3,5 Abad Jajah Indonesia, Belanda Mengaku Akan Ganti Rugi Rp8,6 juta pada Anak yang Ayahnya Dieksekusi Belanda, Tapi Ini Syaratnya

Tatik Ariyani

Penulis

Pemerintah Belanda menjanjikan ganti rugi sebesar 5.000 euro atau sekitar Rp 86 juta kepada anak-anak yang ayahnya terbukti dieksekusi oleh Belanda pada periode itu.

Intisari-Online.com- Belanda menjajah Indonesia selama kurang lebih 3,5 abad.

Selama masa itu, banyak penyiksaan yang dilakukan pemerintah Belanda yang membawa penderitaan bagi rakyat Indonesia.

Pemerintah Belanda menyatakan akan menawarkan ganti rugi kepada anak-anak dari warga Indonesia yang dieksekusi oleh serdadu Belanda, dalam perang kemerdekaan antara tahun 1945 hingga 1950.

Pemerintah Belanda menjanjikan ganti rugi sebesar 5.000 euro atau sekitar Rp 86 juta kepada anak-anak yang ayahnya terbukti dieksekusi oleh Belanda pada periode itu.

Baca Juga: Ingin Rambut Uban Hilang Tak Bersisa? Cukup Parut Jahe dan Oleskan ke Kepala yang Beruban Selama 10 Menit dan Lihat Hasilnya

Kepastian itu disampaikan oleh Menteri Luar Negeri Stef Blok dan Menteri Pertahanan Ank Bijleveld, dalam surat kepada parlemen.

"Anak-anak yang dapat membuktikan ayah mereka adalah korban dari eksekusi semena-mena sebagaimana diuraikan... berhak mendapatkan kompensasi," kata dua menteri Belanda ini pada Senin (19/10/2020).

Ditambahkan hingga kini belum jelas berapa orang yang akan mengajukan permintaan ganti rugi berdasarkan skema baru.

Pemerintah, menurut kedua menteri itu, juga tidak akan mengajukan banding atas keputusan pengadilan pada Maret lalu yang memberikan ganti rugi kepada janda dan anak dari 11 pria yang dieksekusi di Sulawesi Selatan antara 1946-1947. Kini pemerintah menawarkan "instrumen yang dapat diakses " kepada anak-anak korban.

Baca Juga: Viral 'Perwira Polisi' Disebut Menyamar Jadi Mahasiwa Kena Hantam Temannya Sendiri saat Demo, Ini Tanggapan Polri

Mereka yang mengajukan ganti rugi harus memenuhi sejumlah persyaratan, antara lain bukti bahwa ayah mereka memang dibunuh dalam eksekusi yang terdokumentasikan dan juga dokumen yang membuktikan mereka anak dari ayah yang dibunuh.

Disebutkan pula tawaran ganti rugi dimaksudkan untuk mengakhiri gugatan-gugatan yang berkepanjangan menyusul berbagai kasus yang diajukan oleh anak-anak korban kekejaman Belanda, termasuk dalam peristiwa yang dikenal dengan pembantaian pimpinan Raymond Westerling di Sulawesi Selatan pada 1946-1947.

Ganti rugi janda dan anak berbeda jauh

Banyak penduduk laki-laki dieksekusi lantaran dianggap pro-kemerdekaan ketika itu.

Oleh karena itu, anak-anak mereka menuntut agar kompensasi tidak hanya diberikan kepada para janda, tetapi juga anak-anak mereka.

Sebagian janda yang mengajukan ganti rugi telah menerima uang 20.000 euro atau setara Rp 346 juta berdasarkan kurs saat ini melalui perintah pengadilan pada tahun 2013.

Beberapa tuntutan dari anak korban juga telah diputuskan meskipun nilai ganti rugi jauh lebih sedikit dibandingkan jumlah yang diberikan kepada janda.

Baca Juga: Siapa Sangka, Rumah yang Terlihat Kecil dari Luar Ini Miliki Ruang Rahasia yang Digunakan untuk Sembunyikan Kejahatan Besar, Bikin Geleng-geleng Kepala!

Sebagai contoh, Pengadilan Sipil Den Haag pada 30 September memerintahkan pemberian ganti rugi 874.80 euro atau sekitar Rp 15 juta kepada Malik Abubakar, putra dari Andi Abubakar Lambogo, pejuang asal Sulawesi Selatan yang kepalanya dipenggal oleh serdadu Belanda pada 1947.

Menanggapi tawaran ganti rugi pemerintah Belanda ini, Syamsir Halik, cucu dari Becce Beta, warga Bulukumba yang dieksekusi tentara Westerling mengatakan, ia akan berunding dengan ayahnya, Abdul Halik, sebagai keturunan langsung dari korban.

Namun mengingat jumlah tawaran jauh dari tuntutan, ia mengindikasikan mungkin tawaran itu sulit diterima.

"Mungkin kalau tawaran ganti rugi sesuai dengan permintaan anak korban yaitu setidaknya sama dengan yang diberikan kepada janda 20.000 euro, mungkin anak korban mau," kata Syamsir Halik melalui sambungan telepon kepada wartawan BBC News Indonesia, Rohmatin Bonasir pada Senin malam (19/10/2020).

"Kalau janda setelah suaminya ditembak tentara Belanda, ia menikah lagi. Tapi kalau anak ditinggal ayahnya, maka tak ada yang menafkahinya sehingga tidak bisa bersekolah dan masa depannya hilang," ia memberikan alasan mengapa ganti rugi untuk anak semestinya sama dengan janda.

Syamsir Halik aktif di LSM Lidik Pro yang antara lain terlibat dalam pendampingan keluarga korban pembantaian di Sulawesi Selatan.

Sepengetahuannya, hingga kini terdapat sekitar 146 anak korban yang masih hidup dari sekitar 200 orang yang menuntut.

Baca Juga: Dua Anaknya Mencuri Motor, Seorang Ayah Diikat Lalu Diseret Warga ke Ladang Tebu, Tewas dalam Pelukan Istri yang Coba Melindungi

Pengadilan Belanda masih menangani sejumlah kasus tuntutan ganti rugi atas kekejaman yang dilakukan oleh pasukan Belanda sesudah Proklamasi Kemerdekaan.

Untuk pertama kalinya, Kerajaan Belanda melalui Raja Willem-Alexander dalam kunjungan ke Indonesia pada Maret lalu, menyampaikan permohonan maafnya kepada Indonesia atas kekerasan yang terjadi di masa lalu khususnya sesudah Proklamasi.

Permintaan maaf Raja Willem-Alexander yang hanya dikhususkan pada periode itu menimbulkan kritik sejumlah sejarawan Belanda.

Keluarga korban pembantaian Westerling menerima permintaan maaf tersebut ketika itu, meskipun mengatakan kesalahan Belanda harus tetap ditebus.

Baca Juga: Antar Pulang Massa Pedemo Tolak Omnibus Law di Jakarta, Beginilah Kehebatan Pasukan Marinir TNI

Artikel ini telah tayang di Kompas.com dengan judul "Belanda Mau Ganti Rugi Rp 86 Juta ke Anak-anak Pejuang Indonesia yang Dieksekusi, tapi..."

Artikel Terkait