Advertorial

Mulai dari Harga Minyak Anjlok ke Level Terendah Sejak 1991 Sampai Wall Street Terseret ke Zona Merah, ini Dia Dampak Ngotot-ngototan Raja Salman dan Vladimir Putin Terkait Harga Minyak Mentah, jadi Untung Apa Rugi?

May N

Editor

Intisari-online.com -Harga minyak dunia, Brent anjlok sebesar 27 persen pada Senin (9/3/2020) menjadi 33,09 dollar AS per barel.

Hal tersebut terjadi usai Arab Saudi mengejutkan pasar dengan menyatakan perang harga dengan Rusia yang pernah menjadi sekutunya.

Sementara pada Minggu (9/3/2020) malam, harga minyak mengalami penurunan di level terendah sejak 1991.

Melansir CNN (9/3/2020), harga minyak AS jatuh sebanyak 27 persen ke level terendah selama empat tahun menjadi 30 dollar AS per barel.

Baca Juga: Laporan Rahasia Menyebut China Mengambil Organ dari Tahanan Muslim Uighur Untuk Merawat Pasien Virus Corona

Hal tersebut karena Arab Saudi bersiap membanjiri pasar dengan minyak mentah dalam upaya untuk merebut kembali pangsa pasar.

Baru-baru ini, harga minyak mentah turun sebesar 22 persen menjadi 32 dollar AS per barel.

Minyak mentah Brent, juga anjlok 22 persen menjadi 35 dollar AS per barel. Kontrak kedua minyak tersebut berada di level terendah mereka sejak 1991, menurut Refinitiv.

"Perang" antara Rusia dan Arab Saudi

Baca Juga: 1 Pasien Positif Virus Corona di Indonesia Meninggal Dunia

Gejolak anjloknya harga minyak muncul setelah ketegangan yang terjadi antara OPEC dan Rusia pada Jumat (7/3/2020).

Rusia menolak untuk mengikuti upaya OPEC menyelamatkan pasar minyak yang rusak karena virus corona dengan memangkas produksi.

Penolakan tersebut membuat industri minyak terguncang, memicu penurunan harga minyak sebesar 10 persen pada Jumat (7/3/2020).

Harga minyak telah anjlok karena wabah virus corona lantaran permintaan minyak mentah turun tajam.

Baca Juga: Mengatasi Hidung Mampet dalam Waktu 15 Menit, Cukup dengan Pijat Bagian Ini!

Tetapi, pada akhir pekan, Arab Saudi membuat situasi semakin rumit.

Arab Saudi memangkas harga jual resmi untuk kontrak April sebesar 6 dollar AS menjadi 8 dollar AS.

Menurut analis, hal itu dilakukan dalam upaya untuk merebut kembali pangsa pasar dan menumpuk tekanan pada Rusia.

"Sinyalnya adalah Arab Saudi sedang mencari cara untuk membuka keran perdagangan minyak dan memperjuangkan pangsa pasar," kata Matt Smith, direktur riset komoditas di ClipperData.

Baca Juga: Menteri Kesehatan Inggris Nadine Dorries Positif Virus Corona

Pada hari Selasa (10/3), Arab Saudi mengatakan, pihaknya akan meningkatkan pasokan minyak ke rekor tertiggi pada bulan April mendatang.

Keputusan ini memperuncing perselisihan dengan Rusia dan secara efektif menolak saran Moskow untuk kembali ke meja perundingan.

Bentrokan negara produsen raksasa minyak, Arab Saudi dan Rusia ini telah memicu penurunan harga minyak mentah sebesar 25% pada awal pekan ini.

Kondisi ini menyeret Wall Street ke zona merah akibat kepanikan investor yang melakukan penjualan besar-besaran. Akibatnya Wall Street terpukul parah dengan penurunan lebih dari 7%.

Baca Juga: Berita Hoax dan Kemampuan Literasi Orang Indonesia: Sulit Menemukan SDM yang Memenuhi Syarat di Indonesia

Mengutip Reuters, Rabu (11/3), Presiden Amerika Serikat (AS) Donald Trump berbicara dengan Putra Mahkota Arab Saudi Mohammed bin Salman dalam sebuah panggilan telepon pada hari Senin untuk membahas pasar energi global.

