Find Us On Social Media :

Hampir Semua Negara Besar Afrika Jatuh Ke Perangkap Utang, Nyatanya Negara-Negara Kecil Ini Justru Tidak Menerima Investasi China, Ini Alasannya

By Maymunah Nasution, Sabtu, 29 Agustus 2020 | 15:07 WIB

Inisiatif Belt and Road China yang merupakan pembangunan jalur sutra baru untuk kuasai perdagangan dunia

Intisari-online.com - Inisiatif China membangun Jalur Sutera baru atau Belt and Road Initiative (BRI) merupakan proyek perkembangan transkontinental China.

China berupaya membangun jalur antara negara-negara di Asia, Eropa dan Afrika sebagai jalur perdagangan.

Program ini pertama kali diumumkan oleh Presiden Xi Jinping tahun 2013 lalu.

Sejak itu, lusinan negara telah menandatangani kesepakatan yang menjerat negara-negara itu dalam perangkap utang kepada China.

Baca Juga: Apakah Parasetamol untuk Semua Jenis Obat Penurun Panas? Baca Ini!

Tawaran itu menggiurkan karena membantu hapus kesenjangan infrastruktur, meningkatkan investor luar negeri, memperluas jaringan perdagangan dan mengurangi kemiskinan.

Termasuk dari negara-negara itu adalah negara di benua Afrika, sebanyak 40 dari total 55 negara di benua Afrika.

Mereka, dalam koalisi Uni Afrika, telah menandatangani MoU (memoranda of understanding) dengan Beijing untuk pembiayaan pembangunan jalan raya, bandara dan jalur kereta api.

Namun saat 2019, 6 tahun sejak perkenalan BRI, 14 negara Afrika belum ikut serta.

Baca Juga: Sebut Penjajah Saat Jadi Bagian Indonesia, Pejabat Timor Leste Ini Segan Bahkan Bungkukkan Badan Saat Bersalaman dengan Pejabat dari Provinsi Termiskin Ketiga Indonesia Ini

Hal ini timbulkan pertanyaan tentang profil negara-negara tersebut dan mengapa mereka bertahan melawan dorongan tegas Beijing ke Afrika.

Secara geografis, negara-negara ini tersebar di empat wilayah di benua itu: di sebelah timur (Eritrea, Mauritius), tengah (Republik Demokratik Kongo, Republik Afrika Tengah), barat (Benin, Equatorial Guinea), dan selatan (Eswatini, Botswana).

Sedangkan semua negara di Afrika Utara merupakan bagian dari koridor ekonomi BRI.

Baca Juga: Tak Ada Hubungan Diplomatik bahkan dikenal Anti-Israel, Inilah Rekam Jejak Hubungan Rahasia Indonesia dengan Israel yang Sudah Ada Sejak Zaman Presiden Soeharto

Meskipun tidak ada pembenaran atau penyalahan mengapa negara-negara ini belum menandatangani MoU dengan China tentang BRI, ada faktor politik dan ekonomi yang membuat mereka menunggu dan melihat situasinya.

Politik internal China sendiri secara khusus memainkan peran kunci di mana negara-negara telah mendaftar, seperti diungkapkan oleh Hannah Ryder, kepala eksekutif konsultan Development Reimagined yang berbasis di Beijing.

Mengutip Quartz Africa, kerajaan Eswatini (sebelumnya bernama Swaziland) belum ikut kesepakatan itu karena mereka mengakui Taiwan sebagai negara demokrasi.

Sedangkan Beijing mengecam keras hal ini dan menganggap Taiwan sebagai bagian dari negaranya.

Baca Juga: Resepsi Pernikahan Berujung Tragis, Kedua Pengantin, Keluarga, dan Puluhan Tamu hingga Tetangga Positif Covid-19, Langsung Jadi Klaster Baru di Pangandaran

Baik Sao Tome dan Principe dan Burkina Faso juga lanjutkan hubungan dengan China baru-baru ini setelah memutus hubungan dengan Taipei tahun 2016 dan 2018.

Faktor lain yang perlu dipertimbangkan adalah 7 dari 14 negara itu, termasuk Republik Kongo, Republik Afrika Tengah dan Benin melawan aksesi China ke PBB tahun 1971 silam.

