Penulis
Intisari-online.com -Situasi lembah Galwan rupanya tidak akan mudah terselesaikan.
Ahli khawatir pertikaian ini akan berlangsung sangat lama.
Setelah bentrokan mematikan yang terjadi pada 15 Juni lalu, China dan India masih lakukan perang dingin dengan lemparkan ujaran kebencian.
Kini, perang ujaran itu telah membelok ke arah baru.
Baca Juga: Manfaat Daun Ketumbar untuk Sehat, Termasuk Kesehatan Tulang dan Ini!
Namun klaim dari kedua belah pihak mengenai perjanjian yang benar-benar disepakati keduanya masih santer dan tidak segera mencapai kata sepakat.
Juru bicara menteri luar negeri China Zhao Lijian meningkatkan ketegangan dengan menuduh New Delhi.
Minggu lalu ia sebutkan jika "aksi mengerikan pasukan India telah hancurkan kesepakatan yang diraih antara dua negara dalam masalah perbatasan."
Sehari kemudian, tandingan Indianya Anurag Srivastava menyerang balik.
Ia menuduh China-lah yang menodai perjanjian bilateral mereka, dan tidak menghargai pembagian perbatasan yang ditetapkan tahun 1993 lalu.
Pasalnya, China susupkan sejumlah pasukan di perbatasan Himalaya sejak awal Mei.
Isu tersebut, ia klaim sebagai serangan telak China kepada India.
Duta Besar China untuk India Sun Weidong dalam wawancaranya dengan agensi berita India PTI, di hari yang sama, terang-terangan menuduh Perdana Menteri China Narendra Modi.
Menurutnya, pemerintahan Narendra Modi telah nodai pakta 1993 dan 1996 yang menjembatani hubungan kedua negara.
Hal ini sangat membuat cendekiawan yang mengamati kedua negara besar itu khawatir.
Argumen terakhir timbulkan interpretasi berbeda mengenai perbatasan yang sebelumnya telah disetujui.
Hal ini telah tekankan kompleksitas dari masalah perbatasan di tengah kecurigaan dan antagonisme antara India dan China.
Rupanya, sejak 1993 China dan India telah menandatangani setidaknya 5 perjanjian mengenai perbatasan yang tidak ditandai, atau dikenal dengan Line of Actual Control (LAC).
Juga, beberapa protokol lain untuk memastikan perdamaian dan ketenangan di perbatasan semenjak pembicaraan dimulai tahun 1981 silam.
"Memang fakta bahwa tidak ada batas demarkasi yang jelas antara kedua negara, selain garis tradisional acak yang bertahan ribuan tahun," ujar Wang Dehua, ahli studi India di Shanghai Municipal Centre for International Studies.
Wang sebutkan ketegangan akibat perbatasan itu, yang sebenarnya adalah warisan dari imperialisme Inggris yang telah dipaksakan ke China, tetap relevan untuk masa lalu, masa kini dan masa depan terkait kedua negara.
Terutama semenjak perang berdarah-darah di perbatasan itu tahun 1962 silam.
"Itulah sebabnya isu perbatasan sangatlah sensitif dan sulit untuk mendapatkan kesepakatan dan solusi permanen yang adil, tidak bias dan sama-sama diterima kedua belah pihak," ujarnya.
Menurut Mohan Guruswamy, kepala lembaga think tank Pusat Alternatif Kebijakan di New Delhi serta rekan senior Institusi United Service di India, bentrokan baru-baru ini gambarkan ketegangan yang belum pernah dilihat sejak 1962 lalu.
"Di sebagian besar sektor ada tumpang tindih mengenai LAC dengan klaim China dan India kadang melebihi batas masing-masing.
Baca Juga: Obat Penurun Panas Alami pada Balita Tanpa Resep, Tetap Lakukan Ini!
"Kadang hanya beberapa meter, tapi kadang bisa sampai berkilo-kilometer jauhnya," ujarnya.
Kondisi kedua negara sempat membaik ketika tahun 1988, perdana menteri India yang waktu itu menjabat, Rajiv Gandhi mengunjungi China.
Ia adalah pemimpin India pertama yang kunjungi China sejak 1954.
Pertemuan Gandhi dengan presiden China saat itu Deng Xiaoping membuka babak baru dalam ikatan bilateral keduanya.
Deng sebutkan kedua belah pihak harus "melupakan masa lalu".
Itu terjadi setahun semenjak bentrokan terbesar kedua negara yang dimulai sejak 1962 berakhir.
Saat itu, China mengklaim bagian Tibet selatan.
Sejak itu, ada 10 tahun masa damai dan ketenangan dengan dikenalkannya gugus tugas di perbatasan membicarakan mengenai kerjasama dua negara.
Saat itu juga mungkin periode negosiasi perbatasan paling produktif dalam kisaran waktu 1988 sampai 2003 yang kemudian ciptakan perjanjian 1993 dan 1996.
Kedua perjanjian itu sebutkan secara spesifik mengenai kedua belah pihak harus kurangi atau batasi pasukan militer sepanjang LAC.
Pakta 1996 secara spesifik melarang tembakan senapan dan ledakan dalam jarak 2 km LAC, yang jelaskan mengapa pertikaian selanjutnya terjadi dengan pentungan berpaku, bogem mentah dan batu-batu yang dilempar.
Kemudian, hubungan keduanya mundur lagi, terutama ketika uji senjata nuklir India tahun 1998, tetapi perjanjian perbatasan lain dicapai pada protokol 2005.
Sejak itu, menurut artikel oleh Smith for Indian think tank, lembaga Observer Research Foundation, ikatan bilateral telah berubah menjadi kompetisi dan persaingan karena China mengadopsi pendekatan asertif untuk masalah teritorial dan India mendekati Amerika setelah mendatangani kesepakatan nuklir tahun 2005.
Ingin mendapatkan informasi lebih lengkap tentang panduan gaya hidup sehat dan kualitas hidup yang lebih baik?Langsung saja berlangganan Majalah Intisari. Tinggal klik di sini