Find Us On Social Media :

Puisi, Bendera, WC, dan 'Konyolnya' Hukuman di Lingkungan Pendidikan Kita

By Muflika Nur Fuaddah, Jumat, 20 April 2018 | 14:00 WIB

Baca Juga: Kisah Pengantin Pria Minta Cerai Usai Menikah Jadi Viral. Ini Alasannya

Saat menjalani hukuman itu pun, anak SH muntah setelah melakukan empat kali jilatan di WC (lihat kompas.com, 15/3/2018).

Meski kejadian pada kasus pertama akhirnya dilaporkan ke Polres Sinjai dan guru pada kasus kedua juga telah diberi sanksi mutasi, bukan berarti kejadian-kejadian serupa tidak akan terulang lagi di kemudian hari pada dunia pendidikan Indonesia.

Dalam kedua kasus tersebut dapat dilihat bahwa sepertinya anak sebagai murid tidak diakui subjektivitasnya, melainkan semata-mata dijadikan objek oleh dan bagi guru.

Hal itu mencerminkan pendekatan proses belajar mengajar yang kurang tepat. Parahnya lagi, kekurang tepatan itu disebabkan oleh kekaburan penghayatan tujuan dari pendidikan itu sendiri.

Baca Juga: Hasil Mengejutkan Otopsi Para Selebritas Dunia, Ungkap Bagaimana Mereka Meregang Nyawa

Bagaimana hendak membangun bangsa yang berkebudayaan, jika gurunya bahakn tidak menjadi teladan yang baik?

Berdasarkan PP No. 19/2005 tentang standar Nasional Pendidikan, disebutkan bahwa tujuan pendidikan dasar ialah “meletakkan kecerdasan, pengetahuan, kepribadian, akhlak mulia, serta keterampilan untuk hidup mandiri dan mengikuti pendidikan lebih lanjut.”

Biasanya penilaian dalam praksis pendidikan dilihat dari tiga ranah, yakni kognitif (potensi intelektual: kecerdasan, pengetahuan), afektif (sikap dan nilai: kepribadian, akhlak mulia), dan psikomotorik (keterampilan: untuk hidup mandiri).

Sudah Benar dan Tepatkah Penerapan Tujuan Pendidikan?

Baca Juga: Mengaku Sebagai Anggota TNI AU, Pria Ini Pacari Perawat Selama 3 Tahun

Dalam prasangka baik kasus pertama, jika upacara dimaksudkan untuk menanamkan nasionalisme atau sikap menjadi warga negara yang baik haruslah dapat mengasah segi afektif murid.