Harga minyak LCOc1 pulih kembali pada hari Selasa, tetapi masih turun 40% pada awal tahun.

Trump, yang kini mencalonkan diri kembali menjadi presiden mengaku mendapat manfaat penurunan harga minyak mentah dunia.

Namun pemerintah AS tetap saja khawatir dengan potensi kebangkrutan di industri serpih AS, yang memainkan peran ekonomi yang semakin penting.

Baca Juga: Berita Hoax dan Kemampuan Literasi Orang Indonesia: Hasil Tes PISA 2018 Siswa-siswa Indonesia

Beberapa perusahaan minyak AS pada hari Selasa mengatakan mereka akan memangkas pengeluaran dan dividen.

Amin Nasser, CEO Saudi Aramco 2222.SE mengatakan, raksasa minyak yang dikelola negara akan meningkatkan pasokan pada bulan April menjadi 12,3 juta barel per hari (bpd), atau 300.000 bpd di atas kapasitas produksi maksimumnya, menunjukkan ia mungkin menarik dari penyimpanan.

Arab Saudi telah memompa sekitar 9,7 juta barel per hari dalam beberapa bulan terakhir, tetapi memiliki kapasitas produksi ekstra yang dapat dihidupkan dan memiliki ratusan juta barel minyak mentah di toko.

Moskow mengatakan, perusahaan-perusahaan minyak Rusia mungkin meningkatkan produksi hingga 300.000 barel per hari dan dapat meningkatkannya sebanyak 500.000 barel per hari.

Baca Juga: Berita Hoax dan Kemampuan Literasi Orang Indonesia: Literasi Membaca Menghasilkan Kemampuan Berpikir Tingkat Tinggi

Kondisi ini menyeret rubel dan pasar saham di Rusia anjlok.

Menteri Keuangan AS Steven Mnuchin mengatakan kepada Rusia bahwa pasar energi harus tetap "tertib".

Harga minyak Brent melonjak 8% pada hari Selasa menjadi di atas US$ 37 per barel setelah Menteri Energi Rusia Alexander Novak mengatakan Moskow siap untuk membahas langkah-langkah baru dengan OPEC.

Kementerian Energi Rusia juga menyerukan pertemuan dengan perusahaan minyak Rusia pada hari Rabu untuk membahas kerja sama masa depan dengan OPEC, dua sumber mengatakan kepada Reuters.

Baca Juga: Berita Hoax dan Kemampuan Literasi Orang Indonesia: Orang Awam Gampang Termakan Hoaks karena Tingkat Literasinya Rendah

Tetapi Menteri Energi Arab Saudi Pangeran Abdulaziz bin Salman tampaknya menolak saran itu.

Dampak harga minyak anjlok

Pada September 2001 silam, harga minyak juga mengalami penurunan secara signifikan hanya dalam waktu satu hari yakni anjlok sebesar 15 persen.

Sementara penurunan harga minyak pada 2014-2016 menyebabkan puluhan perusahaan minyak dan gas mengajukan kebangkrutan dan ratusan ribu PHK.

Baca Juga: Sejarah 'Indah' Kiai Nogo Siluman, Keris Sakti Pangeran Diponegoro yang Dikembalikan ke Indonesia oleh Raja dan Ratu Belanda, Kesaksian Tokoh ini Buktikan Perjalanan Panjangnya

Para analis mengatakan bahwa penolakan Rusia untuk memotong produksi sama dengan menampar produsen minyak AS yang membutuhkan harga minyak yang lebih tinggi untuk bertahan hidup.

Namun, industri di AS muncul dari periode yang lebih kuat dan Amerika Serikat akhirnya akan menjadi produsen minyak terkemuka dunia.

(Virdita Rizki Ratriani)

Artikel ini merupakan artikel saduran dari Kompas.com dan Kontan.co.id, Anda bisa membaca artikel asli berjudul "Arab Saudi dan Rusia "Perang", Harga Minyak Anjlok ke Level Terendah Sejak 1991"dan "Perundingan buntu, Arab Saudi janji akan kerek produksi minyak ke rekor tertinggi"

Artikel Terkait