Find Us On Social Media :

Krisis Corona di Brazil: Ketika Sang Pemimpin Tak Serius Tangani Pandemi yang Hilangkan Banyak Nyawa, Ditinggal Menteri Kesehatan, hingga Nasib Rumah Sakitnya di Ujung Tanduk

By Khaerunisa, Rabu, 20 Mei 2020 | 21:45 WIB

(Ilustrasi) Krisis corona di Brazil

Dia percaya bahwa pandemi ini telah dirancang khusus untuk menyakitinya dan Presiden AS Donald Trump.

Maka, untuk menunjukkan ketidakkhawatirannya, Presiden Brazil dan delegasinya melakukan kunjungan resmi untuk bertemu dengan Trum pada awal Maret lalu.

Meski setelahnya lebih dari 20 pembantunya dinyatakan positif Covid-19, namun Bolsonaro tetap mengabaikan nasihat kesehatan dari WHO dan bahkan otoritas kesehatan negaranya sendiri untuk mempraktikan jarak fisik.

Baca Juga: Tergesa-gesa Longgarkan Lockdown dan Mulai Buka Gerai-gerai Toko, Kasus Baru dan Kematian Akibat Virus Corona di Italia Langsung Melonjak Tajam

Secara terbuka, Bolsonaro menyatakan bahwa dengan 'sejarahnya sebagai atlet' ia hanya akan menderita gejala ringan dari infeksi virus corona.

Selain itu, seperti rekannya, Trump, Bolsonaro menetapkan klorokuin, obat yang digunakan untuk mencegah dan mengobati malaria, sebagai obat untuk mengobati pasien Covid-19.

Di sisi lain, saat itu menteri kesehatan Brazil yang kini sudah dipecat Bolsonaro, Luiz Henrique Mandetta, menolak dukungan presiden terhadap klorokuin.

Mandetta diberhentikan pada bulan April kemudian digantikan oleh Nelson Teich, seorang ahli onkologi.

Namun, sama seperti Mandetta, Teich juga menolak untuk merekomendasikan klorokuin, dan dia mengundurkan diri hanya setelah 28 hari ditunjuk sebagai menteri kesehatan Brazil.

Baca Juga: Para Peneliti Brazil Kibarkan 'Bendera Merah' terhadap Penggunaan Dosis Tinggi Obat Klorokuin setelah Temuan Komplikasi Jantung pada Pasien Covid-19: 'Menghindari Kematian yang Tidak Perlu'

Klorokuin memang sempat diperdebatkan untuk menjadi obat Covid-19, karena belum ada bukti yang menunjukkan bahwa obat ini efektif untuk Covid-19.

Bahkan, pada bulan April, para ilmuwan Brasil mengakhiri studi tentang klorokuin setelah masalah irama jantung berkembang pada sekitar seperempat orang yang menggunakan dua dosis yang lebih tinggi untuk diuji.