Find Us On Social Media :

Lewat 'Diplomasi Vaksin', China Pastikan Menang Telak di Asia Tenggara, Apalagi Bantuan AS Hanya Seperti Setetes Air di Lautan

By Tatik Ariyani, Sabtu, 31 Oktober 2020 | 15:47 WIB

Presiden Jokowi saat melakukan pertemuan bilateral dengan Presiden China Xi Jinping di sela acara KTT G20 pada Jumat (28/6/2019) malam.

Intisari-Online.com - Menjelang pemilu AS, Menteri Luar Negeri AS Mike Pompeo melakukan kunjungan jam kesebelas ke negara-negara utama Asia Tenggara, salah satunya Indonesia.

Langkah itu dilakukan dalam upaya terbaru AS untuk menggalang dukungan regional melawan China.

Namun, rupanya upaya AS tersebut tak sepenuhnya didengarkan Indonesia.

Karena, Indonesia masih membutuhkan keterlibatan China, termasuk untuk vaksin Covid-19.

Baca Juga: 3 Cara Mengatasi Hidung Tersumbat dengan Menjaga Tidur Tetap Nyaman!

Sementara AS berupaya membangun koalisi melawan China atas agresi Laut China Selatan, Beijing memanfaatkan keuntungan penggerak pertamanya dari krisis kesehatan ke dalam kampanye "diplomasi vaksin".

Melansir Asia Times, Jumat (30/10/2020), upaya Beijing ini tampaknya menarik perhatian besar di antara negara-negara yang paling parah terkena dampak Covid-19 di Asia Tenggara. 

Bulan ini, Menteri Luar Negeri China Wang Yi melakukan tur regional, dengan singgah di Thailand dan Malaysia. Dalam tur itu, dia memuji keandalan vaksin China.

Tiga perusahaan China telah berkomitmen untuk menyediakan 250 juta dosis vaksin ke Indonesia.

Baca Juga: Sri Mulyani Singgung Utang Warisan Kolonial, Ternyata Jumlahnya Setara 7 Kali Dana Vaksin Indonesia, Belum Tektek Bengeknya

Sebaliknya, Pompeo tiba di Jakarta sebagian besar dengan tangan kosong dan pergi begitu saja.

Menurut laporan, Pompeo gagal meyakinkan Indonesia untuk memberikan hak pendaratan dan pengisian bahan bakar Angkatan Udara AS untuk misi pengawasan pesawat P-8 Poseidon di China di perairan yang berdekatan.

Menurut Dino Patti Djalal, seorang diplomat veteran Indonesia, "China dengan cerdas dan strategis menggunakan krisis Covid untuk memajukan hubungan (regional) mereka."

"Mereka menonjolkan tema yang selalu mereka dorong: Ketika ada kesulitan, China, bukan AS, yang dapat Anda andalkan," kata mantan duta besar Indonesia untuk Washington itu.

Itu masalah persepsi. Asisten Menteri Luar Negeri AS David Stillwell baru-baru ini mengumumkan bahwa AS telah menyumbangkan 1.000 ventilator sebagai bagian dari paket bantuan virus corona senilai $ 12,5 juta untuk Indonesia.

Tetapi upaya AS tampaknya seperti setetes air di lautan bagi Indonesia.

Perusahaan China yang didukung negara, sementara itu, memasuki tes vaksin fase ketiga pada kuartal kedua dan ketiga tahun ini, termasuk uji coba di antara para pejabat dan tentara.

Saat ini, perusahaan China sekarang bersama-sama mengembangkan vaksin dengan negara tetangga termasuk Indonesia, yang berpotensi menjadi pusat produksi dan distribusi obat di wilayah tersebut.

Baca Juga: 5 Tahun Jor-joran Gelontorkan Uang Miliaran Demi Bahagiakan Anak yang Dirawat Mantan Istri, Hati Pria Ini Hancur saat Fakta Pahit Terungkap

Di sisi lain, AS tampak seperti mitra kesehatan masyarakat yang kurang dapat diandalkan.

Amerika sekarang menghadapi gelombang kedua infeksi, dengan kasus baru mencapai rekor harian 88.521 pada hari Kamis.

Perjuangan keras Amerika untuk memberlakukan lockdown yang efektif dan mengamati langkah-langkah dasar jarak sosial telah menyebabkan reputasinya rusak.

