Find Us On Social Media :

Krisis Corona di Brazil: Ketika Sang Pemimpin Tak Serius Tangani Pandemi yang Hilangkan Banyak Nyawa, Ditinggal Menteri Kesehatan, hingga Nasib Rumah Sakitnya di Ujung Tanduk

By Khaerunisa, Rabu, 20 Mei 2020 | 21:45 WIB

(Ilustrasi) Krisis corona di Brazil

Intisari-Online.com - Virus corona telah menginfeksi jutaan manusia di seluruh dunia.

Tak pandang negara besar maupun kecil, virus ini telah menyebabkan begitu banyak kekacauan di masing-masing negara terdampak.

Brazil menjadi salah satu negara terdampak paling parah oleh pandemi ini.

Krisis corona telah terjadi di negara yang dipimpin oleh Presiden Jair Bolsonaro itu.

Baca Juga: China 'Kebakaran Jenggot' Dituduh Menteri Brazil Ciptakan Virus Corona untuk Kuasai Dunia dalam Tweet yang Sangat Rasis, 'Kami Meminta Jawaban!'

Bukan hanya peningkatan kasus positif Covid-19 yang menunjukkan jumlah besar dari hari ke hari, namun juga berbagai polemik yang terjadi.

Termasuk bagaimana sikap sang presiden yang menuai berbagai kritik.

Sementara kondisi rumah sakit - rumah sakit di Brazil berada di ujung tanduk.

Ditambah dengan sikap masyarakatnya yang acuh tak acuh tak kalah menambah kekacauan di tengah pandemi.

Baca Juga: Anti Hacker Untuk Pemula, Inilah Password Manager Untuk Amankan Data

Brazil Berada di Urutan Atas Negara Paling Parah Terdampak Covid-19

Data virus corona dunia hingga Rabu (20/5/2020) menunjukkan Brazil menempati negara keempat paling parah terdampak virus corona.

Melansir laman Worldometers mengutip Kompas.com, tercatat ada 265.896 kasus dan ada 17.840 orang meninggal akibat virus ini.

Sementara jumlah pasien yang sembuh yaitu sebanyak 100.459 orang.

Sebelumnya, negara ini sempat menempati posisi ketiga negara terdampat Covid-19 terparah di dunia.

Sehari, negara ini mencatatkan belasan ribu kasus baru, misalnya pada Senin (18/5/2020) kemarin, ada penambahan 13.140 kasus.

Kondisi ini semakin memprihatinkan melihat bagaimana sikap pemerintahnya.

Padahal, para ahli kesehatan percaya bahwa jumlah infeksi sebenarnya lebih besar daripada yang telah terungkap, bahkan kemungkinan 15 kali lebih tinggi.

Hal itu disebut terjadi karena kurangnya pengujian.

Mereka juga menduga bahwa setidaknya dua kali lebih banyak orang meninggal karena virus ini.

Baca Juga: Ini 5 Bagian Tergeli Wanita yang Bawa Kenikmatan Selama Hubungan Intim

Presiden Menolak Tangani Pandemi Covid-19, Juga Ditinggal Menteri Kesehatannya

Melansir dw.com, Presiden Jair Bolsonaro telah menolak untuk menangani pandemi Covid-10 secara serius saat lebih dari 17.000 penduduknya telah meninggal akibat virus tersebut.

Bolsonaro telah meremehkan Covid-19 sebagai penyakit yang tidak lebih dari 'flu kecil' dan menuduh China memicu histeria.

Dia percaya bahwa pandemi ini telah dirancang khusus untuk menyakitinya dan Presiden AS Donald Trump.

Maka, untuk menunjukkan ketidakkhawatirannya, Presiden Brazil dan delegasinya melakukan kunjungan resmi untuk bertemu dengan Trum pada awal Maret lalu.

Meski setelahnya lebih dari 20 pembantunya dinyatakan positif Covid-19, namun Bolsonaro tetap mengabaikan nasihat kesehatan dari WHO dan bahkan otoritas kesehatan negaranya sendiri untuk mempraktikan jarak fisik.

Baca Juga: Tergesa-gesa Longgarkan Lockdown dan Mulai Buka Gerai-gerai Toko, Kasus Baru dan Kematian Akibat Virus Corona di Italia Langsung Melonjak Tajam

Secara terbuka, Bolsonaro menyatakan bahwa dengan 'sejarahnya sebagai atlet' ia hanya akan menderita gejala ringan dari infeksi virus corona.

Selain itu, seperti rekannya, Trump, Bolsonaro menetapkan klorokuin, obat yang digunakan untuk mencegah dan mengobati malaria, sebagai obat untuk mengobati pasien Covid-19.

Di sisi lain, saat itu menteri kesehatan Brazil yang kini sudah dipecat Bolsonaro, Luiz Henrique Mandetta, menolak dukungan presiden terhadap klorokuin.

