Find Us On Social Media :

Membebaskan Arwah-arwah dari Kegelisahan dan Penderitaan, Warga Jepang Rayakan Festival Obon di Musim Panas, Diyakini Arwah Leluhur Kembali ke Bumi

By Khaerunisa, Sabtu, 25 Juli 2020 | 15:19 WIB

Tarian Obon dilakukan untuk menyambut arwah leluhur di Bumi.

Membebaskan Arwah-arwah dari Kegelisahan dan Penderitaan, Warga Jepang Rayakan Festival Obon di Musim Panas, Diyakini Arwah Leluhur Kembali ke Bumi

Intisari-Online.com - Ada beragam cara yang dilakukan orang-orang di seluruh dunia dalam menghormati arwah leluhur.

Festival Obon, merupakan cara warga Jepang untuk melakukannya.

Festival tersebut dilakukan setiap musim panas, mereka menyambut kembalinya arwah leluhur ke Bumi.

Kepercayaan tentang adanya ikatan antara yang hidup dan mati telah berakar sejak zaman kuno. Namun, sebagian besar ahli sepakat bahwa perayaan ini dilakukan berdasarkan sutra Buddha Urabon-kyō.

Baca Juga: Seakan Misteri Tak Terpecahkan, Paleogenomik Coba Ungkapkan Misteri Asal Usul Leluhur Bangsa Yahudi, Dari Mana Mereka Berasal?

Menurut kitab tersebut, salah satu murid Buddha menemukan ibunya tinggal di Realm of Hungry Ghosts, tempat di mana para arwah menderita kelaparan dan haus yang tak terpuaskan di akhirat.

Sang Buddha lalu memerintahkan murid tersebut untuk menyiapkan makanan dan minuman bagi orangtuanya yang telah meninggal, dan mengirim persembahan kepada para biksu di tanggal 15 bulan ketujuh.

Bentuk rasa syukur dan rasa hormat ini, dipercaya bisa membebaskan roh dari siksaan kekal yang mereka hadapi.

Mengikuti petunjuk sutra, saat ini, semua anggota keluarga di Jepang kembali ke rumah lahir mereka antara Juli dan Agustus, untuk melaksanakan serangkaian ritual dan perayaan Obon.

Baca Juga: Pembalasan China Tak Main-main, Kini Giliran AS yang Diminta Tutup Konsulatnya di Chengdu, AS Bakal Rugi Besar!

Ini dilakukan untuk menghormati mereka yang telah meninggal. Juga untuk membebaskan arwah-arwah gelisah, seperti hantu lapar, dari penderitaan mereka.

Perayaan yang dilaksanakan selama tiga hari tersebut, biasanya dimulai dengan mukaebi, menyalakan api dan lentera untuk memandu roh pulang ke rumah.

Meskipun perayaan di satu wilayah dan yang lainnya bisa sangat beragam, namun kebanyakan keluarga memiliki dua shōryō-dana -- altar berisi buah, dupa, dan bunga. Satu shōryō-dana untuk para leluhur, dan sisanya untuk para arwah yang belum menemukan kedamaian.

Ritual lain yang juga dilaksanakan adalah ohakamairi, yakni membersihkan dan menghias makam leluhur, menyampaikan doa di kuil, serta menyiapkan makanan khusus.

Baca Juga: Hamil di Tengah Pandemi seperti Artis Cantik Rianti Cartwright? Hal-hal Ini yang Harus Diperhatikan Agar Ibu dan Janin Tetap Sehat!

Bon Odori, tarian warga setempat, adalah ciri khas festival Obon. Gerakannya sangat simpel sehingga siapa pun bisa berpartisipasi.

Para penari biasanya mengenakan kostum tokoh cerita rakyat dan wajahnya dilukis dengan cat. Mereka lalu membentuk lingkaran di sekitar panggung dan menari diiringi drum taiko.

Malam terakhir festival Obon ditutup dengan okuribi, cahaya api unggun dan lentera terbang sebagai cara untuk mengucapkan selamat tinggal pada roh.

Kemunculan festival Obon pertama, tercatat pada periode Asuka. Namun, kemungkinan mulai dipopulerkan pada abad ke-12, seiring dengan semakin berkembangnya agama Buddha.

Baca Juga: Musuh China Bertambah Lagi, Filipina yang Tadinya Bersahabat Berputar Haluan Jadi Penentang China Karena Alasan Ini

Artikel ini telah tayang di Nationalgeographic.grid.id dengan judul Festival Obon, Ketika Warga Jepang Sambut Kedatangan Arwah Leluhur

 

Ingin mendapatkan informasi lebih lengkap tentang panduan gaya hidup sehat dan kualitas hidup yang lebih baik?Langsung saja berlangganan Majalah Intisari.Tinggal klik di https://www.gridstore.id/brand/detail/27/intisari