Para pemimpin Asia Tenggara, termasuk Rodrigo Duterte dari Filipina dan Joko Widodo dari Indonesia, sama-sama mengandalkan kedatangan awal vaksin China untuk meringankan krisis kesehatan dan ekonomi negara.

Dalam banyak kesempatan, presiden Filipina mengutip China (bersama dengan Rusia) sebagai kemungkinan sumber utama vaksin negaranya, dengan pengiriman diperkirakan akan tiba sebelum akhir tahun.

Pada saat yang sama, dia mengkritik negara-negara Barat karena dianggap kurang bertindak dan kurang dapat diandalkan.

“Kami akan memberikan preferensi kepada Rusia dan China dengan syarat bahwa vaksin mereka sebaik vaksin lainnya di pasar,” katanya dalam pidato nasional baru-baru ini sambil menekankan komitmen negaranya untuk memperoleh vaksin sedini mungkin.

Dia memuji China karena persyaratannya yang mudah, termasuk penangguhan pembayaran di muka dan "biaya reservasi" vaksin.

Baca Juga: Megumi Yokota Tahu Rahasia Keluarga Kim Jong-un, Mantan Agen Rahasia Korea Utara Beberkan Alasan Negaranya Tak Mau Kembalikan Gadis Jepang Itu setelah Menculiknya

“Mereka ingin Anda mendanai penelitian mereka dan kesempurnaan vaksin... Mereka menginginkan uang muka sebelum mereka mengirimkan vaksin. Jika itu masalahnya, maka kita semua akan mati,” kata pemimpin Filipina itu mengeluh tentang Barat.

Jokowi juga bertaruh pada China dalam vaksin dan mendorong akuisisi cepat vaksin melalui Peraturan Presiden No. 99/2020.

Di samping mengembangkan vaksin Covid-19 “Merah Putih” buatan sendiri, Indoensia juga bekerjasama dengan China untuk mengembangkan vaksin Covid-19.

Beberapa perusahaan itu adalah Sinovac Biotech China, China Sinopharm dan CanSino Biologics.

SinoPharm telah menandatangani kesepakatan untuk mengirimkan 300 juta dosis kepada masyarakat Indonesia sebelum akhir 2021.

Persepsi penting dalam perlombaan global untuk mendapatkan vaksin.

Di Wuhan, pusat awal pandemi, pertemuan berskala besar termasuk konser musik yang viral secara online telah menyebabkan spekulasi uji coba vaksin massal yang berhasil di kota China.

Meskipun langkah China jelas, "diplomasi vaksin" masih bisa menjadi bumerang, kata para kritikus.

Sebagai permulaan, China mendapat kecaman keras atas penanganan awal krisis, dengan tuduhan yang meluas untuk menutup-nutupi dan menyepelekan ancaman penyakit menular sejak dini.

 

Berbeda dengan saingan Baratnya, termasuk AS, China menghadapi apa yang dilihat beberapa orang sebagai "tanggung jawab ganda" dan harapan untuk memberikan bantuan yang sangat dibutuhkan kepada negara-negara tetangga sebagai sumber awal pandemi.

Meningkatnya kebencian terhadap China juga bertepatan dengan pengawasan yang intensif terhadap upaya diplomasi vaksinnya dan kekhawatiran yang muncul atas keamanan vaksin buatan China di tengah kekhawatiran kontrol kualitas tentang industri farmasi.

Pandu Riono, seorang ahli epidemiologi terkemuka di Indonesia, telah memperingatkan ketergantungan dini pada vaksin buatan China.

Dia meminta pemerintahan Jokowi untuk tidak “langsung melakukan kesepakatan dan memutuskan hanya dengan China. Kita harus menunggu dan bekerja serius dengan WHO."

Sementara itu, AS bergerak di tengah uji coba dan pengawasan ketat regulasi untuk mengembangkan setidaknya tiga vaksin dalam beberapa bulan mendatang.

Tidak seperti China, perusahaan farmasi AS menikmati kredibilitas dan kepercayaan di seluruh dunia, termasuk di Asia Tenggara di mana mereka memiliki pengalaman puluhan tahun.

Baca Juga: Gembar-gemborkan Nada Kebencian Terhadap China Saat Lakukan Tur Asia, China Cap Menlu AS Pompeo Sebagai 'Racun' yang Perlu Diwaspadai