Mandetta diberhentikan pada bulan April kemudian digantikan oleh Nelson Teich, seorang ahli onkologi.

Namun, sama seperti Mandetta, Teich juga menolak untuk merekomendasikan klorokuin, dan dia mengundurkan diri hanya setelah 28 hari ditunjuk sebagai menteri kesehatan Brazil.

Baca Juga: Para Peneliti Brazil Kibarkan 'Bendera Merah' terhadap Penggunaan Dosis Tinggi Obat Klorokuin setelah Temuan Komplikasi Jantung pada Pasien Covid-19: 'Menghindari Kematian yang Tidak Perlu'

Klorokuin memang sempat diperdebatkan untuk menjadi obat Covid-19, karena belum ada bukti yang menunjukkan bahwa obat ini efektif untuk Covid-19.

Bahkan, pada bulan April, para ilmuwan Brasil mengakhiri studi tentang klorokuin setelah masalah irama jantung berkembang pada sekitar seperempat orang yang menggunakan dua dosis yang lebih tinggi untuk diuji.

Beberapa dokter pun khawatir jika ratusan orang Brazil telah meninggal karena minum onat ini di rumah tanpa pengawasan medis.

Sikap Bolsonaro yang tak serius menangani Covid-19 bukan tanpa alasan.

Baca Juga: Teka-teki Matematika Lucu Penghilang Kebosanan, Coba Jawab Yuk!

Presiden Brazil ini menginginkan kehidupan dan ekonomi kembali normal secepat mungkin, sementara menurutnya penguncian menghambat hal itu.

Maka, ia terus menentang langkah-langkah penguncian dengan alasan akan menghancurkan ekonomi.

Ia menggambarkan penutupan bisnis dan sekolah, bersama dengan pembatasan transportasi umum, sebagai kebijakan 'bumi hangus'.

Meskipun tingkat infeksi meningkat pesat, Bolsonaro berpendapat bahwa sebagian besar orang, termasuk dirinya sendiri, tidak perlu takut dengan virus tersebut.

Baca Juga: Menghembuskan Napas Terakhir Setelah 6 Hari Sembuh dari Covid-19, Seorang Mahasiswi di NTB Dinyatakan Meninggal karena Penyakit Lain

Rumah Sakit di Kota Terbesar Brazil Nasibnya di Ujung Tanduk

Ketidakseriusan Presiden Brazil menangani virus corona di negaranya, tampaknya menular ke sebagian warga.

Mengutip dw.com, akhir pekan lalu sejumlah orang bersuka ria keluar dan berkeliling di Rio de Janeiro.

Mereka menikmati kehidupan malam dan berkumpul untuk bir di sepanjang kawasan pejalan kaki pantai yang terkenal di kota tersebut.

Tidak ada yang mengenakan masker wajah wajib.

Setelah dua bulan melakukan tindakan penguncian yang meluas, penghuni lingkungan yang lebih makmur di kota senang untuk keluar dari rumah, tampaknya tidak peduli tentang pandemi COVID-19 yang sedang berlangsung.

Sementara itu di lingkungan miskin kota, tempat virus corona telah menyebar dengan cepat, orang-orang ketakutan.

Baca Juga: Berbulan-bulan Boikot Produk Kelapa Sawit Malaysia, India Kembali Beli CPO dari Malaysia, Inilah Alasan Terbesarnya

Mengutip BBC, Walikota Sao Paulo, kota terbesar di Brazil, menyatakan sistem kesehatannya nyaris kolaps di tengah lonjakan darurat untuk merawat pasien virus corona.

Bruno Covas mengungkapkan, saat ini kapasitas rumah sakit sudah mencapai 90 persen, dan bisa penuh dalam waktu dua pekan saja. Sao Paulo merupakan salah satu wilayah di Brasil yang paling parah terdampak virus corona, dengan korban meninggal mencapai 3.000 orang.

Covas mengatakan, dia kini tengah berdiskusi dengan pemerintah negara bagian terkait menerapkan lockdown ketat sebelum rumah sakit kewalahan.

Gubernur Sao Paulo mempunyai wewenang atas kepolisian, sehingga Covas yakin bahwa idenya untuk memberlakukan karantina wilayah akan sukses.

Kota terbesar Brasil itu mempunyai populasi 12 juta, dengan data resmi menunjukkan banyak warganya yang tak mengindahkan social distancing.

Sao Paulo bukan satu-satunya wilayah yang dilanda wabah parah.

Negara bagian Amazonas memiliki lebih dari 20.300 kasus yang dikonfirmasi pada hari Minggu, menurut angka resmi.

Layanan kesehatan di Manaus, ibukota negara bagian, juga telah kewalahan dan kuburan massal digunakan untuk menguburkan orang mati.

Baca Juga: Berbulan-bulan Boikot Produk Kelapa Sawit Malaysia, India Kembali Beli CPO dari Malaysia, Inilah Alasan Terbesarnya