Find Us On Social Media :

Kurang Dari 3 Bulan Lagi, Pemilu AS Rupanya Sudah di Depan Mata, Inilah Penyebab Mengapa Pemilu AS Adalah Ancaman Global yang Nyata, Apa Saja?

By Maymunah Nasution, Jumat, 28 Agustus 2020 | 13:52 WIB

Melania Trump dan Donald Trump

Intisari-online.com - Siapa sangka, kurang dari 3 bulan lagi akan terjadi peristiwa yang berdampak besar pada dunia dan peradaban modern.

Pemilu AS November mendatang adalah peristiwa yang dimaksud, ya, kurang dari 3 bulan lagi AS akan mengadakan pemilihan presiden mereka yang ke-59.

Amerika, sebagai negara adidaya, yang jauh lebih kuat secara ekonomi dan militer daripada dua pesaing utamanya (Rusia dan China) digabungkan, pemilihan presiden AS akan memberi pengaruh kepada negara-negara lain.

Namun ada yang berbeda dengan pemilu kali ini, bahkan ahli sebutkan pemilu ini merupakan ancaman akut untuk seluruh dunia.

Baca Juga: Sering Dilakukan Sehari-hari, Hati-hati! Ternyata Minum Air dari Dispenser Simpan Bahaya Tersembunyi, Bagaimana Cara Menghindarinya?

Saat ini tidak ada pertanyaan bahwa dipilihnya Donald Trump dapat membahayakan baik AS dan seluruh dunia.

Serta, ada juga alasan besar untuk takut pemilihan tertutup dapat membawa AS mengalami krisis konstitusi berkepanjangan dan mungkin sebabkan kekerasan sipil.

Mengutip ASPI, 2016 lalu Trump hanya menang di Electoral College atau badan pemilihan yang didirikan oleh Konstitusi AS, dan ia kalah voting populer.

Jika hal itu terjadi lagi, baik Joe Biden maupun mayoritas warga negara yang melawannya akan sulit menerima hasil itu.

Baca Juga: Dibentuk oleh Tentara Merah pada 1948, Temui Divisi Lapis Baja ke-105 Korea Utara: Bisakah Tank Terbaik Kim Jong-un Menghentikan Pasukan Amerika?

Kondisi yang terjadi era Hillary Clinton tahun 2016 lalu tidak bisa diharapkan terjadi pada Trump kali ini.

Justru, jika ia menang lagi dan Mahkamah Agung maju lagi untuk memilih presiden yang sah sama seperti saat mereka memilih George W. Bush daripada Al Gore tahun 2000, dipastikan akan terjadi protes besar-besaran di seluruh negeri.

Merespon itu, Trump dipastikan melepas tentara dan polisi serta penegak hukum lain untuk menenangkan protestan.

Secara altenatif, karena Biden terus-terusan menyingkirkan Trump di jajak pendapat, Trump kemungkinan menggunakan pandemi Covid-19 untuk menunda pemilu atau bahkan melakukan korupsi di pemilu ini.

Baca Juga: Kemarin Tutup Mulut, Kini Korea Utara Rilis Foto-foto Terbaru Kim Jong-un Setelah Isu Diktator Ini Koma Mencuat, Publik: Itu Asli apa Palsu?

Hal ini mungkin terjadi, mengingat ia telah habiskan seluruh musim panas untuk menghapus keabsahan surat suara dalam upaya mendelegitimasi pemilu 3 November sebelumnya.

Meskipun tindakan ini mendapat perlawanan yang kuat, Trump meletakkan dasar untuk memobilisasi pendukungnya dan tetap berpegang pada Gedung Putih terlepas dari hasil pemilu.

Sebelumnya telah disaksikan di negara bagian Portland dan Chicago kericuhan dan protes besar-besaran.

Kejadian itu secara tidak langsung membantu Trump secara politis dalam rangka mengejar strateginya.

Baca Juga: Subsidi Gaji Sudah Mulai Cair, Ini 4 Penyebab BLT BPJS Ketenagakerjaan Rp 600.000 Belum Masuk ke Rekening Anda

Saat kejadian di Portland, ia sudah luncurkan Departemen Keamanan Nasional untuk mengintimidasi grup protestan kecil.

Hasil yang sudah bisa ditebak dan kemungkinan besar disengaja adalah ekspansi protes dan peningkatan kekerasan.

Pesan Trump kepada para warga kulit putih di wilayah pinggir kota sangat jelas: saya adalah presiden yang terapkan hukum dan aturan.

Penggunaan penegak hukum untuk mengintimidasi populasi juga menjadi tanda jelas bahwa pemilu tidak bisa dilaksanakan dengan adil dan tenang tanpa dimanipulasi melalui pemilih yang disuap oleh lawannya.

Baca Juga: Bak Jatuh Tertimpa Tangga, Pandemi Covid-19 Belum Usai, Singapura Juga Harus Hadapi Wabah Penyakit yang Menghantui Indonesia Selama 50 Tahun Lamanya, 'Sudah Ada 26.000 Kasus!'

Gambaran milisi sayap kanan yang mengganggu protestan damai menanti negara itu.

Jika AS terus-terusan alami kekacauan di dalam negeri, ini bisa jadi ancaman terbesar yang dihadapi dunia untuk saat ini.

Di tengah tumbuhnya risiko global mulai dari pandemi, perubahan iklim, ancaman serangan nuklir serta tindakan China dan Rusia yang mulai asertif, kekacauan politik AS menjadi pembesar kekacauan-kekacauan dunia yang sudah ada.

Secara sederhana, AS terlalu penting secara ekonomi, politik dan militer untuk 'beristirahat' atau lebih buruk, menjadi negara yang tidak stabil di konflik global.

Baca Juga: Australia Dijamin Rugi Besar Jika Perpanjang 'Perang Dagang' dan Bertindak Ala Bandit Dengan China, Lihat Saja Angka-angka Keuntungan yang Diraup Australia dari China Ini

Oleh sebab itu pemerintahnya harus bisa menanggulangi kekacauan lokal atau nasional yang mungkin terjadi.

Ada alasan lain mengapa pemilu di AS tidak boleh gagal secara landasan adil dan dalam penerapan demokrasinya.

Kekuatan poros Barat berasal dari demokrasi, dan meskipun banyak sekutu poros Barat gagal melakukannya, negara pemimpinnya tidak boleh gagal melakukan praktik demokrasi paling penting yaitu memilih pemimpin mereka.

Jika mantan pemimpin de fakto poros Barat tidak mampu lagi menangani prinsip demokrasi yang benar, maka sekalian saja seluruh dunia mengganti sistem politik mereka.

Baca Juga: Diklaim Sebagai Negara Maju, 10 Negara Termasuk AS, Singapura, sampai Jepang Alami Resesi Ekonomi di Tengah Pandemi Covid-19, Tapi 2 Negara Ini Tidak, Indonesia?

Perlu diingat, peristiwa yang bisa jadi ancaman terbesar dunia ini akan berlangsung kurang dari 3 bulan lagi.

Ingin mendapatkan informasi lebih lengkap tentang panduan gaya hidup sehat dan kualitas hidup yang lebih baik?Langsung saja berlangganan Majalah Intisari. Tinggal klik di sini