Bukan Indonesia, Ternyata di Timor Leste Pernah Menjadi Medan Peperangan Antara 3 Negara Besar Ini Pada Perang Duna II, Namun Tak Banyak Orang Mengetahuinya

Bahkan yang paling ironis adalah penculikan paksa wanita-wanita Indonesia untuk dijadikan budak nafsu oleh tentara Jepang.

Menurut sebuah dokumen penyelidikan yang diterbitkan oleh Peacewomen.org tahun 2010, tentang penyelidikan di Asia Tenggara khususnya.

Mengungkap tabir kelam wanita-wanita Indonesia yang dipaksa melayani nafsu tentara Jepang meskipun dengan cara paksa.

Salah satu saksi yang menceritakan kekejaman tentara Jepang, adalah seorang wanita Indonesia bernama Sanikem.

Baca Juga: Jadi Jalan Terakhir Atasi Ancaman Kepunahan Penduduknya, Jepang Jorjoran Danai Situs Kencan dengan Teknologi Khusus

Sanikem adalah wanita kelahiran 1926, dia menjadi korban penculikan saat dia baru selesai menikah.

Tentara Jepang membawa Sanikem ke kamp tenda di Yogyakarta, dan memperkosanya setiap hari selama berbulan-bulan.

"Cat hitam dari riasan pengantin saya masih melekat di dahi, ketika saya diperkosa untuk pertama kalinya," katanya.

"Saya tidur di atas alas tidur dan menangis dengan keras, tetapi tidak berhasil, mereka terus datang dan saya takut mereka menembak saya sampai mati," ungkap Sanikem.

Sanikem adalah satu di antara 18 perempuan yang dipaksa menjadi budak nafsu oleh tentara Jepang, yang ceritanya dipamerkan di Erasmus Huis di Jakarta 12 Agustus-12 September.

 Jurnalis dan antropolog Belanda Hilde Janssen berkolaborasi dengan fotografer Jan Banning untuk mendokumentasikan kisah hidup perempuan Asia pada tahun 2004.

Diperkirakan 200.000 wanita di Indonesia, Filipina, Korea, Taiwan dan China serta negara-negara Asia lainnya dipaksa menjadi budak seksual oleh tentara kekaisaran Jepang selama Perang Dunia II.

Wanita itu disebut jugun ianfu, dalam eufemisme yang diterjemahkan sebagai wanita penghibur.

Baca Juga: Kaiten, Torpedo Kamikaze Bawah Air Jepang pada Perang Dunia Kedua, Lambang Kesetiaan pada Kekaisaran dan Patriotisme Tanpa Pamrih

Janssen, yang menerbitkan buku berjudul Shame and Innocence: The Suppressed War Chronicles of Indonesia's Comfort Women.

Dia mengatakan bahwa 20.000 wanita Indonesia dijadikan budak seks antara tahun 1943 dan 1945, termasuk 200 hingga 400 wanita Eropa, Belanda, dan Eurasia.

"Sejarah jugun ianfu ini perlu dicatat sama seperti sejarah perang kemerdekaan lainnya tetapi ini adalah sejarah penderitaan," kata Janssen dalam diskusi yang diselenggarakan oleh Komisi Nasional Hak-Hak Perempuan dan Erasmus Huis.

Janssen yang sudah tinggal di Indonesia selama 10 tahun ini mengaku pertama kali tertarik dengan topik tersebut karena media di Indonesia jarang meliput masalah ini.

"Meski kita tidak bisa mengatakan bahwa sejarah versi ini netral karena berdasarkan pengalaman sendiri para perempuan ini, itu akan membantu penulisan ulang sejarah Indonesia," ujarnya.

Dalam laporan itu, perwakilan komisi Andy Yentriyani mengatakan bahwa wanita penghibur itu diorganisir sebagai bagian dari strategi perang.

Tujuannya untuk menenangkan tentara Jepang, menurut dokumen yang tersedia dan bukti arsip.

"Strateginya adalah mencegah tentara memperkosa perempuan di desa karena akan menimbulkan citra buruk Jepang," kata Andy.

Pengadilan Kejahatan Perang Internasional Wanita tentang Perbudakan Seksual Militer Jepang diadakan pada tanggal 8-12 Desember 2000, di Tokyo, Jepang.

Baca Juga: Indonesia Bukan Satu-satunya, Sejumlah Negara Juga Alami Lonjakan Kasus Covid-19, 4 Hari Capai 1 Juta Kasus Positif hingga 3.300 Orang Meninggal Setiap Hari

Tiga puluh lima mantan budak seks dari negara-negara Asia-Pasifik, termasuk empat perempuan dari Indonesia.

Mereka memberikan kesaksian di pengadilan yang diselenggarakan oleh beberapa organisasi hak asasi perempuan dan hak asasi manusia yang berbasis di Asia.

Pengadilan mengeluarkan keputusannya dalam kasus tersebut pada tanggal 4 Desember 2001, di Den Haag, Belanda.

Memutuskan bahwa mantan pemimpin Jepang, Kaisar Hirohito, bersama dengan pejabat tinggi Jepang lainnya, bersalah atas kejahatan terhadap kemanusiaan untuk wanita penghibur.

Jepang juga diminta untuk meminta maaf kepada para wanita dan membayar ganti rugi kepada para korban.

Jepang membayar 380 juta Yen (Rp51 miliar) kepada Indonesia dari 1997-2009 melalui Asian Women's Fund sebagai kompensasi untuk menghormati tanggung jawab hukumnya.

Pemerintah Indonesia menggunakan pembayaran kompensasi untuk membangun panti jompo dan tidak membagikannya kepada perempuan korban.

Beberapa korban menolak menerima kompensasi finansial sebelum pemerintah Jepang secara resmi meminta maaf.

Salah satunya adalah Mardiyem, wanita yang paling blak-blakan, meninggal pada tahun 1997 tanpa menerima kompensasi atau permintaan maaf.