Find Us On Social Media :

Demi Bangkitkan Kembali Jalur Sutra Kuno, China Jalin Kemesraan Senilai Rp6 Kuadriliun dengan Negara Ini, Tapi Posisinya di Timur Tengah Malah Makin Muram

By Tatik Ariyani, Rabu, 19 Agustus 2020 | 11:56 WIB

Kenangan sejarah dari Perjanjian Turkmenistan tahun 1828 di mana Iran menyerahkan wilayahnya kepada Rusia, invasi Anglo-Soviet ke Iran selama Perang Dunia II, dan penggulingan Perdana Menteri Mohammad Mosaddeq yang didukung AS-Inggris pada tahun 1953 berjalan jauh di antara orang-orang Iran.

Slogan revolusioner "baik Timur maupun Barat" menangkap esensi dari kecurigaan Iran atas rancangan kekuatan besar.

Mengingat sejarah ini, banyak orang Iran yang secara refleks curiga dengan perjanjian China-Iran dan menuduh pemerintah menjual aset negara dengan harga murah.

Sentimen populer ini tidak dapat diabaikan. Dalam praktiknya, Iran dapat memperlambat, menegosiasikan ulang, atau bahkan membatalkan proyek yang telah disepakati dengan China, terutama jika berhasil membangun kembali hubungan komersial dengan Barat.

Baca Juga: Ngakunya 0 Kasus Covid-19, Kini Sejumlah Negara Barat Tarik Semua Diplomat dari Negara Pimpinan Diktator Kim Jong-un Korea Utara, Ada Apa?

Persaingan sengit dan konflik aktif di Timur Tengah juga akan menghadirkan tantangan.

Beijing tentu ingin menghindari jenis keterikatan militer yang telah menghambat Washington di kawasan itu bahkan ketika Beijing mendapat keuntungan dari payung keamanan AS untuk memajukan kepentingannya.

Namun sejarah menunjukkan bahwa kepentingan ekonomi, politik, dan militer dari kekuatan-kekuatan besar saling terkait erat.

Ketika kepentingan ekonominya di Timur Tengah tumbuh, China akan semakin sulit untuk tetap netral dalam masalah politik dan keamanan di wilayah di mana para aktor utamanya mengharapkan kekuatan besar untuk berpihak pada mereka.