Penulis
Intisari-online.com -Arab Saudi, Uni Emirat Arab, Bahrain dan Kesultanan Oman nyatakan dalam Pernyataan Bersama Juli 2020 lalu bahwa hak asasi manusia dari "orang-orang dari semua kelompok etnis" yang tinggal di wilayah Xinjiang telah terlindungi secara efektif.
Namun, menurut Kantor Komisioner Tinggi Hak Asasi Manusia PBB, setengah juta orang yang tinggal di Xinjiang (sebagian besar merupakan minoritas Muslim Uighur), masih belum diketahui keberadaannya sampai saat ini.
Presiden Institut Uighur Eropa di Paris, Dilnur Reyhan mengatakan bahwa "negara-negara Teluk seperti Iran, berpartisipasi aktif mendukung kebijakan China."
Seperti yang dituliskan oleh Sebastian Castelier di haaretz.com, perwakilan hubungan luar negeri dari empat negara Teluk yang bergabung dalam Pernyataan Bersama itu tidak merespon saat diminta berkomentar lebih lanjut.
Rupanya, China bermain lihai dalam hal ini.
Sejak 2016, pemerintah China dilaporkan telah menghancurkan kehidupan etnis minoritas Muslim Uighur di Xinjiang.
Mereka membatasi HAM dan kebebasan beragama, memaksakan jutaan Muslim Uighur untuk ikuti kamp konsentrasi 'pendidikan ulang' yang dijalankan oleh pemerintah.
Dalam kamp tersebut mereka menghadapi indoktrinasi, tujuannya seperti dituliskan oleh New York Times, untuk "mengingkari ketaatan pada Islam."
Beberapa ahli mengatakan Beijing juga mengejar "genosida demografi" saat tingkat kelahiran warga Uighur merosot drastis lebih dari 60% dari 2015 sampai 2018 lalu.
Analisis statistik pejabat China menguak kampanye "tindakan ekstrim untuk menurunkan laju kelahiran antara Uighur dan minoritas lain," seperti dilaporkan dari Associated Press.
China berulang kali menampik tuduhan ini sebagai 'tuduhan yang salah' dan berargumen bahwa fasilitas dari negara tersebut adalah bagian dari perang terhadap teror bertujuan untuk mengatasi ekstremisme.
Ini mengikuti kerusuhan antara sebagian besar minoritas Muslim Uighur dan mayoritas Han China yang sebabkan kematian ratusan orang selama beberapa 'serangan teror'.
Kemudian kehadiran individu Uighur yang berperang dengan ISIS di Suriah memicu ketakutan di antara penduduk Tiongkok.
Selama kunjungannya yang pertama dan satu-satunya ke Xinjiang, Xi Jinping Presiden China mengtakan dalam pidato rahasia, "kita harus keras terhadap mereka" dan "jangan tunjukkan belas kasihan."
Termasuk dari '75 indikator perilaku' yang dianggap ekstrimis termasuk sholat di tempat umum di luar masjid, tiba-tiba berhenti meminum alkohol, tumbuhkan jenggot untuk para pria baik muda maupun tua dan menggunakan jilbab untuk wanita.
Ironis, karena jilbab dipakai oleh jutaan wanita di sepanjang negara Teluk.
Jonathan Fulton, Asisten Profesor Ilmu Polirik di Universitas Zayed, Uni Emirat Arab, dan juga penulis buku "China's Relation with the Gulf Monarchies," mengatakan jika situasi di Xinjiang "tidak menangkap imajinasi warga negara Teluk seperti yang diharapkan oleh banyak orang di negara Barat."
Laporan tentang kekerasan terhadap orang Uighur jarang menjadi berita utama media lokal negara Teluk.
Bahkan, saat para warga ditanyai mengenai Uighur, jawabnya itu adalah kali pertama mereka mendapat pertanyaan demikian.
"Tidak ada fokus pada mereka di sini. Apakah mereka Muslim?" pasti demikian.
Menurut kelompok-kelompok hak, alasan utama negara-negara Teluk tidak menonjolkan Xinjiang adalah untuk menghindari perhatian terhadap pelanggaran hak asasi manusia yang merajalela.
Pada 2018, agen Saudi membunuh dan memutilasi jurnalis Jamal Khashoggi di Istanbul.
Human Rights Watch menyebut situasi di Bahrain "mengerikan" dan bahwa tidak ada kemungkinan "perbedaan pendapat damai" di UEA.
Reyhan mengatakan posisi negara-negara Teluk tidak mengherankan: "Mereka terlalu menindas etnis, seksual dan agama minoritas."
Sedangkan menurut Fulton, negara Teluk diam karena secara etnis, Uighur bukan bangsa Arab.
Uighur memang kelompok etnis berbahasa Turki yang terkait dengan Turki melalui agama, etnis dan bahasa.
Sedang orang Uighur, sama halnya dengan semua pengungsi lainnya, juga tidak berhak mencari suaka di negara Teluk.
Hal ini karena tidak satu pun negara Dewan Kerjasama Teluk yang meratifikasi Konvensi PBB Pengungsi 1951.
Baca Juga: Review dan Tutorial Menonton Film Streaming Disney+ Hotstar di Telkomsel, Bisa di TV!
Beberapa orang Uighur tinggal di wilayah tersebut karena memiliki izin kerja, tetapi mereka berisiko dideportasi ke China jika kehilangan pekerjaan.
Arab Saudi, penjaga dua situs paling suci Islam dan pemimpin nominal komunitas Muslim, atau Ummah, telah memutuskan untuk "tidak membahayakan hubungannya dengan China" atas nasib orang Uighur, Fulton yakin.
"Jika seseorang mengeluarkan fatwa [aturan agama] tentang masalah ini, dia [ulama] harus melalui jalur negara sebelum bisa dirilis," tambah akademisi itu.
Kesimpulannya jelas: Tidak akan ada fatwa agama yang dibuat oleh ulama Saudi yang mendesak kesejahteraan warga Uighur.
Memang, dalam beberapa tahun terakhir, Putra Mahkota Arab Saudi Mohammed bin Salman telah membungkam para tokoh agama Islam, menuduh mereka mempromosikan "gagasan ekstremis" dan menentang reformasi sosial.
Tergantung kepada China
Sejak kehancuran minyak tahun 2014, ekonomi negara Teluk yang bergantung pada hidrokarbon telah menurun dan semakin bergantung pada peran global China yang semakin meningkat sebagai bagian dari poros ekonomi yang lebih luas ke arah Timur.
Satu contoh saja: sekitar 80 persen minyak yang diekspor Oman dikirim ke China.
Rencana diversifikasi ekonomi Teluk juga sejalan dengan Belt and Road Initiative Xi Jinping (Inisiatif Jalan dan Sabuk) atau Jalur Sutra Baru, jaringan infrastruktur darat dan maritim yang sangat besar untuk menghubungkan Eropa, Afrika, dan Asia.
Menurut China Global Investment Tracker, kumpulan data yang mencakup investasi global China, China menginvestasikan lebih dari $ 50 miliar di negara-negara GCC antara 2016 dan 2020.
Tingkah laku negara-negara Teluk yang hanya diam melihat orang Uighur disiksa adalah noda yang tidak akan mudah terhapus.
Seperti yang disimpulkan Mesul Ozil: sejarah tidak akan mengingat "penyiksaan oleh para tiran", tetapi "keheningan saudara-saudara Muslim mereka."
Ingin mendapatkan informasi lebih lengkap tentang panduan gaya hidup sehat dan kualitas hidup yang lebih baik?Langsung saja berlangganan Majalah Intisari. Tinggal klik di sini