Find Us On Social Media :

Maju dalam Pemilihan Wali Kota Solo, Gibran Rakabuming Berpotensi Jadi Calon Tunggal, Apa yang Akan Terjadi Jika Pilkada Hanya Diikuti Calon Tunggal?

By Mentari DP, Sabtu, 18 Juli 2020 | 12:10 WIB

Gibran Rakabuming Raka.

Intisari-Online.com - Nama Gibran Rakabuming Raka menjadi trending topic di media sosial Twitter.

Hal ini dikarenakan putra sulung Presiden Joko Widodo (Jokowi) tersebut akhirnya maju sebagai calon wali kota pada Pemilihan Wali Kota (Pilwalkot) Solo 2020.

Dilansir dari kompas.com pada Sabtu (18/7/2020), pencalonan itu terjadi setelah Gibran secara resmi menerima surat sakti dari DPP PDI-P .

Nantinya Gibran dipasangkan dengan Teguh Prakosa sebagai calon wakil wali kota Solo.

Baca Juga: Aksinya Dinilai Kelewatan, Kim Yo Jong, Adik Perempuan Kim Jong Un Terancam Dieksekusi Mati Jika Tertangkap oleh Korea Selatan

Bahkan jalan Gibran disebut sangat terbuka untuk memenangkan Pilwalkot Solo.

Sebab, hampir seluruh partai yang memiliki kursi di DPRD Solo memberikan dukungannya kepada Gibran.

Dengan ini, maka Gibran dan Teguh Prakosa berpotensi menjadi calon tunggal di Pilwalkot Solo.

Dalam beberapa tahun terakhir, muncul banyak fenomena calon kepala daerah tunggal di berbagai daerah.

Baca Juga: Sudah Jadi Kebiasaan Selama Work From Home, Para Pria yang Sering Memangku Laptop Bisa Alami Impoten hingga Picu Kanker Kulit, Segera Berhenti Melakukannya

Lalu bagaimana menurut pakar mengenai fenemona calon tunggal dalam pilkada tersebut? 

 

Pengamat Politik Universitas Sam Ratulangi Ferry Daud Liando mengatakan jika jika calon tunggal menang maka tidak ada kelompok oposisi yang berfungsi mengkritisi jalannya pemerintahan.

Sebab jika terpilih maka tata kelola pemerintahan akan terganggu.

“Kalau parpol-parpol mengusung pada salah satu calon siapa yang akan mengawasi pemerintahan,” kata Pengamat Pemilu Komunitas Pemerhati dan Pers Peduli Pemilu dan Demokrasi (KORELASI) tersebut di Kantor Bawaslu, Jakarta pada Selasa (3/7/2018).

“Salah satu tata kelola pemerintah yang baik harus ada check and balances yang baik atau tata kelola pengawasan,” katanya melanjutkan.

 

Ferry juga mengatakan, dalam prinsip demokrasi harus ada sifat kompetisi.

Sehingga, kata dia, ketika Pilkada kemarin hanya calon tunggal telah melanggar prinsip demokrasi.

"Bagaimana mungkin ada prinsip demokrasi kalau lawannya calon tunggal," ucap Ferry.  

Lebih lanjut, Ferry menjelaskan, jika nantinya suara calon tunggal kalah dibanding kotak kosong berdasarkan hasil perhitungan KPU, maka pasangan calon yang kalah boleh mencalonkan lagi dalam pemilihan berikutnya.

“Menurut UU pelaksanaannya akan dilakukan tahun 2020,” kata dia.

Baca Juga: Terjadi Sejumlah Insiden Ledakan hingga Kebakaran di Kamp Militer, Sistem Peluncur Rudal Nuklir Iran Siap Siaga, AS: Itu Peringatan, Bukan Latihan!

UU Nomor 10 Tahun 2016 Tentang Pilkada juga mengatur bagaimana jika Pilkada hanya diikuti calon tunggal. 

Pasal 54D diatur, pemenang Pilkada dengan calon tunggal harus memperoleh suara lebih dari 50 persen suara sah.

Jika suara tidak mencapai lebih dari 50 persen, maka pasangan calon yang kalah boleh mencalonkan lagi dalam pemilihan berikutnya.

Dalam Pasal 25 ayat 1 PKPU Nomor 13 Tahun 2018 diatur, apabila perolehan suara pada kolom kosong lebih banyak dari perolehan suara pada kolom foto Pasangan Calon, KPU menetapkan penyelenggaraan Pemilihan kembali pada Pemilihan serentak periode berikutnya.

Sementara di ayat 2 disebutkan "Pemilihan serentak berikutnya sebagaimana dimaksud pada ayat 1 dapat diselenggarakan pada tahun berikutnya atau dilaksanakan sebagaimana jadwal sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan."

(Reza Jurnaliston)

(Artikel ini telah tayang di Kompas.com dengan judul "Jika Calon Tunggal Menang, Tata Kelola Pemerintahan Bisa Terganggu")

Baca Juga: Lagi, Palestina 'Hilang' dari Google Maps, Netizen Tuduh AS Berada di Balik Kejadian Ini