Kondisi yang terjadi era Hillary Clinton tahun 2016 lalu tidak bisa diharapkan terjadi pada Trump kali ini.
Justru, jika ia menang lagi dan Mahkamah Agung maju lagi untuk memilih presiden yang sah sama seperti saat mereka memilih George W. Bush daripada Al Gore tahun 2000, dipastikan akan terjadi protes besar-besaran di seluruh negeri.
Merespon itu, Trump dipastikan melepas tentara dan polisi serta penegak hukum lain untuk menenangkan protestan.
Secara altenatif, karena Biden terus-terusan menyingkirkan Trump di jajak pendapat, Trump kemungkinan menggunakan pandemi Covid-19 untuk menunda pemilu atau bahkan melakukan korupsi di pemilu ini.
Hal ini mungkin terjadi, mengingat ia telah habiskan seluruh musim panas untuk menghapus keabsahan surat suara dalam upaya mendelegitimasi pemilu 3 November sebelumnya.
Meskipun tindakan ini mendapat perlawanan yang kuat, Trump meletakkan dasar untuk memobilisasi pendukungnya dan tetap berpegang pada Gedung Putih terlepas dari hasil pemilu.
Sebelumnya telah disaksikan di negara bagian Portland dan Chicago kericuhan dan protes besar-besaran.
Kejadian itu secara tidak langsung membantu Trump secara politis dalam rangka mengejar strateginya.