Mengejutkan, Setelah Sebut Akan Hujani Dunia Dengan Minyak, Raja Salman Geram Harga Minyak Masih Naik 16% Dalam Sepekan Terakhir, Ia Meminta Hal ini Dilakukan

May N

Penulis

Ngotot-ngototan Raja Salman dan Vladimir Putin belum temukan titik terang, kini harga minyak disebut naik selama sepekan

Intisari-online.com -Setelah melonjak tinggi pada perdagangan kemarin, harga minyak pagi ini turun tipis.

Jumat (3/4) pukul 6.15 WIB, harga minyak west texas intermediate (WTI) untuk pengiriman Mei 2020 di New York Mercantile Exchange berada di US$ 24,97 per barel.

Harga minyak ini turun 1,38% dari harga penutupan perdagangan kemarin.

Tapi dalam sepekan harga masih naik 16%.

Baca Juga: Perusahaan Teknologi Kontroversial Asal Israel Ciptakan Software Pelacak Pengidap Covid-19, Klaim Bisa Prediksi Munculnya Klaster Baru Corona

Kamis (2/4), harga minyak WTI melesat 24,67% ke posisi US$ 25,32 per barel dari hari sebelumnya US$ 20,31 per barel.

Harga minyak brent kontrak Juni 2020 di ICE Futures pun melesat 21,02% ke US$ 29,94 per barel pada perdagangan kemarin.

Presiden AS Donald Trump mengatakan bahwa dia berharap Arab Saudi dan Rusia akan segera mencapai kesepakatan untuk mengakhiri perang harga minyak.

Trump kemarin mengatakan bahwa Saudi dan Rusia bisa memangkas produksi antara 10 juta barel per hari hingga 15 juta barel per hari yang mewakili 10%-15% pasokan minyak global.

Baca Juga: Hadapi Corona: Ini Cara Memperkuat Sistem Kekebalan Tubuh Selama Pandemi Virus Corona, Salah Satunya dengan Prebiotik

Dengan pemangkasan ini, tidak perlu lagi partisipasi pemangkasan negara lain di luar OPEC.

Tapi, tidak ada detail lebih lanjut soal rencana ini.

Trump mengatakan bahwa dia telah berbicara dengan Presiden Rusia Vladimir Putin dan Pangeran Mohammed bin Salman pada Kamis kemarin.

"Saya berharap mereka akan memangkas sekitar 10 juta barel minyak atau lebih banyak lagi. Jika terjadi, akan SANGAT BAIK untuk industri minyak dan gas!" ujar Trump lewat Twitter.

Baca Juga: Unggulkan Rapid Test Karena Hasilnya Keluar Kurang dari 5 Menit, Produsen Asal China ini Malah Menyebut Alat Uji Tidak Akurat

Rusia dan Saudi tidak akur setelah kesepakatan OPEC+ runtuh pada awal Maret lalu.

Kedua negara tidak sepakat soal jumlah pemangkasan produksi minyak untuk menstabilkan harga.

Rusia menolak proposal pemangkasan produksi Saudi karena telah memangkas produksi bertahun-tahun di tengah produksi minyak AS yang terus mencapai rekor sebesar 13 juta barel per hari.

Kedua negara pun akhirnya menambah jumlah produksi.

Baca Juga: Seorang Mahasiswa di Malang Tidak Tahu Dirinya Pasien Positif Corona, Dirawat di Rumah Sakit hingga Sembuh, Begini Ceritanya 'Mimpi Buruk' Itu Terungkap

Peningkatan produksi ini terjadi di tengah permintaan minyak yang turun akibat pandemi virus corona.

Perusahaan-perusahaan penerbangan mengurangi frekuensi penerbangan akibat pembatasan perjalanan.

Tingkat lalu lintas darat pun berkurang drastis sehingga permintaan bensin dan bahan bakar lain menurun.

Saudi yang merupakan pemimpin de facto OPEC meminta pertemuan darurat anggota OPEC dan non OPEC atau OPEC+.

Baca Juga: Positif Corona, Pria Ini Ludahi Orang Saat di Stasiun Lalu Ditemukan Tewas di Dalam Kereta, Petugas Langsung Evakuasi Penumpang Lainnya

Menurut media pemerintah, pertemuan ini bertujuan untuk mencapai kesepakatan yang adil untuk stabilisasi pasar.

Tapi, belum jelas kapan pertemuan ini akan digelar.

Sementara Trump dijadwalkan bertemu dengan para eksekutif industri minyak AS pada hari ini.

Pejabat senior pemerintahan AS mengatakan bahwa Trump tidak akan secara formal meminta perusahaan minyak AS untuk mengontribusi pemangkasan produksi.

Baca Juga: Yasonna Laoly Serukan Pembebasan Terpidana Kasus Korupsi Demi Mencegah Penyebaran Virus Corona di Lapas, Ini Dia Koruptor yang Berpeluang Bebas Mulai Setnov Sampai Patrialis Akbar

Pasalnya, langkah ini dilarang oleh UU persaingan usaha AS.

"Ini adalah langkah yang sangat diperlukan dan penting. Karena harga minyak US$ 20 tidak menghasilkan apa pun. Secara fisik, keran harus ditutup," kata Brian Williams, partner Carl Marks Advisors kepada Reuters.

Permintaan minyak global diperkirakan turun sekitar 30 juta barel per hari pada bulan April, atau sepertiga dari konsumsi harian sebelumnya.

Lockdown mayoritas penduduk dunia akibat virus corona menjadi penyokong utama penurunan ini.

Baca Juga: Intelijen Sebut Indonesia Akan Hadapi Puncak Pandemi Corona Pada Bulan Juli, Sanggupkah Indonesia Mengantisipasinya?

Kemarin, Menteri Energi Rusia Alexander Novak mengatakan bahwa pihaknya tidak lagi berencana menaikkan produksi dan siap bekerja sama dengan OPEC dan produsen lain untuk menstabilkan harga.

(Wahyu Tri Rahmawati)

Artikel ini telah tayang di Kontan.co.id dengan judul Harga minyak naik 16% dalam sepekan, Saudi meminta pertemuan darurat

Ingin mendapatkan informasi lebih lengkap tentang panduan gaya hidup sehat dan kualitas hidup yang lebih baik?Langsung saja berlangganan Majalah Intisari. Tinggal klik di sini

Artikel Terkait