Penulis
Intisari-online.com -Baru-baru ini ramai urusan mengenai jebakan utang China.
China dikabarkan memberikan pinjaman dengan angka fantastis kepada negara-negara yang membutuhkan.
Selanjutnya, cara membayarnya adalah dengan apa pun yang dimiliki negara tersebut.
Isu ini kini ramai karena Indonesia tengah dikabarkan berhutang kepada China.
Sebenarnya jebakan utang China ini bukanlah hal yang baru.
Sebagai negara yang sangat ingin diakui sebagai negara maju, China sudah berulang kali lakukan berbagai cara untuk lebarkan sayapnya untuk memberi pengaruh di dunia.
Negara Asia-Pasifik tidak luput dari perhatian mereka.
Serta, negara-negara di Asia Tengah maupun Asia Selatan, yang ekonominya masih terbilang belum maju.
Tindakan China ini merupakan bagian dari rencana besarnya untuk membangun jalur sutra baru.
Disebut dengan program Belt and Road Initiative, program ini merupakan upaya China membangun jalur perdagangan baru lewati seluruh Asia untuk mencapai Eropa.
Gunanya adalah agar produk mereka bisa bersaing di pasar internasional.
Cara untuk 'membeli' negara-negara yang akan dijadikan bagian dari jalur sutra tersebut adalah dengan memberi mereka utang untuk membangun negara mereka.
Semenjak Presiden Xi Jinping menjabat pada tahun 2010 lalu, program Belt and Road Initiative sudah diajukan pada tahun 2013.
Namun jebakan utang itu baru mulai terasa sekarang.
Salah satunya adalah di negara tetangga Indonesia ini, yaitu Timor Leste.
Mengutip pemberitaan di The Diplomat pada November 2016, tercatat pada 13 September 2016, pemerintah Timor Leste memberi izin bagi Menteri Keuangan untuk memulai proses bergabungnya Timor Leste dengan Bank Investasi Infrastruktur Asia di Beijing.
Tindakan itu sudah pasti digunakan untuk menguatkan hubungan China dan Timor Leste.
Kesepakatan ini juga terjadi sebulan sebelum Forum Konferensi Menteri Kelima di Macau dilaksanakan.
Dalam forum tersebut pejabat senior dari China dan semua negara berbahasa Portugis, termasuk Timor Leste, diundang.
Jelas-jelas hal tersebut merupakan upaya untuk mempromosikan hubungan dan perdagangan lebih baik.
Timor Leste merupakan negara termuda di Asia dan termasuk negara termiskin di Asia Pasifik, terutama jika dibandingkan negara-negara Asean. Kolonisasi pertama oleh Portugal dari 1701 sampai 1975, kemudian disusul pasukan Indonesia mendarat di pantainya beberapa minggu setelah warga Portugal pergi.
Indonesia menahan kekuasaan di Timor Leste selama 24 tahun, tapi gagal karena sepertiga populasi disebut meninggal dari eksekusi, kelaparan atau penyakit. Akhirnya Timor Leste merdeka pada tahun 2002.
Sejak merdeka, Timor Leste menjaga hubungan dengan mitra terdekat yaitu Australia dan Indonesia, tapi hubungan dengan Australia memburuk karena masalah perbatasan di Laut Timor.
Kasus tersebut sudah dibawa sebelumnya ke komisi konsiliasi PBB di Den Haag, sedangkan tahun 2015, Timor Leste juga menuduh Australia memata-matai pejabat pemerintahan mereka.
Selama wawancara di Radio Australia tahun 2014, mantan deputi perdana menteri Timor Leste, Estanislau da Silva, umumkan: kami memiliki tetangga sepetti Indonesia dan Australia, tapi kami juga ingin memiliki hubungan dekat dengan negara lain, terutama China. China telah sangat, sangat suportif."
Memang, China jor-joran dalam menyediakan dana untuk kemerdekaan Timor Leste saat kependudukan Indonesia, tidak seperti pemerintah Barat lainnya, dan mendukung gerakan di Dewan Keamanan PBB pada akhir tahun 1970 saat banyak negara Barat absen dari voting penting sampai bertahun-tahun kemudian.
China juga negara pertama yang lakukan hubungan diplomatik dengan Timor Leste tahun 2002.
Beberapa tahun terakhir, China telah membangun bangunan kantor untuk Kementerian Menteri Luar Negeri, Kementerian Pertahanan dan Militer Timor Leste, serta Istana Kepresidenan.
Lebih dari seribu PNS di Timor Leste telah mengunjungi China untuk pelatihan, sementara ribuan teknisi China telah melatih rekan mereka dalam metode pertanian terkini, perencanaan wilayah, turisme dan lain sebagainya.
Namun kerjasama persahabatan itu rupanya lebih menguntungkan China, dengan impor yang lebih murah bagi mereka serta tempat lapang untuk para penduduk China yang sudah melebihi batas.
Saat invasi Indonesia terjadi pada 1975, diestimasi ada 20 ribu etnis China tinggal di Timor Leste, terutama di ibu kotanya, tapi saat kependudukan tersebut banyak yang pindah ke Australia, Filipina atau kembali ke China.
Tahun 2002, hanya ada 2000-3000 warga China yang tinggal di Timor Leste, dan kondisi antara komunitas lokal dan komunitas China menjadi tegang.
Penulis artikel bernama David Hutt, berbicara kepada warga China yang memiliki toko perangkat keras di Dili hampir 10 tahun tapi jarang bersosialisasi dengan warga Timor Leste dan pilih bergaul dengan komunitas China.
Di kota Maubisse, ada segelintir teknisi China yang bekerja di proyek perkembangan lokal, mengatakan "aku tidak suka negara ini, aku ingin pulang".
Rekan Timor Leste dari penulis mengatakan ia hanya berbicara kepada warga China saat makan di restoran China di Dili.
Warga Timor Leste sering curiga dan kadang yakin jika China, terutama ekspat yang baru-baru saja masuk, hanya mencari keuntungan di Timor Leste.
Banyak ahli yang kemudian masih meragukan kebaikan China akan terus mengucur ketika minyak Timor Leste sudah habis, perlu diragukan juga bagaimana Timor Leste akan membayar utang mereka.
Ingin mendapatkan informasi lebih lengkap tentang panduan gaya hidup sehat dan kualitas hidup yang lebih baik?Langsung saja berlangganan Majalah Intisari. Tinggal klik di sini