Penulis
Intisari-online.com -Armenia dan Azerbaijan seharusnya saling bertukar korban jiwa yang jatuh di konflik Nagorno-Karabakh.
Rencana tersebut merupakan bagian dari rencana gencatan senjata yang telah disusun jauh-jauh hari.
Namun sayangnya kedua negara justru gagal menjemput korban dari warga negara mereka sendiri.
Mengutip South China Morning Post, dua negara sebelumnya telah setuju untuk lakukan gencatan senjata.
Gencatan senjata tersebut dimulai tengah hari pada hari Sabtu, untuk saling menukar tahanan dan mengevakuasi korban jiwa.
Namun malah kedua negara saling menyalahkan bahwa negara lain melanggar perjanjian tersebut.
Tuduhan Armenia
Juru bicara pasukan militer Armenia menulis di Facebook bahwa Azerbaijan telah melanggar perjanjian di wilayah tersebut pada hari Minggu.
Ia menyebutkan Armenia tetap menghargai perjanjian tersebut.
Tuduhan Azerbaijan
Sementara itu Azerbaijan justru menuduh ibukota Armenia, Yerevan, menembaki desa-desa dan kota, dan membunuh 9 warga sipil serta mencederai lusinan lainnya.
Termasuk salah seorang yang dicederai diklaim Azerbaijan seorang paramedis, dengan luka cedera yang berat.
Meski begitu, tuduhan kedua negara masih belum bisa diverifikasi secara independen.
Kekhawatiran Eropa
Dewan Eropa melalui juru bicaranya, Peter Stano, mengatakan ketegangan telah menjadi kekhawatiran utama.
Dewan Eropa khawatir kedua negara akan lanjut lakukan aktivitas militer dan serangan sipil meskipun sedang lakukan gencatan senjata.
Bahkan, Kanselir Jerman Angela Merkel telah menelepon Perdana Menteri Armenia, Nikol Pashinyan.
Jumlah Korban
Ratusan orang telah meninggal semenjak konflik memanas akhir September lalu.
Rusia menengahi dengan menjadi mediator gencatan senjata antara dua kelompok.
Tujuannya adalah untuk menenangkan peperangan paling mengerikan sejak gencatan senjata tahun 1994.
Meskipun akar permasalahan Nagorno-Karabakh berasal dari masalah berpuluh-puluh tahun lamanya, tapi konflik saat ini meningkat sejak jatuhnya Uni Soviet tahun 1990.
Nagorno-Karabakh menjadi konflik karena wilayah itu secara administrasi milik Azerbaijan, tapi ditinggali oleh etnis Armenia.
Dalam konflik yang masih terus berlanjut, 30 ribu orang terbunuh dan ratusan ribu kehilangan rumah.
Kepemimpinan Baku, Azerbaijan, masih menuduh negara tetangga mengambil teritori Azerbaijan melanggar hukum internasional.
Meskipun telah terjadi ketegangan berulang kali, konflik ini memanas lagi sejak 1994.
Desakan Uni Eropa
Mengutip Euro News, konflik Nagorno-Karabakh menjadi topik utama pembahasan Uni Eropa di Brussels minggu ini.
Pasalnya, ketegangan antara pasukan kedua pihak tidak tunjukkan tanda akan mereda.
Mengatakan kepada Euro News, Perdana Menteri Armenia Nikol Pashinyan, dan Presiden Azerbaijan, Ilham Aliyev, telah menuding satu sama lain sebagai penyebab kekerasan di Nagorno-Karabakh.
Sementara belum ada upaya untuk lakukan gencatan senjata lagi.
Lebih buruk lagi, konflik mulai merembet ke Turki dan Rusia, yang tingkatkan bahaya konflik yang lebih besar.
Itulah sebabnya Uni Eropa mendesak kedua belah pihak memastikan warga sipil tetap aman.
Ingin mendapatkan informasi lebih lengkap tentang panduan gaya hidup sehat dan kualitas hidup yang lebih baik?Langsung saja berlangganan Majalah Intisari. Tinggal klik di sini