Sedangkan pejabat tinggi China tetap melanjutkan untuk kunjungi Afrika setiap tahunnya, Ryder menyebutkan sama sekali tidak ada yang pernah ke Komoros atau Lesotho 10 tahun sebelumnya.

Kondisi ekonomi dan pemeirntahan menyediakan beberapa penjelasan juga.

Baca Juga: Kini WHO Tak Lagi Ambisius Soal Program 'Vaksin Covid-19 untuk Semua', Ternyata Inilah Penyebabnya

Negara-negara seperti Mauritius, Botswana dan Equatorial Guinea adalah negara ekonomi kelas menengah, Ryder mengatakan "mereka menunggu melihat BRI berdampak apa secara pragmatisnya sebelum sepakati MoU, karena mereka tidak sepenuhnya yakin dengan dampak BRI."

Juga, mengingat sistem politik yang kuat dan stabil di negara-negara sepeti Mauritius dan Botswana, proyek-proyek China telah mendapat pengawasan yang jauh lebih cermat daripada di negara-negara Afrika lainnya.

Meskipun demikian, daftar tersebut masih mencakup negara-negara miskin atau kurang berkembang (Guinea Bissau, Malawi), negara-negara di bawah pemerintahan totaliter (Eritrea), negara-negara yang menerima investasi swasta China tingkat tinggi (Mauritius) dan beberapa dengan hubungan ekspor yang besar ke China (DR Congo).

Tandatangan BRI awalnya terpusat di Afrika Timur, tempat Beijing kembangkan proyek mega infrastruktur bernilai miliaran dolar.

Baca Juga: Rendaman Kunyit Sangat Bermanfaat Bagi Perokok, Apa Saja Manfaatnya?

Proyeknya termasuk jalur kereta api di Kenya dan Ethiopia bersama dengan proyek pelabuhan besar-besaran di Djibouti.

Namun seiring berjalannya waktu, Beijing memasarkan BRI ke lebih banyak negara Afrika dan mengartikulasikan apa yang akan diperlukan dalam penandatanganan MoU dalam jangka panjang.

Ryder mengatakan bahwa untuk China, "pandangan agar lebih banyak negara menandatangani MOU BRI sudah jelas: hal itu tidak datang dengan komitmen khusus tetapi menandakan hubungan yang berpotensi lebih kuat."

Meski begitu, tidak ada jaminan BRI akan berhasil di Afrika meskipun sudah ada banyak dukungan.

Baca Juga: Bahaya Mengintai Para Pria yang Menggunakan Ponsel di Malam Hari, Hal Ini yang akan Terjadi pada Kesuburan

Memang dengan fakta 14 negara tidak ikut menandatangani maka Beijing tidak dapat mengatakan bahwa seluruh benua Afrika bergabung dengan BRI.

Namun penelitian baru-baru ini juga menunjukkan bahwa ketegangan geopolitik global, perang dagang dan perlindungan negara dapat memangkas 800 miliar Dolar dari skema tersebut.

Hal itu tentunya berdampak pada seberapa banyak keuntungan Afrika dalam jangka panjang.

Ryder mengatakan negara-negara Afrika dapat memanfaatkan potensi BRI untuk keuntungan mereka.

Baca Juga: Hadapi Corona; Makanan Terbaik untuk Disimpan Kala Tanggap Darurat

Ini bisa terjadi jika Uni Afrika membuat "kerangka" untuk proyek lintas negara dan regional utama yang harus didukung China.

Negara-negara anggota yang telah menandatangani BRI juga harus mempublikasikan "strategi China" yang menguraikan prioritas mereka dan apa yang ingin mereka capai dari kemitraan ini.

Antar negara juga harus berbagi praktik terbaik di antara mereka sendiri sehingga mereka dapat belajar dari kesalahan satu sama lain.

“Tanpa tiga langkah ini,” Ryder menyimpulkan, “Afrika tidak akan dapat memanfaatkan BRI, atau inisiatif lain yang datang.”

Baca Juga: Sering Jadi Perdebatan, Tapi Rupanya Nasi Putih Bisa Jadi Pemicu Diabetes, Ini Cara Aman Konsumsi Nasi Putih yang Enak

Ingin mendapatkan informasi lebih lengkap tentang panduan gaya hidup sehat dan kualitas hidup yang lebih baik?Langsung saja berlangganan Majalah Intisari. Tinggal klik di sini