Dari hasil penjualan, dia baru bisa memetik laba sekitar Rp 1000 per item yang laku.
Laba tersebut didapat setelah menghitung bahan baku dan ongkos produksi.
Bahan baku sabut kelapa, dipasok dari Jepara seharga Rp 1,5 juta per truk. Sementara untuk penggilingan sabut, mesinnya masih meminjam.
"Meski belum ada pasar tetap tapi kami tetap berproduksi karena motivasi awalnya memang pemberdayaan lansia," terang David.
Senada dengan apa yang disampaikan oleh David, Mbah Temu (60) yang sehari-hari tinggal sendiri di gubuk reyot juga merasa bersyukur ada pemuda yang peduli lansia.
Berkat David sekarang dia tidak lagi merasa kesepian tanpa kegiatan.
Mimpi David ke depan adalah makin meluaskan usaha supaya para lansia makin banyak yang bisa bergabung.
Saat ini konsep pembuatan peci berbahan sabut sudah mulai dirintis tapi David masih membutuhkan dukungan moral dan modal untuk mengembangkannya.
Artikel ini telah tayang di Kompas.com dengan judul "Kisah Guru Honorer yang Rela Gaji Minus untuk Berdayakan Lansia", Klik untuk baca: https://regional.kompas.com/read/2020/09/12/15412301/kisah-guru-honorer-yang-rela-gaji-minus-untuk-berdayakan-lansia?page=all#page2.Penulis : Kontributor Demak, Ari WidodoEditor : Teuku Muhammad Valdy Arief